Liputan6.com, Kediri - Dunia tengah menghadapi krisis pangan dampak dari kisruh global yang terjadi. Sejumlah pihak bahkan menilai, krisis pangan saat ini bahkan jadi yang terburuk, lebih parah dibanding 2018 silam.
Kendati begitu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso situasi pangan di dalam negeri cenderung aman dari ancaman krisis. Terutama untuk berbagai komoditas bahan pokok seperti beras hingga jagung.
Baca Juga
Namun, pria yang akrab disapa Buwas tersebut tetap tak ingin lengah dengan situasi yang ada.
Advertisement
"Pangan harus diwaspadai, dan ini tidak main-main dengan Rusia-Ukraina berperang. Sehingga mempengaruhi secara keseluruhan. Dulu kita bisa impor gandum dari Rusia Ukraina, sekarang terhenti," ungkapnya saat berkunjung ke MRMP Kendal, Jawa Tengah, Kamis (21/7/2022).
Di satu sisi, Buwas memastikan kondisi pangan nasional aman. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi, surplus produksi pertanian Indonesia terjaga dan mengalami peningkatan.
"Pak presiden ulangi lagi, kita 3 tahun sudah tidak impor (beras). Tapi bukan terus kita terlena. Maka kita harus tetap menjaga ketahanan pangan kita," tegas Buwas.
"Dengan apa, meningkatkan produksi, tingkatkan CBP yang ada di Bulog, yang sekarang ini sedang digodok keputusannya, berapa pemerintah akan menyadangkan beras pemerintah. Sesuai keputusan Rakortas (target produksi beras) 1-1,5 juta ton. Kita sudah lebih, 1,1 juta ton," terangnya.
Menghadapi krisis pangan yang kini terjadi, ia tak ingin negara berpangku tangan pada produksi beras semata. Dia juga ingin hasil produksi bahan pokok pengganti lain semisal jagung dan singkong bisa ikut terdongkrak.
"Ada singkong, jagung, kentang, bahkan sagu, mustinya itu jadi kekuatan pangan kita. Harus dikelola sebagai kekuatan pangan menyeluruh. Jadi jangan beras saja," seru Buwas.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Cuma Antisipasi, Jokowi Ingin Krisis Pangan dan Energi jadi Peluang
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, menyampaikan hasil rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait krisis pangan dan energi yang harus menjadi perhatian, sekaligus peluang.
“Pertama tadi kami rapat dipimpin Bapak Presiden itu mengenai pangan dan energi. Melihat situasi dunia memang dua bidang ini harus sungguh-sungguh kita antisipasi. Nah, oleh karena itu, kita masih dalam suasana krisis dalam bidang pangan dan energi itu,” kata Zulkifli Hasan, saat ditemui di Jakarta, Senin (18/7/2022).
Oleh karena itu, kata Zulkifli, presiden Jokowi mengingatkan semua pihak harus memperhatikan sungguh-sungguh dalam mengantisipasi krisis tersebut. Selain itu, krisis itu juga bisa menjadi peluang bagi Indonesia.
Karena sebetulnya, krisis pangan dan energi jika dibicarakan secara mendetail ada solusinya. Misalnya, kekurangan komoditas cabai. Maka dipetakan daerah mana saja yang merupakan penghasil cabai paling banyak, yaitu Jawa Barat, maka Jawa Barat akan menjadi fokus Pemerintah.
Lalu, untuk penghasil kopi terbanyak ada di Sumatera Selatan dan Lampung, maka Pemerintah akan fokus ke daerah itu. Artinya, kata Zulkifli, antisipasi krisis ini bisa menjadi peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor.
“Sehingga bicaranya lebih detail, sehingga antisipasi ini bisa menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan produksi bahkan ekspor, gara-gara itu tentunya,” ujarnya.
Advertisement
CPO
Lebih lanjut, dalam rapat juga dibahas mengenai CPO, sawit, dan turunannya. Mendag Zulkifli menjelaskan, total produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) tahun 2022 ditargetkan mencapai 48 juta ton ditambah sisa stok tahun 2021 yakni 4 juta ton, maka totalnya 52 juta ton CPO.
