Sukses

Perjalanan Dinas PNS Kini Dilarang Bawa Uang Tunai

Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo mengungkap kedepannya perjalanan dinas aparatur negara atau PNS tak akan lagi membawa uang tunai.

Liputan6.com, Bali Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo mengungkap kedepannya perjalanan dinas aparatur negara atau PNS tak akan lagi membawa uang tunai. Selain sebagai langkah digitalisasi, ini sebagai langkah antisipasi kebocoran dana perjalanan.

Ia menerangkan ini sebagai implementasi aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2021 tentang Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah. Serta Peraturan Menteri Nomor 79 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Kemarin dijelaskan oleh teman-teman bahwa kalau biasa dari daerah itu kalau lakukan perjalanan itu bawa uang cash. Ya dikasih uang cash untuk melakukan perjalanan. Ke depan Bapak Ibu yang ingin melakukan perjalanan dinas itu tidak akan dikasih uang tunai ya,” katanya dalam Leader’s Talk Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022).

“Ini adalah upaya untuk mendorong bagaimana digitalisasi ya ini bisa dapat dilakukan, sehingga untuk mengurangi kebocoran pemanfaatan anggaran belanja di daerah,” katanya menjelaskan.

Wempi menuturkan dalam pelaksanaannya nanti akan dilakukan pengawasan. Pada bagian ini, pengawasan juga dilakukan secara elektronik dengan penyampain pelaporan.

Dengan demikian, ini akan memanfaatkan keandalan jaringan di tiap-tiap daerah di Indonesia. Ia mengaku hingga saat ini masih ada daerah yang belum terjamah dengan konektivitas yang mumpuni.

“Sampai saat in kondisi geografis yang sangat susah ya, jadi jaringan-jaringan juga masih kurang berjalan dengan baik,” akunya.

Ia menyarankan, guna implementasi aturan ini berjalan dengan baik, pemerintah perlu memperhatikan ketersambungan jaringan di daerah-daerah. Utamanya di daerah terpencil, terluar dan tertinggal.

“Sehingga konsep yang kita harapkan hari ini dengan digitalisasi ini bisa dapat berjalan dengan baik karena banyak keluhan yang kita dapatkan,” katanya.

“Bahwa banyak jaringan yang sudah terpasang tetapi ternyata sinyalnya kurang kuat ya karena ini yang kita harapkan mohon dukungan pak Menteri Kominfo untuk proses ini bisa berjalan dengan baik,” tambah Wempi.

 

2 dari 4 halaman

Pembayaran Pajak Non Tunai

Lebih lanjut, ia mengungkap capaian terkini terkait pembayaran pajak bagi wajib pajak dan wajib retribusi. Menurut catatannya, masih ada 28 provinsi yang melakukan pembayaran melalui teller bank dan 12 lainnya masih menggunakan kanal tunai.

“Pajak provinsi ini rata-rata ada 11 provinsi yang telah menggunakan QRIS, kemudian 26 provinsi setelah menggunakan kanal digital lainnya, 28 provinsi menggunakan teller atau loket bank, kemudian rata-rata 12 provinsi masih menggunakan kanal tunai sebagaimana pendamping dalam setiap pembayaran pajak provinsi,” katanya.

“Nah ini juga mungkin terkait dengan soal jaringan kami harapkan dukungan juga dari Kementerian kominfo untuk supaya proses yang dilakukan oleh Kementerian dalam negeri untuk ke sini bisa dapat berjalan dengan baik,” tuturnya.

Kemudian, untuk pajak kabupaten/kota pembayaran pajak di kanal bayar non-tunai diakui lebih tinggi secara rata-rata dibandingkan kanal pembayaran tunai. Ia menyampaikan rata-rata 149 kabupaten/kota telah menggunakan QRIS.

“Rata-rata 317 kabupaten/kota telah menggunakan kanal digital lainya, rata-rata 394 kabupaten/kota menggunakan teller atau loket bank, kemudian 163 kabupaten kota masih menggunakan kanal tunai,” katanya.

 

3 dari 4 halaman

Biaya Operasional Murah

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap pemerintah memiliki ratusan ribu aplikasi yang digunakan hingga saat ini dan memakan biaya yang cukup besar. Maka, ia ingin jumlah aplikasi akan dipangkas untuk menekan biaya operasional.

Ia mengatakan ini bagian dalam transformasi digital dalam pemerintahan. Sehingga inisiatif ini muncul dalam mengoptimalisasi dana publik yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia mengungkap, setidaknya pemerintah secara keseluruhan memiliki 400 ribu aplikasi. Kemudian, dari sisi Kementerian/Lembaga memiliki sekitar 2700 database.

“Kita akan menjadikan satu data dan akan menurunkan biaya operasi pemerintah dan meningkatkan reliability nya, dan juga mengintegrasikan yang disebut intergovernmental connection maupun penggunaan aplikasi, jadi enggak setiap orang membuat aplikasi sendiri-sendiri yang tidak interoperable tapi mereka akan lebih terkoordinasi,” terangnya dalam Leader’s Talk Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022).

Sehingga, ia berharap kegiatan pemerintahan akan menjadi lebih efisien. Termasuk dalam penggunaan anggaran yang dikucurkan pemerintah.

Di sisi lain, Menkeu Sri Mulyani mengungkap sektor prioritas lainnya adalah keamanan ketika penerapan digitalisasi di pemerintahan. Ia mengakui ada banyak serangan hacker yang diterima ke beberapa situs milik pemerintah.

“Cyber security menjadi sangat penting apalagi sekarang kita sudah menerapkan digital signature, jadi kalau bapak/ibu lihat, pemerintah sudah jarang membawa dokumen, kita semua sekarang elektronik tapi keamanannya harus dijaga,” terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Lebih Efisien

Lebih lanjut, ia mengungkap, dengan adanya digitalisasi yang diterapkan di pemerintahan, biaya operasional pemerintah akan menurun. Namun, sebaliknya, biaya untuk internet akan meningkat karena penggunaan teknologi digital.

Kendati begitu, ia mengatakan meski ada penurunan di satu sisi dan kenaikan biaya di sisi lainnya, akan menjadikan kerja pemerintahan akan lebih efisien. Artinya, penggunaan dana anggaran juga bisa semakin efisien.

“Yang paling senang sebagai Menteri keuangan pak Gub (gubernur BI, Perry Warjiyo), biaya operasi pemerintah menurun Pak. Jadi pembelian ATK (alat tulis kantor) turun, tapi sekarang biaya internet naik, jadi berubah, birokrasi pinter caranya, turun di ATK terus naikin di internet. Jadi sama aja (besaran anggaran),” tuturnya.

“Tapi itu jauh lebih efisien dan jauh lebih aman. Kita melihat di Kemenkeu transformasi digital terlihat dari cara mereka mengelola anggarannya sekarang berubah. Dan selama pandemi karena semuanya kita dipaksa untuk pindah ke digital sekarang semua biaya capex untuk zoom dan berbagai konektivitas menjadi sangat meningkat,” tambah bendahara negara.