Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) membantah alokasi pupuk subsidi dikurangi. Namun, hanya disesuaikan jenis dan alokasi kebutuhannya untuk komoditas pangan pokok dan strategis.
Oleh karena itu, Mentan mengatakan, jenisnya sudah ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dari berbagai pihak. Termasuk dengan Panja Komisi IV DPR dan Ombudsman.
Baca Juga
"Tentu saja kita harus berterimakasih kepada Bapak Presiden yang tetap mengalokasikan alokasi pupuk di saat beberapa tempat negara lain mengurangi subsidi, bahkan tidak mampu menyiapkan subsidinya," kata Mentan SYL dalam pernyataan tertulis, Rabu (20/7/2022).
Advertisement
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menambahkan, ada dua alasan mendasar langkah strategis, khususnya terkait perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi diambil.
Itu didapati setelah mencermati kondisi global saat ini, baik karena adanya pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina saat ini yang potensi berdampak terhadap krisis pangan global.
"Hal ini kami upayakan dengan menindaklanjuti rekomendasi Tim Panja Pupuk Komisi IV DPR RI, dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian," jelasnya.
Lebih lanjut, Ali menyebutkan, ada dua perubahan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022. Pertama, adanya perubahan jenis pupuk bersubsidi dari semula enam jenis pupuk menjadi dua jenis pupuk yaitu Urea dan NPK.
"Kedua, perubahan komoditas yang mendapatkan pupuk bersubsidi menjadi sembilan komoditas yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao," terang Ali.
Pemerintah Perketat Penyaluran Pupuk Bersubsidi, Sudah Tepat?
Penyaluran pupuk subsidi kepada para petani diperketat, di tengah mahalnya harga pupuk global.
Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.10 Tahun 2022 Tentang Tata Cata Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan tata kelola pupuk bersubsidi.
Terganggunya rantai pasok barang dan jasa selama pandemi Covid-19, efek buruk secara ekonomi dan politik akibat perang Rusia-Ukraina, serta saran dan evaluasi Panja DPR-RI mengenai pupuk bersubsidi dan kartu tani merupakan alasan pemerintah menerbitkan aturan baru terkait pupuk subsidi.
Menanggapi hal itu, beberapa pengamat pertanian dan ekonomi berikan tanggapan cukup positif. Seperti yang dijelaskan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Abdul Rauf MP yang tidak mempersoalkan terkait peraturan tersebut. Menurutnya, hal yang terpenting bagi petani bukan hanya aturan tetapi juga ketersediaan pupuknya.
"Peraturan seperti apapun yang dibuat Pemerintah, petani tidak bisa tidak harus ikut atau patuh, bukan karena persoalan kebijakan makro," jelasnya kepada wartawan, Senin (18/7/2022).
Selain itu, Rauf juga tidak mempersoalkan soal jenis pupuk yang nantinya akan terfokus Urea dan NPK, karena unsur mineral tertentu memang dibutuhkan demi kesuburan tanaman.
"Apapun jenis pupuknya tidak masalah yang penting memiliki kandungan unsur hara esensial N, P, dan K (untuk tanaman pangan). Akan lebih baik bila diperhatikan juga yang mengandung unsur hara S (sulfur) untuk tanaman bawang. Yang penting harus dijamin kontinuitas ketersediaannya di lapangan serta pupuk yang disubsidi berorientasi pada kebutuhan hara bagi tanaman," lanjutnya.
Advertisement
Masukan ke Pemerintah
Namun, Rauf juga memberikan saran dan masukannya terhadap pemerintah, dalam hal ini pihak Kementan sebagai pihak yang menentukan alokasi penyaluran pupuk. Selain itu saran juga untuk Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yang memiliki tanggung jawab produksi dan distribusi pupuk bersubsidi tersebut harus lebih tanggap dalam menyediakan pasokan pupuk yang memadai.
"Saya juga sebagai Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kab. Deli Serdang selalu berada di lapangan (bersama petani) yang selalu mengeluhkan keberadaan atau ketersediaan pupuk yang mereka butuhkan," tutup Prof Rauf.
Sementara itu, pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surya Vandiantara pun berikan uraian serta dukungannya dalam kebijakan pupuk bersubsidi.
"Dalam persepektif ekonomi, Pementan No.10/2022 ini sangat jelas menunjukkan keberpihakan Kementerian Pertanian pada petani kecil yang memiliki luas lahan tidak lebih dari 2 hektar," jelasnya.
Lebih lanjut menurutnya, peranan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dipandang sebagai langkah kongkrit pemerintah dalam atasi ketidakmampuan petani kecil dalam memperoleh pupuk.
"Penetapan patokan HET untuk pupuk bersubsidi ini, tentunya dapat melindungi para petani kecil dari kenaikan harga pupuk yang tidak terkontrol. Sehingga para petani kecil bisa memaksimalkan keuntungan dari penurunan biaya produksi atas pembelian pupuk yang lebih murah," jelasnya singkat.