Sukses

MK Tolak Uji MateriIl UU HPP, DJP: Putusan Benar dan Adil

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Liputan6.com, Jakarta Perkara uji materiIl Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dibacakan putusannya hari ini oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta.

Perkara yang terdaftar dengan nomor 19/PUUXX/2022oleh pemohon seorang wiraswasta bernama Priyanto itu oleh Mahkamah diputus tidak dapat diterima dan ditolak untuk selain dan selebihnya.

Pemerintah memberikan apresiasi untuk majelis hakim MK yang sudah memutus perkara ini dengan benar, adil, dan bijaksana.

“Pemerintah sependapat dengan putusan tersebut. Putusan tersebut sangat benar dan adil karena UU HPP diwujudkan berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila untuk mewujudkan masyarakat Indonesia adil, makmur, dan sejahtera, tidak mungkin bertentangan apalagi menghilangkan hak-hak yang dijamin UUD 1945,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.

Lebih lengkap dalam putusan itu, pertimbangan majelis menolak permohonan uji materiil UU HPP menurut hakim pemohon tidak menyampaikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dengan pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi dasar pengujian.

Kemudian, pemohon tidak mampu menguraikan kerugian konstitusional yang dialami atas berlakunya pasal-pasal pada klaster UU HPP yang diperkarakan, meliputi klaster PPN, PPh, Program Pengungkapan Sukarela, Pajak Karbon, dan Cukai.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Alasan Permohonan

Hakim juga tidak memahami alasan permohonan pemohon jika dikaitkan dengan petitum, sehingga permohonan pemohon menjadi tidak jelas atau kabur.

Terkait tidak dilibatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai pelaksanaan UU HPP yang juga diujikan oleh Priyanto, hakim menilai hal tersebut bukan kewenangan DPD sesuaiPasal 22 UUD 1945.

Namun, Mahkamah menegaskan DPD tetap dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU HPP dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai kewenangannya.

Selain itu, hingga dibacakan putusan ini, MK tidak meminta keterangan pemerintah dan DPR atas perkara ini karena merasa telah cukup jelas untuk memutus perkara.