Liputan6.com, Bali Menteri Keuangan (Minister of Economy, Planning and International Cooperation) Senegal Amadou Hott tegas meminta perang Rusia-Ukraina segera selesai. Ia khawatir kedepannya akan berdampak lebih buruk dan menimbulkan krisis pangan.
Padahal, kata dia, pasca meletusnya perang antara kedua negara tersebut, komoditas pangan dan pupuk dibebaskan dari sanksi. Namun, belakangan, ada sanksi yang menghantui perdagangan di pasar internasional.
Ini dinilai menjadi salah satu ketakutan, sehingga berdampak pada pasokan pangan di beberapa negara di dunia.
Advertisement
“Dan kami di Afrika, kami tidak bertanggung jawab atas perubahan iklim. Kami menderita. Kami tidak bertanggung jawab atas krisis ini. Perang ini menyiksa dan kami pikir sudah waktunya untuk keluar dengan sangat jelas dan katakan, Afrika atau siapa pun yang dapat Anda temukan dari mana saja, Tidak akan ada sanksi, atas makanan dan pupuk dengan sangat jelas hari ini atau besok, tidak ada sanksi untuk itu,” katanya dalam High-Level Seminar on Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Amadou Hott menyadari dalam perdagangan internasional ada sanksi yang diberlakukan bagi negara-negara yang terlibat perang. Itu disebut berdampak pada pasokan ke seluruh penjuru dunia.
“Kami memahami bahwa makanan dan pupuk dibebaskan dari sanksi. Namun, peserta pelaku pasar apa itu pedagang atau bank atau asuransi enggan untuk berpartisipasi jika produk tersebut berasal dari lokasi tertentu karena takut akan sanksi di kemudian hari,” katanya.
Ia menegaskan, setiap pihak terkait dalam perdagangan internasional perlu memastikan kalau perdagangan sektor pangan dan pupuk tidak akan mendapatkan sanksi. Artinya, ia ingin, wacana tanpa sanksi tersebut benar-benar dijalankan.
“Itu sangat memungkinkan untuk Anda ketika berfikir memupuk makanan untuk menekan produksinya, baik dari Ukraina atau dari mana pun di seluruh dunia, itu tidak akan ada sanksi hari ini, tidak ada sanksi besok, apakah Anda pedagang apakah Anda bank, apakah Anda berada di sisi ‘penyerang’. Sehingga kami dapat menstabilkan pasar, karena beberapa orang dapat melihat dari mereka sanksi dan membeli produk dengan diskon besar,” paparnya.
Dunia Krisis Pangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya menyebut kalau dunia saat ini tengah dihadapkan dengan krisis pangan. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga pangan internasional imbas dari perang yang berkepanjangan.
Menurut World Food Programme, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi dari 135 juta menjadi 276 juta.
"Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial," kata dia.
Kemudian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental yang telah membantu banyak negara melewati krisis. Guna merespons kenaikan harga pangan dan energi dunia.
"Saya yakin Anda semua sebagai menteri keuangan sekaligus gubernur bank sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan.
Advertisement
Inflasi
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, kondisi perang dan lonjakan harga juga memperburuk lonjakan inflasi global. Serta meningkatkan lebih tinggi ketidakstabilan sosial.
"Kita bisa melihat penurunan lebih lanjut dalam standar hidup, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan. Negara-negara pengimpor komoditas berpenghasilan rendah kemungkinan akan sangat terpengaruh. yang dapat menyebabkan kerusuhan sosial dan politik lebih lanjut," paparnya.
Ia pun melihat lonjakan inflasi yang mengarah ke pengetatan kebiakan moneter glolbal yang lebih cepat dari yang diantisipasi. Sehingga negara maju dan negara berkembang mulai ikut menaikkan suku bunga.
"Mengingat dengan pengetatan kebijakan moneter global, serta disertai dengan kondisi likuiditas, negara-negara berkembang perlu semakin diwaspadai, yang akan menciptakan kerentanan yang berasal dari arus keluar modal dan peningkatan biaya pembiayaan," katanya.
"Jadi ancaman perang tiga kali lipat melindungi harga komoditas dan meningkatkan inflasi global," tambahnya.
Krisis Energi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap saat ini dunia dihadapi krisis energi. Kondisi ini diyakini akan memperburuk upaya pemulihan ekonomi.
Dimana, menurut data yang dimilikinya, harga minyak dunia mengalami kenaikan 350 persen dalam dua tahun. Ini berdampak pada kenaikan harga energi di seluruh negara di dunia.
"Pada bulan Juni, kami menyaksikan harga gas alam di Eropa meningkat sebesar 60 persen, hanya dalam dua minggu. kelangkaan bahan bakar sedang berlangsung di seluruh dunia," katanya dalam pembukaan 3rd Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) di Bali International Convention Center, Jumat (15/7/2022).
Mengutip data Bank Dunia, ia menyebut harga minyak mentah dunia meningkat 350 persen dari April 2020 hingga April 2022. Padahal, di awal pandemi, ia melihat harga minyak mentah dunia sempat mendekati nol bahkan minus.
"Dan sekarang kita menghadapi situasi ekstrim yang sangat berbeda. Peningkatan 350 persen ini merupakan peningkatan terbesar untuk periode dua tahun sejak 1970-an," katanya.
Dengan adanya kenaikan komoditas energi ini, Menkeu Sri Mulyani menyebut ini berdampak pada kondisi sosial politik di beberapa negara. Sehingga, secara global, ini akan mengancam upaya pemulihan ekonomi.
"Dan kami melihat ini memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain. Kelangkaan ini karena harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah, yang mengancam pemulihan kita. Dunia berada di tengah krisis energi global," kata dia.
Advertisement