Sukses

Tertinggi dalam 40 Tahun, Inflasi Inggris Sentuh 9,4 Persen di Juni 2022

Angka inflasi Inggris terbaru memberikan tekanan pada bank sentral Inggris atau Bank of England (BoE) untuk menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi Inggris secara tahunan melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun pada Juni 2022 karena kenaikan harga BBM dan pangan.

Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (20/7/2022) Indeks Harga Konsumen (CPI) Inggris melonjak menjadi 9,4 persen pada Juni 2022 dari 9,1 persen pada Mei 2022, menurut Kantor Statistik Nasional negara itu. 

Menurut analis, angka inflasi terbaru memberikan tekanan pada bank sentral Inggris atau Bank of England (BoE) untuk menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin, atau setengah poin persentase, pada pertemuan kebijakan berikutnya di bulan Agustus mendatang.

"Di Inggris, kami melihat pembacaan CPI yang mengejutkan dan tekanan ada pada Bank of England terkait langkah yang diperlukan sebelum terlambat untuk mengendalikan inflasi," kata Naeem Aslam, kepala analis pasar di Avatrade.

Sejauh ini, Bank of England telah menaikkan suku bunga utamanya sebanyak lima kali sejak Desember 2021, menaikannya menjadi 1,25 persen dari rekor terendah 0,1 persen.

Namun, Gubernur Bank of England Andrew Bailey pada Selasa (19/7) menyatakan bahwa "peningkatan 50 basis poin akan menjadi salah satu pilihan pada pertemuan berikutnya".

Selain inflasi, indeks harga eceran Inggris (RPI) juga naik menjadi 11,8 persen pada Juni 2022 dari 11,7 persen pada Mei 2022. 

Sebagai informasi, indeks harga eceran penting di negara itu karena mencakup pembayaran bunga hipotek yang digunakan oleh serikat pekerja dan pengusaha ketika menegosiasikan kenaikan upah.

"Ada banyak beban untuk anggaran rumah tangga karena tingkat inflasi yang tinggi terus melampaui pertumbuhan upah, menurunkan nilai pendapatan riil di seluruh Inggris," ungkap Yael Selfin, kepala ekonom di KPMG UK.

2 dari 3 halaman

Sebelum Inggris, AS Sudah Catat Inflasi Tertinggi dalam 40 Tahun

Inflasi Amerika Serikat melonjak hingga 9,1 persen pada Juni 2022, didorong kenaikan harga makanan dan BBM yang brlangsung di negara itu.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (14/7/2022) Consumer Price Index sebesar 9,1 persen selama 12 bulan terakhir hingga Juni 2022, merupakan peningkatan terbesar sejak November 1981, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.

Energi menyumbang setengah dari kenaikan harga di AS dalam sebulan, karena harga bensin melonjak 11,2 persen pada Juni 2022 dan 59,9 persen selama setahun terakhir.

Biaya energi di AS secara keseluruhan mencatat kenaikan tahunan terbesar sejak April 1980.

Ditambah lagi, perang Rusia-Ukraina telah mendorong harga energi dan pangan global lebih tinggi, serta harga gas AS bulan lalu mencapai rekor lebih dari USD 5 per galon.

Namun, biaya energi di AS telah mereda dalam beberapa pekan terakhir, yang dapat mulai mengurangi beberapa tekanan pada konsumen.

Tetapi bank sentral atau Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan melanjutkan kenaikan suku bunga agresifnya karena mencoba meredam lonjakan harga dengan mendinginkan permintaan sebelum inflasi naik lagi.

Di tengah naiknya inflasi, survei ekonomi The Fed juga menunjukkan kekhawatiran resesi yang meningkat. 

Laporan yang disebut sebagai Beige Book ini mengumpulkan pandangan dari 12 distrik The Fed, melihat pertumbuhan ekonomi akan berjalan biasa-biasa saja.

Adapun lima distrik yang mengkhawatirkan ada peningkatan risiko resesi.

"Serupa dengan laporan sebelumnya, prospek pertumbuhan ekonomi masa depan sebagian besar negatif di antara distrik yang melaporkan, dengan ekspektasi melemahnya permintaan lebih lanjut selama 6 hingga 12 bulan ke depan," kata laporan itu, dikutip dari CNBC International.

3 dari 3 halaman

Inflasi jadi Ancaman Nyata bagi Indonesia, Waspada!

Chief Economist Bank Permata Josua Pardede meminta adanya kewaspadaan atas tingginya inflasi yang bakal melebihi perkiraan tiga persen plus minus satu persen pada akhir tahun.

"Kita juga melihat ada beberapa risiko terkait dengan kenaikan inflasi global yang bisa berpotensi mempengaruhi inflasi domestik," kata Josua di Jakarta, Selasa.

Josua mengatakan tingginya inflasi bisa menjadi penghambat terbesar pertumbuhan ekonomi karena dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi secara keseluruhan.

Saat ini, tingginya laju inflasi menjadi perhatian khusus di berbagai negara karena berpotensi memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan dan memperketat likuiditas yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat inflasi pada Juni 2022 sebesar 0,61 persen, sehingga inflasi tahun ke tahun (yoy) mencapai 4,35 persen atau yang tertinggi sejak Juni 2017.

Bank Indonesia (BI) melalui Survei Pemantauan Harga juga mencatat inflasi untuk Juli 2022 hingga minggu kedua telah mencapai 0,59 persen karena tingginya harga cabai merah, bawang merah serta tarif angkutan udara.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan inflasi akhir tahun 2022 bisa berada pada kisaran 4,2 persen (yoy) atau melebihi sasaran tiga persen plus minus satu persen, karena pengaruh kondisi global.

Meski berpotensi melewati sasaran, ia menyakini kondisi inflasi Indonesia masih lebih baik dari negara-negara lain, karena adanya koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan dalam stabilisasi harga.