Sukses

Dibayangi Stagflasi, BI Ramal Ekonomi Global 2022 Cuma Tumbuh 2,5 Persen

Bank Indonesia memprediksi perekonomian global tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di tengah meningkatnya resiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi global lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di tengah meningkatnya resiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7/2022).

Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan sejalan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, yang terus berlangsung serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pada komoditas pangan.

“Berbagai negara terutama Amerika Serikat merespon peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter, dan kenaikan suku bunga yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan resiko stagflasi,” kata Perry.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yang disertai dengan peningkatan kekhawatiran resesi di Amerika Serikat.

“Dengan perkembangan tersebut, perkembangan ekonomi global tahun 2022 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 3,5 persen menjadi 2,5 persen,” ujarnya.

Sejalan dengan perkembangan tersebut ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dan mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara emerging market dan berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara itu, perekonomian domestik diperkirakan terus berlanjut meskipun dampak perlambatan ekonomi global perlu tetap diwaspadai. Perekonomian domestik pada triwulan II tahun 2022 diperkirakan terus melanjutkan perbaikan ditopang peningkatan konsumsi dan investasi non bangunan, serta kinerja ekspor lebih tinggi dibanding perkiraan awal.

Berbagai indikator dini pada Juni 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan ekspansi Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, mengindikasikan terus membaiknya pemulihan ekonomi domestik.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dari Sisi Eksternal

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya,  khususnya pada komoditas batu bara, besi baja, dan biji logam, didukung oleh permintaan ekspor  yang tetap kuat dan harga komoditas global yang masih tinggi.

Pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh perbaikan berbagai lapangan usaha, seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, transportasi dan pergudangan.

 Sementara itu secara spasial perbaikan ekonomi ditopang oleh seluruh wilayah terutama, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Kedepan perbaikan domestik didukung oleh peningkatan mobilitas, sumber pembiayaan, dan aktivitas dunia usaha. Namun, demikian perlambatan ekonomi global dapat berpengaruh terhadap kinerja ekspor. Sementara kenaikan inflasi dapat menahan peningkatan konsumsi swasta.

“Dengan perkembangan tersebut pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan bias ke bawah dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia tahun 2022, yaitu 4,5 persen sampai 5,3 persen,” pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Inflasi Dunia Menggila, Pemda Wajib Waspada

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia mengatakan kondisi ekonomi global saat ini tengah dilanda ketidakpastian yang tinggi. Hal ini tak terlepas dari akibat perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022 lalu. Akibatnya di dunia terjadi krisis pangan dan energi.

"Kondisi ekonomi global dan dunia ini tidak menentu karena perang Ukraina dan Rusia menimbulkan ketidakpastian," kata Bahlil dalam acara Pemberian NIB Pelaku UMKM Perseorangan di Medan, Sumatera Utara, Kamis (21/7).

Gejolak kenaikan inflasi di berbagai negara juga menjadi tantangan lain kondisi ekonomi global. Bahlil menyebut, inflasi di Amerika Serikat sudah mendekati 2 digit atau 9,1 persen. Tingkat inflasi tertinggi sejak tahun 1960-an di negeri Paman Sam.

Harga minyak dunia juga sudah lebih dari USD 100 per barrel. Padahal dalam APBN 2022, harga minyak dunia diasumsikan sekitar USD 70 dolar per barel.

Lonjakan harga minyak tersebut membuat penggunaan APBN tahun ini terkuras untuk membayar subsidi dan kompensasi. "Setahun kita subsidi ini bisa sampai Rp 400 triliun," kata dia.

Untuk itu dia meminta para kepala daerah dan pemerintah daerah mencermati kondisi global yang sedang terjadi. Ancaman krisis pangan menanti di depan mata.

"Hati-hati dengan kondisi ini, saya minta teman-teman dan pemda, perhatikan tentang pangan agar tidak ada krisis pangan," kata dia.

Meski begitu Bahlil masih optimis Indonesia tidak akan kekurangan bahan pangan. Lantaran masih banyak produk pangan lokal yang diproduksi di dalam negeri.

"Tapi tentang pangan kita punya bahan-bahan lokal banyak," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

4 dari 4 halaman

Tenang, Indonesia Masih Jauh dari Jurang Krisis Ekonomi

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad memandang Indonesia tak akan masuk ke jurang krisis ekonomi. Meskipun berbagai negara diprediksi terdampak dengan adanya krisis ekonomi global yang dipicu oleh memanasnya kondisi geopolitik global.

Kendati begitu, ada hal yang perlu dijaga oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV yang harus dijaga tetap positif.

“Resesi ekonomi indonesia tahun ini bisa dipastikan masih relatif aman, jika Pertumbuhan ekonomi Q3 dan Q4 masih Positif. Tentu hal tersebut akan dipengaruhi oleh supply dan demand,” katanya kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (21/7/2022).

Politisi dari Partai Gerindra itu mengamini resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara bisa berdampak pada Indonesia. Apalagi dengan status Amerika Serikat yang saat ini telah masuk ke resesi.

“Kita akan lihat dampaknya terhadap Tiongkok dan beberapa negara Asia yang merupakan mitra utama dagang Indonesia,” terangnya.

Adanya kenaikan komoditas global turut mempengaruhi tingkat ekonomi sejumlah negara. Meski begitu Kamrussamad memandang Indonesia masih diuntungkan, karena Indonesia menjadi salah satu penghasil komoditas yang diminati dunia.

Dua hal yang paling diminati adalah sektor energi. Yakni, batu bara dan minyak kelapa sawit. Walaupun untuk penyaluran Crude Palm Oil (CPO) tengah diupayakan untuk ditingkatkan.

“Saat ini indonesia masih diuntungkan oleh harga komoditas dunia meningkat sehingga neraca perdagangan meningkat positif,” ujarnya.