“Nah, tadi sawit CPO itu kan total produksi kita 48 juta, sisa stok tahun lalu 4 juta, jadi 52 juta. Yang untuk B30 9 juta, yang untuk migor dalam negeri dan turunannya itu 9 juta. Nah, lainnya itu sebenarnya sudah hilir, sudah diproses ada yang dalam bentuk minyak, margarine, dll, itu 30,6 juta,” jelasnya.
Dari 52 juta ton tersebut, yang diekspor dalam bentuk CPO hanya 3,4 juta ton, artinya sedikit. Namun, meskipun sedikit masih terjadi hambatan tangka penuh, sehingga buah tandan segar ini harganya menjadi murah.
“Kita akan melakukan segala upaya agar tandan buah segar ini. Saya sudah hitung ya, harusnya harganya Rp 2.400 per kg harusnya. Oleh karena itu, Menteri keuangan sudah menghapus namanya pungutan ekspor, pungutan ekspor sudah dihapus yang Rp 200-nya sudah dihapus ya,” ujar Zulkifli.
“Jadi tidak ada alasan lagi harga buah tandan ini nantinya akan jadi di bawah Rp 2.000 per kg. Kalau itung-itungan saya harusnya Rp 2.000 sampai Rp 2.400 per kg harga TBS di tingkat petani. Tentu perlu waktu ya karena ini kan baru berlaku 2-3 hari ini,” pungkasnya.
Sri Mulyani Sepakat dengan Menkeu AS Janet Yellen: Perang Rusia-Ukraina Picu Krisis Energi dan Pangan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyebutkan bahwa perang Rusia-Ukraina berdampak ke semua negara. Bahkan saat ini krisis energi dan krisis pangan yang terjadi berasal dari perang kedua negara tersebut.
Saat bertemu dengan Janet Yellen, Sri Mulyani menjelaskan, negara manapun berhak mendapatkan akses terhadap pangan dan energi. Dua sektor ini harus bisa diakses siapapun dengan harga yang terjangkau.
"Penanganan krisis pangan dan energi di dunia harus diakselerasi karena sejatinya siapapun berhak untuk mengakses makanan dan energi secara terjangkau," kata Sri Mulyani dalam pertemuan bilateral RI dan AS di Nusa Dua, Bali, dikutip Minggu (17/7/2022).
Kondisi ini terjadi karena konflik di Ukraina yang jadi pemicu terus melambungnya harga energi dunia dan menyebabkan munculnya tantangan pada perekonomian global. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai opsi kebijakan perlu didiskusikan agar pasokan minyak dunia tetap terjaga dan harga minyak dunia dapat kembali kepada level sebelum konflik.
Selain membahas masalah pangan dan energi global keduanya juga membahas isu-isu energi dan lingkungan, serta kebijakan negara masing-masing terkait isu tersebut. Sri Mulyani menekankan pentingnya langkah konkret dan teknis.
Tidak sebatas pada ranah konseptual. Melainkan hingga mendukung implementasi peralihan penggunaan pembangkit listrik ke sumber energi yang ramah lingkungan yang membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
"Salah satunya adalah melalui kebijakan Energy Transition Mechanism (ETM) yang telah diinisiasi dan dicanangkan oleh Indonesia bersama Bank Pembangunan Dunia (Asian Development Bank/ADB)," kata dia.
Ia juga menegaskan, hasil dari Pertemuan Ketiga FMCBG akan dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dunia. Hal itu selaras dengan semangat Presidensi G20 Indonesia untuk terus bekerja keras dan berkontribusi dalam menangani berbagai permasalahan utama di dunia.
Ini sebagai bukti nyata atas signifikansi dan relevansi peran Presidensi G20 Indonesia untuk mencapai pemulihan ekonomi global secara bersama. Selaras dengan arah tema Presidensi G20 Indonesia, Recover Together, Recover Stronger.
Advertisement