Sukses

Indonesia Banyak Sampah Makanan, Menko Airlangga: Kurangi Prasmanan!

Menko Airlangga mengaku masyarakat Indonesia harus turut aktif dalam mengurangi sampah makanan

Liputan6.com, Jakarta Berbagai negara di dunia tengah berbicara mengenai upaya untuk menghadirkan ketahanan pangan. Ini sebagai respons dari potensi krisis pangan akibat dari pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto atau Menko Airlangga mengatakan, ditengah upaya tersebut dibayang-bayangi oleh banyaknya jumlah sampah makanan atau food waste. Ia menilai, ini menjadi satu upaya yang lebih dulu perlu dilakukan.

Menurutnya, secara global, ada sekitar 17 persen produksi makanan atau 931 juta ton sampah makanan pada 2021 lalu. Sementara di Indonesia, membuang sekitar 20-48 juta ton sampah makanan di 2019.

“Yang merupakan porsi yang sama untuk makanan bagi sekitar 61-121 orang setiap tahun,” katanya dalam High Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, ditulis Sabtu (16/7/2022).

“Kita perlu mengatur kembali makanan kita yang hilang dan terbuang,” tegasnya.

Guna menjalankan upaya tersebut, kata Airlangga, bisa dengan mengubah ukuran piring atau mengubah makanan prasmanan menjadi menu yang ditentukan. Ia menyebut, langkah kecil ini bisa berdampak cukup besar dalam mendukung upaya menghadirkan ketahanan pangan.

“Saya pikir ini bijaksana akan menyebabkan dampak yang signifikan,” ujarnya.

Upaya lainnya yang menurut Airlangga penting adalah dengan adanya pengelolaan lahan untuk bahan pangan. Ia mencontohkan, di Indonesia telah diberlakukan untuk menanam sejumlah tanaman, diantaranya sagu, sorgum, singkong, dan buah-buah lokal.

“Kemudian untuk memabngun ketahanan pangan dalam jangka panjang, kita membutuhkan penguatan yang komprehensif dari seluruh produksi pertanian kita dari hulu hingga hilir,” kata dia.

 

2 dari 4 halaman

Ajak Negara Lain

Dalam pertemuan tersebut, Airlangga pun mengajak negara-negara di dunia perlu mempercepat dan memperkuat kolaborasi global untuk mengatasi tantangan yang ada dalam ketahanan pangan. Menurutnya kolaborasi antar negara dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan global sangat penting.

“Negara-negara G20 perlu berkomitmen untuk bahu membahu dan memperkuat kolaborasi global untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan global,” kata dia.

Dia menambahkan, Indonesia meyakini setiap negara, perlu menyediakan dan menyiapkan cadangan minimum pangan yang tidak hanya untuk satu negara, tetapi juga untuk negara lain.

"Negara-negara perlu bekerja sama untuk saling menyiapkan cadangan pasokan pangan, sehingga kita dapat bertukar ketika sangat membutuhkan,” pungkas Airlangga.

 

3 dari 4 halaman

Kritikan Menkeu AS

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menyebut pemberian subsidi terhadap barang tidak menjadi jalan efektif dalam upaya mengatasi krisis pangan. ia menyarankan, lebih baik bantuan langsung kepada masyarakat rentan.

Artinya, ia menyarankan adanya subsidi secara tertutup kepada kelompok yang dianggap pantas untuk mendapatkan bantuan tersebut. Janet Yellen menyebut, pemberian bantuan langsung bisa memanfaatkan digitalisasi, jika diperlukan.

“Pendekatan pemerintah bisa dengan respons fiskal kepada mereka yang paling membutuhkan, memanfaatkan alat digital jika memungkinkan untuk secara hati-hati menargetkan dukungan untuk rumah tangga yang rentan,” katanya dalam High-Level Seminar, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

“Alih-alih memberikan subsidi menyeluruh yang regresif dan mahal,” tambahnya.

 

4 dari 4 halaman

Subsidi Barang

Diketahui, pemberian subsidi terhadap barang atau subsidi terbuka di Indonesia juga kerap mendapat perhatian dari berbagai pihak. Alasannya, arah bantuan yang diberikan melalui subsidi terbuka disebut kurang tepat menyasar kelompok yang memerlukan.

Janet Yellen menyebut, perang antara Rusia-Ukraina memperburuk kondisi pangan di seluruh dunia. sehingga berbagai negara dihadapkan dengan krisis pangan akibat harga-harga yang melonjak beberapa waktu belakangan.

“Ada yang paling terkena dampak langsung, yakni rumah tangga miskin di negara-negara berpendapatan rendah. Keluarga telah menghabiskan bagian yang tidak proporsional dari pendapatan mereka untuk makanan, dan telah memaksa untuk membuat pilihan yang tegas,” terangnya.