Sukses

Tertinggi dalam 32 Tahun, Inflasi Selandia Baru Tembus 7,3 Persen

Inflasi di Selandia Baru menembus angka 7,3 persen, menandai kenaikan tertinggi dalam tiga dekade.

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi di Selandia Baru telah mencapai 7,3 persen. Angka ini menandai lonjakan inflasi yang melebihi perkiraan dan menjadi level tertinggi sejak 1990 atau dalam tiga dekade.

Dilansir dari The Guardian, Senin (18/7/2022) Stats NZ merilis indeks harga konsumen triwulanan untuk tiga bulan menjelang Juni 2022.

Data itu menunjukkan inflasi Selandia Baru naik dari 6,9 persen di bulan Maret menjadi 7,3 persen, dengan harga pangan naik 1,3 persen dan transportasi naik 2,3 persen serta perumahan dan utilitas rumah tangga.

Sebelumnya, bank-bank besar seperti ANZ dan Reserve Bank memperkirakan inflasi Selandia Baru akan mencapai 7 persen atau 7,1 persen.

Naiknya biaya di industri perumahan dan utilitas rumah tangga menjadi penyebab utama inflasi triwulanan dan tahunan Selandia Baru, menurut laporan Stats NZ,

Dilaporkan, biaya konstruksi di Selandia Baru pada Juni 2022 melonjak lonjakan 18 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, serta kenaikan sewa.

"Masalah rantai pasokan, biaya tenaga kerja, dan permintaan yang lebih tinggi terus mendorong biaya pembangunan rumah baru," kata Jason Attewell, manajer umum Stats NZ.

Penyebab inflasi terbesar lainnya adalah transportasi, dengan kenaikan tahunan 32 persen untuk harga bensin dan kenaikan 74 persen untuk harga solar.

Namun, kenaikan transportasi sebagian diimbangi oleh penurunan harga transportasi umum, tarif udara internasional, transportasi penumpang kereta api, mobil bekas, dan layanan transportasi pribadi lainnya, yang mencakup biaya pengguna jalan, demikian menurut Stats NZ.

"Tarif bus dan kereta setengah harga mulai berlaku 1 April dan harga retribusi jalan diturunkan mulai 21 April. Penurunan harga ini tercermin pada kuartal ini," jelas Attewell.

Langkah-langkah itu diyakini dapat membantu mengimbangi beberapa biaya transportasi, setelah pemerintah Selandia Baru akan memperpanjang setengah harga tarif dan pengurangan cukai bahan bakar serta biaya pengguna jalan hingga 2023.

 

2 dari 3 halaman

Harga Pangan di Selandia baru Naik 1,3 Persen

Harga pangan di Selandia baru juga terus naik, mencapai 6,5 persen per tahun, dan naik 1,3 persen dari kuartal sebelumnya.

Inflasi non-tradable, yang mengukur barang dan jasa yang tidak menghadapi persaingan asing dan dianggap sebagai ukuran inflasi domestik, juga menembus rekor tertinggi 6,3 persen.

"Fakta bahwa Anda melihat angka inflasi berbasis domestik sekarang berjalan paling cepat sejak pencatatan dimulai pada tahun 2000 menggarisbawahi betapa besarnya tekanan ekonomi,” kata Brad Olsen, seorang ekonom di Infometrics.

Dia menambahkan, dorongan untuk membangun perumahan dan kurangnya sewa berarti "Ekonomi Selandia Baru mencoba melakukan terlalu banyak, dengan sumber daya yang terlalu sedikit".

Para ekonom memperkirakan biaya pangan, bahan bakar dan perumahan di Selandia Baru masih akan naik, tetapi yang tidak terduga adalah kenaikan harga yang luas di barang-barang lainnya.

"Kenaikan (itu) memuncak pada 66 persen dari semua barang yang dipantau Stats NZ mengalami kenaikan harga – jumlah barang terbesar yang mencatat kenaikan harga setidaknya sejak 2018," kata Olsen.

 

3 dari 3 halaman

Bos IMF Ramal Inflasi Baru Terkendali Tahun Depan

Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan bahwa suku bunga global kemungkinan akan terus meningkat hingga 2023, ketika harga yang memanas akan mulai mendingin sebagai tanggapan atas tindakan dari bank sentral.

Meski harga komoditas, seperti minyak, telah menurun dalam beberapa bulan terakhir, Georgieva memperingatkan penurunan itu adalah tanggapan terhadap risiko resesi dan belum tentu karena inflasi telah terkendali.

"Bank-bank sentral sedang melangkah untuk mengendalikan inflasi, itu adalah prioritas. Mereka harus terus berjalan sampai jelas bahwa ekspektasi inflasi tetap tertambat dengan kuat," kata Georgieva, dikutip dari CNBC International, Senin (18/7/2022). 

"Saat ini kita masih melihat inflasi naik, kita harus menyiramnya dengan air dingin," ujar dia pada pertemuan G-20 di Bali.

Gangguan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah mendorong kemacetan rantai pasokan, ditambah dengan dampak perang Rusia-Ukraina. 

Situasi tersebut memicu lonjakan harga barang-barang termasuk kebutuhan pokok seperti pangan, pupuk dan energi.

Harga pangan global mencapai titik tertinggi sepanjang masa antara Maret dan April 2022 ini, menurut Bank Dunia.

Indeks Harga Komoditas Pangan Bank Dunia untuk Maret-April naik 15 persen selama dua bulan sebelumnya dan lebih dari 80 persen lebih tinggi dari dua tahun lalu.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) juga mengatakan dalam pertemuan G-20 pada Jumat (15/7) bahwa kekurangan gizi global akan meningkat sebesar 7,6 juta tahun ini, dan meningkat lagi sebesar 19 juta pada 2023 mendatang.