Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti soal ancaman resesi negara-negara di dunia. Dia menyebut ancaman resesi ini akan terus menghantui hingga tahun depan.
Ini berdasar pada kondisi ekonomi global saat ini. Yakni, berupa upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 ditambah adanya ketegangan geopolitik yang berpengaruh pada pasokan di seluruh dunia.
Baca Juga
“Jadi kita harus tetap waspada, karena ini (ancaman resesi) akan terus berlangsung hingga tahun depan,” kata Sri Mulyani kepada wartawan di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).
Advertisement
Guna menjajaki solusi dari sejumlah tantangan yang dihadapi tersebut, ia mengaku akan membawa pembahasannya ke dalam forum G20. Utamanya di jalur keuangan atau Finance Track guna membahas berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
“Risiko global mengenai inflasi dan resesi atau stagflasi ini sangat real dan akan menjadi salah satu topik penting didalam pembahasan kita di dalam G20 Finance Track,” ujarnya.
Di sisi lain, ini sekaligus merespons survei terbaru yang dilakukan Bloomberg. Disana disebut, Indonesia masuk daftar negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi.
Rinciannya, Sri Lanka berada di posisi pertama dengan persentase 85 persen, New Zealand 33 persen, Korea Selatan 25 persen, Jepang 25 persen, China 20 persen, Hong Kong 20 persen.
Selain itu Australia tercatat 20 persen, Taiwan 20 persen, Pakistan 20 persen, Malaysia 13 persen, Vietnam 10 persen, Thailand 10 persen, Philipina 8 persen, Indonesia 3 persen dan India 0 persen.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Waspada
Menanggapi risiko tersebut, meski angkanya cukup kecil, bendahara negara ini memutuskan untuk tetap waspada. Salah satu upayanya dengan mengerahkan berbagai instrumen kebijakan yang berlaku di Indonesia.
“ini tidak berarti kita terlena, kita tetap waspada, namun message-nya adalah kita akan menggunakan instrumen kebijakan kita. apakah itu fiscal policy, monetary policy di OJK, financial sector dan juga regulasi yang lain untuk memonitor terutama potensi exposure dari korporasi indonesia,” tutur dia.
Sebagai pendukung keyakinannya, ia mengaca posisi Indonesia pasca krisis keuangan global yang terjadi pada 2008-2009 lalu. Setelah itu, Menkeu Sri Mulyani mengaku kondisi ekonomi Indonesia cenderung lebih baik.
“Hal yang baik adalah sejak krisis 2008-2009, krisis global, sektor keuangan kita relatif jauh lebih prudent sehingga capital education issue mereka lebih baik, residensi mereka bagus, sehingga NPL-nya bisa terjaga dan juga exposure terhadap pinjaman luar negeri menurun,” ujarnya.
Dari kondisi itu, Menkeu mengambil pelajaran. Di sektor korporasi, sektor finansial, APBN, hingga sektor moneter, semuanya berupaya memperkuat dirinya masing-masing.
“Sehinnga menghadapi risiko seperti sekarang ini kita dalam situasi daya tahannya masih lebih baik,” katanya.
Advertisement
Biang Keladi Inflasi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut isu pangan menjadi sumber terjadinya inflasi global. Tentu isu pangan menjadi perhatian dalam pembahasan G20 Indonesia.
Hal itu disampaikan dalam Road to G20 Securitization summit 2022, di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Untuk isu pangan, Pemerintah terus membangun apa yang disebut ketahanan pangan ditengah situasi geopolitik global ekonomi hari ini yang penuh dengan ketidakpastian. Maka, pangan menjadi salah satu isu yang mengemuka.
"Di dalam G20 ini juga akan menjadi salah satu isu yang akan menjadi perhatian. Karena pangan menjadi sumber inflasi dunia dengan adanya perang di Ukraina, yang menimbulkan dampak terhadap supply chain dan supply dari makanan maupun pupuk," kata Menkeu.
Di mana saat ini diberbagai negara sudah mengalami tekanan harga pangan yang signifikan, oleh karena itu isu pangan menjadi perhatian Pemerintah Indonesia.
Masih Mampu
Kendati begitu, Menkeu mengatakan sisi pangan Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor.
"Indonesia Alhamdulillah dari sisi pangan kita dalam tiga tahun terakhir dari produksi beras, maupun produk komoditas itu memiliki kemampuan untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bahkan ekspor ke luar negeri," ujarnya.
Namun bukan berarti adanya kemampuan tersebut membuat Indonesia terlena. Menkeu menegaskan, tantangan dan tekanan inflasi dari pangan harus tetap diwaspadai waspadai.
Selain itu, untuk sisi papan juga menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia, dimana masih membutuhkan jawaban yang ekstra luar biasa dari semua stakeholder.
Advertisement