Sukses

Dikritik Dunia Masih Pakai Energi Fosil, Sri Mulyani: Orang Indonesia Jangan Baper

Indonesia turut menjadi bagian dalam upaya transisi energi hijau, apalagi masih cukup banyak menggunakan energi fosil.

Liputan6.com, Bali Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap keseriusan negara di dunia dalam transisi energi. Indonesia turut menjadi bagian dalam upaya tersebut, apalagi masih cukup banyak menggunakan energi fosil.

Hal ini menyangkut pada upaya pengurangan emisi karbon yang ingin dituju oleh semua negara di dunia. Sebagai penghasil emisi, Indonesia turut menjadi sorotan.

“Tapi ini bukan hanya untuk Indonesia, agar orang Indonesia jangan baper,” katanya dalam Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).

Ia mengatakan kritikan ini juga ditujukan kepada seluruh negara di dunia. Sehingga, Indonesia tak menjadi satu-satunya sasaran kritik soal penggunaan energi fosil yang menghasilkan banyak polusi.

“Karena semua negara akan diseleksi. Dan itu tidak hanya untuk negara berpenghasilan rendah atau negara berkembang,” ujarnya.

Ia pun mengungkap negara besar seperti Amerika Serikat dan negara Eropa juga turut serta dalam upaya transisi energi. Termasuk juga akan menjadi sasaran untuk ditetinjau pemakaian energi fosilnya.

“AS ada komitmen dengan perubahan iklim, terutama Eropa dengan situasi geopolitik di mana akses energi sangat-sangat menantang, karena perang di ukraina, ada komitmen untuk perubahan iklim,” terangnya.

 

2 dari 4 halaman

Konsumsi Listrik Naik

Pada kesempatan itu, Menkeu mengatakan Indonesia masih memiliki tantangan dalam transisi energi. Apalagi, dengan potensi perkembangan ekonomi, artinya penggunaan listrik akan juga meningkat.

Diketahui, produksi listrik Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh penggunaan energi fosil.

“Untuk negara sebesar indonesia yang juga masih dalam proses pembangunan, dan terus mendorong pengentasan kemiskinan dengan mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia pasti kita akan membutuhkan listrik atau tenaga yang semakin banyak,” ujar dia.

“Maka untuk indonesia sumber emisi CO2 yang berasal dari pembangkit listrik pasti menjadi salah satu daerah yang akan diteliti (ditinjau),” tambah bendahara negara itu.

 

3 dari 4 halaman

Tantangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap tantangan yang dihadapi Indonesia dalam transisi energi hijau. Yakni dalam upaya menurun CO2 dalam peningkatan konsumsi listrik yang akan terus meningkat. 

Ini berdasar pada masih sangat besarnya produksi listrik dalam negeri yang bertumpu pada energi penghasil emisi karbon (CO2). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dalam negeri turut mendorong peningkatan konsumsi listrik masyarakat. 

"Bagaimana Indonesia bisa memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat sekaligus mengurangi CO2 itulah tantangannya," kata dia dalam Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022). 

Ia mengisahkan pendapatan per kapita Indonesia saat ini mencapai USD4.530 dan akan terus meningkat sekirar 5 persen tiap tahun kedepannya. Artinya, setiap penduduk nantinya akan mengalami peningkatan konsumsi listrik. 

"Orang yang dulunya hanya memiliki satu rumah kecil tanpa AC sekarang memiliki AC orang yang tidak memiliki kulkas sekarang memiliki kulkas," terangnya. 

Kendati demikian, ia menegaskan posisinya yang akan terus berupaya untuk menekan tingkat emisi karbon yang dihasilkan. Utamanya dari sektor pembangkit listrik yang cukup besar menggunakan energi fosil. 

 

4 dari 4 halaman

Tantang PLN

Lebih lanjut, Menkeu Sri Mulyani secara langsung mengarahkan pertanyaan kepada PT PLN (Persero). Ini berkaitan dengan upaya pengurangan emisi ditengah peningkatan produksi listrik. 

"Pertanyaan bagi PLN, sebagai perusahaan monopoli milik negara, bagaimana Anda akan membawa lebih banyak listrik dengan lebih sedikit CO2?," katanya. 

Untuk itu, guna mencari jalan keluarnya, ia menyebut hal ini akan dibahas dalam forum G20. Termasuk didalamnya keperluan jumlah biaya untuk menurunkan emisi karbon. 

"Itulah yang sedang kita diskusikan dengan sangat serius, baik di UNFCCC maupun di forum seperti G20. Jadi berapa biaya yang harus kita keluarkan untuk terus meningkatkan produksi listrik? sekaligus mengurangi emisi co2 sebesar 314 juta ton atau 446 juta ton co2 dari listrik?," tuturnya. 

Diketahui, mengacu Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon ke posisi 29 persen dengan upaya sendiri. Serta meningkat hingga 41 persen dengan bantuan internasional.