Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat bersinergi dalam mendorong pengembangan pasar pembiayaan perumahan di Indonesia.
Sri Mulyani juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun policy framework atau kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
"Bank Indonesia dalam hal ini dapat melakukan melalui policy makroprudential-nya yaitu dengan menurunkan risiko dari Aset Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR-nya untuk sektor perumahan dan melonggarkan loan to value. Tujuannya adalah agar lebih banyak yang berani mendanai sektor perumahan karena risikonya diturunkan bobotnya oleh bank sentral kita di dalam prudential frame- nya,” kata dia saat membuka acara Unlocking Securitization Role in Developing Sustainable Finance yang digelar oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, di Hotel Borobudur Jakarta, ditulis Jumat (8/7/2022).
Advertisement
Sri Mulyani menambahkan, kerja sama yang erat dengan bank sentral melalui makroprudensial, OJK melalui mikroprudensial, dan Kementerian Keuangan dari sisi instrumen keuangan negara maupun dengan industri dan peran para investor itu menjadi sangat penting.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ciptakan Likuiditas Baru
Sri Mulyani juga berharap terbangunnya forum sekuritisasi yang baik di Indonesia yang terdiri dari mereka yang memiliki keahlian serta ikut merintis munculnya suatu produk sekuritisasi tetapi yang tetap bertanggung jawab, di mana underlying-nya harus tetap sound, risk management harus tetap baik dan juga transparan.
"Kita dapat belajar dari kegagalan Amerika Serikat pada tahun 2008-2009 di mana asset backed security-nya mereka nggak tahu lagi apa aset yang ada di dalam security nya itu dan bahkan mereka tidak bisa mengetahui berapa risiko dari aset tersebut. Ini ekstrem yaitu excessive securitization dengan risk framework yang sangat mungkin tinggi, kita berharap Indonesia belajar dari hal tersebut,” ujar dia.
Sri Mulyani menuturkan, sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang jangka panjang 15 tahun akan dicicil oleh pemiliknya, dan itu menjadi underlying asset yang bisa di issued sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).
"Aset di sini yaitu mortgage bukan rumahnya, namun cicilan tiap bulannya itu yang kemudian bisa di package dan dibentuk dalam bentuk security baru surat berharga baru yang kemudian bisa dibeli oleh investor,” tutur dia.
Ia menambahkan, kemudian, investor bisa meng-assess beberapa risikonya dan rate of return bisa menciptakan likuiditas baru bagi penerbit EBA-SP yang kemudian bisa meng-create mortgate baru lagi.
“Hal itu keinginan untuk mengejar kebutuhan yang begitu besar, 12 juta backlog sementara kemampuan kita untuk menggunakan APBN saja tidak akan bisa mengejar secara cepat,” tutur dia.
Advertisement
Sumber Pendanaan yang Berkelanjutan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban mengatakan, instrumen sekuritisasi dapat menjadi salah satu skema creative financing dan dapat menjadi suatu sumber pendanaan yang berkelanjutan, khususnya untuk kepentingan pembiayaan di sektor perumahan.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung penuh penerbitan EBA-SP yang dilakukan oleh SMF.
Rionald menekankan, Program pemerintah di sektor perumahan tentu tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan dari seluruh pihak. Oleh karena itu Rionald mengungkapkan terima kasih atas kehadiran dan dukungan semua pihak di acara hari ini.
"Kami berharap melalui kegiatan ini, kita dapat membangun kerja sama yang lebih baik untuk mendukung pertumbuhan industri perumahan melalui instrument sekuritisasi,” ungkap Rionald.
Mitigasi Risiko Kredit
Terkait hal itu, Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo menuturkan, sekuritisasi merupakan bagian dari strategi Asset Liability Management, Risk Management dan dapat digunakan sebagai pemenuhan rasio NSFR dan LCR bagi Perbankan.
Untuk memitigasi risiko kredit, pada umumnya bank menempuh berbagai upaya antara lain dalam bentuk jaminan, asuransi atau agunan. Sejalan dengan perkembangan usaha, kompleksitas transaksi dan jenis risiko, terdapat teknik mitigasi risiko kredit lain yang telah dikenal sesuai dengan standar praktik internasional (best international practices) yaitu Sekuritisasi Aset.
"EBA-SP dapat menjadi diversifikasi investasi bagi para pemodal, menyediakan dana jangka panjang bagi penyalur KPR, yang merupakan mitigasi atas risiko maturity mismatch. EBA-SP telah distruktur dengan sangat baik, sehingga tercipta mekanisme perlindungan yang terbaik bagi para investornya," ujar Ananta.
Ia menambahkan, di samping mekanisme perlindungan dari struktur internal EBA-SP itu sendiri, SMF selaku penerbit juga memberikan mekanisme perlindungan terhadap investor, melalui penyediaan credit enhancement dalam bentuk dukungan kelancaran pembayaran kewajiban terhadap Kelas A.
Sejak 2009, SMF telah memfasilitasi penerbitan structured product berupa Efek Beragun Aset (EBA). Hingga dengan saat ini, telah melakukan penerbitan EBA dengan aset dasar tagihan KPR sebanyak 14 kali transaksi dengan total dana yang terkumpul dari pasar modal sebesar Rp12,78 triliun untuk disalurkan kepada masyarakat agar dapat memiliki rumah yang layak dan terjangkau.
Pada kesempatan tersebut dilakukan juga penandatanganan Perjanjian Rencana Pelaksanaan Sekuritisasi antara SMF, Bank BTN dan BSI yang ditandatangani oleh Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo, Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo, dan Direktur Utama BSI, Hery Gunadi, yang disaksikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban.
Advertisement