Liputan6.com, Jakarta Holding BUMN Pangan atau ID Food menggandeng Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) berupaya menjaga inflasi di sektor pangan. Ini disebut sebagai peran yang perlu dijalankan sebagai korporasi di sektor pangan.
Direktur Utama Holding Pangan ID FOOD, Frans Marganda Tambunan mengatakan BUMN Pangan turut berperan dan berkontribusi dalam mengamankan inflasi nasional. Khususnya di DKI Jakarta yang capai bobot 27 persen, Banten 8 persen dan sektor pangan sebagai penyumbang inflasi terbesar khususnya pada kontribusi inflasi untuk volatile food.
Baca Juga
Hal tersebut dikatakannya pada saat audiensi dan jalin Nota Kesepahaman antara PT RNI (Persero) / Holding Pangan ID FOOD dengan Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSINDO).
Advertisement
“BUMN Pangan ID FOOD berupaya untuk berkontribusi jaga inflasi pangan, khususnya di Jakarta dan Banten dengan kebutuhan tingkat konsumsi cukup tinggi melalui ketersediaan pasokan pangan, kelancaran distribusi logistik pangan,” kata dia mengutip keterangan resmi, Rabu (13/7/2022).
Frans mengatakan kunci pemerataan pangan sebagai langkah BUMN Pangan dalam memastikan ketersediaan pasokan pangan memenuhi kebutuhan masyarakat adalah melalui Kemitraan strategis. Kemudian dengan memperluas jejaring pedagang ke pasar - pasar tradisional.
“Salah satu langkah memperluas jejaring pasar - pasar tradisional adalah dengan menggandeng Asosiasi atau organisasi pedagang pasar dan UMKM seperti APPSINDO,” terangnya.
Ia melanjutkan melalui jejaring pedagang pasar APPSINDO, ID FOOD akan menyuplai kebutuhan pangan pokok ke pedagang pasar untuk menjamin stok pangan tersedia di pasar. Beberapa kebutuhan pangan pokok itu diantaranya beras, gula, minyak goreng, garam, daging, ikan dan komoditas pangan lainnya yang dikelola ID FOOD.
“BUMN Pangan kolaborasi dengan Pedagang pasar dorong pertumbuhan ekonomi sehingga pasokan pangan untuk masyarakat terpenuhi,” katanya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Pandemi Covid-19
Sementara itu, Ketua APPSINDO Hasan Basri mengatakan kondisi Covid-19 berdampak pada pedagang pasar dan UMKM. Maka diharapkan dukungan dan kerja sama Pemerintah dalam memenuhi ketersediaan pangan dan keterjangkauan harga.
“Para pedagang berharap kolaborasi dengan Pemerintah mengenai ketersediaan pangan, seperti daging, gula dapat di sinergikan dengan UMKM, misal kami butuh pemasok gula untuk 700 pedagang kue dan pengrajin Rumah Tangga, BUMN Pangan dapat memasok komoditas pangan tersebut,” pungkas Hasan.
Hasan berharap kolaborasi berkelanjutan, diakuinya mengenai kolaborasi ini telah disosialisasikan dengan pedagang - pedagang pasar.
Advertisement
Harga Pangan Melonjak
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengungkapkan bahwa harga pangan di seluruh dunia telah menurun dalam tiga bulan berturut-turut, tetapi harga masih berada di dekat level tertinggi dalam sejarah di bulan Maret 2022.
Dilansir dari CNBC International, Selasa (12/7/2022) seorang ekonom di Nomura mengatakan Asia belum melihat puncak kenaikan harga pangan, yang kemungkinan akan terjadi selama kuartal Juli hingga September.
Sonal Varma, kepala ekonom untuk India dan Asia di Nomura mengatakan bahwa perubahan harga pangan di Asia cenderung tertinggal dari pergerakan global karena pemerintah menerapkan subsidi dan kendali harga.
Indeks harga pangan FAO, yang melacak perubahan bulanan dalam harga pangan global, menunjukkan penurunan 2,3 persen pada Juni 2022 dibandingkan dengan bulan lalu. Itu dipimpin oleh penurunan harga internasional untuk minyak nabati, sereal dan gula, tetapi masih 23,1 persen lebih tinggi dari harga tahun lalu.
Menurut Nomura, negara-negara di Asia seperti Singapura, Korea Selatan, Filipina, dan India kemungkinan akan mengalami kenaikan harga pangan tertinggi pada paruh kedua tahun ini.
Impor Pangan
Dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada Juni 2022, Varma dan timnya membeberkan impor pangan bersih menyumbang lebih dari 2 persen dari produk domestik bruto Filipina, tertinggi kedua di Asia (di luar Jepang) setelah Hong Kong.
Makanan juga menguasai pangsa yang tinggi — hampir 35 persen dari keranjang indeks harga konsumen negara itu. Korea Selatan dan Singapura juga disebut berisiko karena mereka sangat bergantung pada impor pangan.
Selain itu, gelombang panas, tertundanya musim hujan, dan kenaikan harga bahan makanan lain seperti daging dan telur di India kemungkinan akan mendorong harga naik di negara itu.
Alih-alih memberlakukan larangan ekspor, Varma menyatakan baiknya mengeluarkan "bentuk dukungan fiskal yang ditargetkan" untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah pada saat ini.
"Rumah tangga berpenghasilan rendah biasanya menghabiskan sebagian besar konsumsi mereka untuk makanan, jadi lebih penting untuk melindungi mereka," katanya.
Advertisement