Sukses

Bebani Petani Sawit, Sri Mulyani Diminta Setop Pungutan Ekspor CPO

Petani menilai, jika pungutan ekspor ini masih ada, maka masih akan membebani harga TBS sawit petani.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani diharapkan untuk segera menghentikan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Hal ini demi menggairahkan kembali ekspor CPO sehingga mampu mengangkat harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Sebelumnya, permintaan untuk menurunkan pungutan ekspor CPO telah diutarakan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut bahkan menghubungi langsung Sri Mulyani guna memintanya menurunkan pungutan CPO.

Namun menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) MA. Muhammadyah menyatakan yang diinginkan petani saat ini bukan hanya sekedar penurunan tarif pungutan ekspor, melainkan kebijakan ini harus dihapus.

"Bukan penurunan pungutan ekspor CPO tapi penghapusan Pungutan Ekspor CPO yang agar harga TBS bisa kembali naik setelah jatuh hingga di bawah Rp 1.000 per kg, di mana sebelum dikisaran Rp 3.500 per kg," kata dia, Rabu (13/7/2022).

Menurut Muhammdyah, jika pungutan ekspor ini masih ada, maka masih akan membebani harga TBS sawit petani. Sebab, pabrik kelapa sawit (PKS) tidak mau memikul pungutan ekspor tersebut sendirian.

"Sebab jika masih ada pungutan ekspor CPO akan tetap dibebankan pada harga TBS petani oleh PKS (pabrik kelapa sawit) nantinya," lanjut dia.

Oleh sebab itu, APPKSI berharap agar Sri Mulyani menghapuskan pungutan ekspor CPO. Terlebih selama ini petani menilai jika pungutan ekspor hanya digunakan untuk mensubsidi Industri Biodiesel yang juga memiliki perkebunan sawit besar dan PKS yang besar.

"Dengan dihapuskannya pungutan ekspor CPO maka otomatis harga CPO Indonesia akan dapat bersaing dan meningkatkan ekspor CPO karena pungutan ekspor CPO itu menjadi hambatan ekspor CPO selama ini," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Luhut Minta Sri Mulyani Pangkas Tarif Pungutan Ekspor CPO

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan minta pajak ekspor minyak kelapa sawit diturunkan. Tujuannya untuk menggenjot tingkat ekspor CPO yang tengah mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani lokal.

Ia mengaku telah menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati guna merealisasikan tujuannya itu. Ia menyebut ini jadi bentuk insentif bagi pelaku ekspor minyak kelapa sawit.

"Tadi malam saya bicara sama menteri keuangan nanti PE nya mungkin kita bawa sampai kebawah sehingga orang kepaksa dikasih insentif untuk ekspor," katanya dalam Rapat Koordinasi Audit Industri Kelapa Sawit di Hotel Sahid Jakarta, Kamis (7/7/2022).

"Kalau ekspor tangkinya kosong kan dia musti ambil TBS, TBS nanti diproses, nanti harganya naik," tambah dia.

Ia meyakini, harga TBS petani yang murah saat ini imbas dari sektor hulu yang masih tersendat. Salah satunya mengenai kegiatan ekspor crude palm oil (CPO) yang masih tertahan.

Menko Luhut menaksir, dalam waktu dekat, kegiatan ekspor CPO ini akan kembali menggeliat. Sehingga mempengaruhi stok di tangki-tangki pabrik minyak kelapa sawit.

"Permasalahan masih terjadi di sisi hulu, dari ekspor masih membutuhkan waktu, sekarang kita coba mungkin dua minggu dari sekarang mungkin pertengahan bulan, tanggal belasan atau akhir itu ekspor sudah mulai lancar," katanya.

"Kalau itu lancar kita harapkan tbs akan membaik, tapi gak cukup itu aja. Itu lanxar supaya lancar kita mungkin kita akan menurunkan (pajak ekspor)," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Harga TBS Anjlok, Pemerintah Diminta Setop Sementara Pungutan Ekspor CPO

Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Dr Hamdan Zoelva meminta pemerintah untuk menghentikan sementara pungutan ekspor sawit. Selain itu, dia juga menilai alokasi dana yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ) tersebut perlu dievaluasi.

“Petani sawit sudah menjerit dan meminta agar pungutan ekspor dihentikan karena imbasnya ke harga TBS. Hentikan dulu pungutan ekspor dan penggunaan dana yang dihimpun BPD PKS untuk biodiesel,” tegasnya dikutip, Senin (11/7/2022).

Menurut Hamdan, Undang-undang no 39 tentang Perkebunan memang membolehkan adanya penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan.

Namun tidak ada peruntukan bagi subsidi biodiesel. Dalam pasal 93 penggunaannya untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi Perkebunan, peremajaan, Tanaman Perkebunan, dan/atau sarana dan prasarana Perkebunan.

Dalam perkembangan berikutnya, lanjut Hamdan, lahir PP No. 24, tanggal 25 Mei 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan.

Dalam pasal 9 diatur penggunaan dana, salah satunya untuk bahan bakar nabati (biofuel). Diluar itu, juga digunakan pengembangan Perkebunan, pemenuhan hasil Perkebunan untuk kebutuhan, dan hilirisasi industri Perkebunan.

“Dari aturan tersebut jelas, dana pungutan ekspor bukan hanya untuk biodiesel. Tapi prakteknya mayoritas untuk subsidi biodiesel. Artinya dana yang dihimpun tidak kembali ke petani, khususnya untuk pengembangan sember daya manusia dan replanting,” tegasnya.

Hamdan mengingatkan bahwa tahun 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merilis pernyataan tentang potensi korupsi pungutan ekspor sawit.

“Subsidinya salah sasaran. Dinikmati oleh korporasi besar yang oknum pejabatnya tersangkut kasus korupsi minyak goreng,” pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Cabut Hambatan Ekspor

Sedangkan dua organisasi petani sawit yakni Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta pemerintah bertindak cepat melakukan pencabutan aturan penghambat ekspor dan kebijakan pungutan ekspor.

Hal tersebut selain berdampak pada rendahnya penyerapan TBS sawit petani juga pada anjloknya harga jual.Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung (9/7) harga TBS yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan adalah Rp2.392 per kg, ini rata-rata terhadap 22 provinsi penghasil sawit. Namun, harga riil pembelian di tingkat petani lebih rendah dan turun terus.

"Umumnya petani sekarang mengambil kebijakan tidak memanen. Upah memanen hingga pengiriman itu lebih mahal. Sekarang harga 1 kg TBS nggak cukup bayar parker, kan kejam sekali," tukas Gulat.

Dimana, harga pembelian per kilogram TBS pada 4 Juli 2022 rata-rata Rp916 di petani swadaya dan Rp1.259 di petani plasma/ bermitra. Pada 5 Juli 2022, harga itu turun menjadi Rp898 di petani swadaya dan Rp1.236 di petani bermitra/ plasma. Harga kembali turun pada 6 Juli 2022, menjadi Rp811 di petani swadaya dan Rp1.200 di petani mitra/ plasma.