Sukses

Indonesia Jauh dari Krisis Ekonomi

Ekonomi Indonesia didukung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, kenaikan harga komoditas saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah optimistis Indonesia jauh dari jurang krisis ekonomi. Meski sejumlah negara di dunia saat ini tengah dihadapkan oleh ancaman krisis dampak geopolitik dan pandemi Covid-19.

Misalnya, Sri Lanka yang belakangan di label sebagai negara bangkrut. Bahkan, krisis ekonomi di negara tersebut menyebabkan kerusuhan.

Ekonomi Indonesia didukung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, kenaikan harga komoditas saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia, Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka,” ujar Piter kepada Liputan6.com, Rabu (20/7/2022).

Di sisi usaha, ekonomi Indonesia ditopang oleh sejumlah perusahaan pelat merah dan swasta yang sama-sama dinilai berkelas dunia. Sehingga ini jadi salah satu aspek penting dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional.

“Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga global. Semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia,” paparnya.

Dari sisi kebijakan, Piter memandang Indonesia memiliki kebijakan moneter dan fiskal yang terencana dengan cukup baik. Sehingga utang pemerintah juga tidak pernah melewati 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Dengan kinerja perekonomian yang konsisten, didukung kedisiplinan pemerintah mengelola fiskal, investor asing dan domestik tidak pernah kehilangan keyakinannya untuk membeli surat utang Indonesia, fiskal terjaga dengan terus berputarnya utang pemerintah,” bebernya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Pandemi

Lebih lanjut, Piter memandang Indonesia sempat masuk ke jurang resesi. Namun hal ini bisa kembali dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional. Diantaranya, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia yang mempercepat pemulihan ekonomi.

“Meskipun perekonomian dilanda resesi, sistem keuangan Indonesia relatif terjaga stabil. Response kebijakan yang terukur dari OJK mampu menjaga sistem keuangan tidak mengalami perburukan yang berarti,” terangnya.

“Indikator-indikator utama di pasar keuangan, industri perbankan, dan industri keuangan non bank selama pandemi masih menunjukkan kinerja yang relatif baik. Indikator-indikator utama tersebut antara lain adalah kualitas kredit atau pembiayaan (NPL dan NPF), permodalan, dan likuiditas,” tambah Piter.

Di sisi lain, kualitas kredit perbankan atau pembiayaan di lembaga pembiayaan selalu terjaga di level yang relatif aman. Meski sempat mengalami sedikit peningkatan akibat pandemi. Menurut catatan Piter, NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis 5 persen, selalu di kisaran 3 persen.

 

3 dari 4 halaman

Permodalan

Sementara itu, dari sisi permodalan, lembaga keuangan perbankan, lembaga pembiayaan dan asuransi masih memiliki kecukupan modal. CAR perbankan terjaga di atas 20 persen.

“Sementara gearing ratio industri pembiayaan dan RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum juga aman memenuhi threshold masing-masing industri,” ungkap dia.

Terakhir dari sisi likuiditas. Sistem keuangan Indonesia juga memenuhi batas-batas likuiditas yang dipersyaratkan. Rasio alat likuid perbankan terhadap non core deposit senantiasa berada di atas threshold (50 persen). Demikian juga dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga tidak pernah dibawah threshold 10 persen.

“Terjaganya stabilitas sistem keuangan ini juga yang membedakan Indonesia dengan Sri Lanka. Hal ini sekaligus menegaskan perekonomian Indonesia jauh dari kemungkinan kebangkrutan seperti Sri Lanka,” kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Potensi Resesi

Kendati banyak hal yang bisa menopang Indonesia sebelum jatuh ke jurang krisis ekonomi, Piter melihat satu potensi yang bisa memperburuk. Artinya, Indonesia bisa masuk ke kondisi krisis ketika tak mampu menahan harga bahan pokok dalam negeri.

“Kita tetap ada potensi resesi kalau pemerintah membiarkan inflasi naik tinggi yg bisa memangkas daya beli dan konsumsi masyarakat,” kata dia.

“Ini bisa terjadi kalau pemerintah memilih menaikkan harga barang 2 subsidi guna mengamankan APBN,” tambahnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.