Liputan6.com, Jakarta Sekarang ini, pemerintah tengah fokus pada pengembangan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang berasal dari air dan surya (matahari). Dua sumber ini dinilai paling menjanjikan karena bahan bakunya selalu tersedia.
"Jadi tahun-tahun terakhir ini kita mengarah ke air dan surya. Ini kan enggak akan habis dan ada terus," kata Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara, Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sumartono dalam Bincang Bareng DJKN, Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Baca Juga
Sebelumnya, kata Sumartono pemerintah tengah mengembangkan EBT dari limbah sawit atau palm oil mill effluent (POME). Namun belakangan ini tidak dilanjutkan karena bahan bakunya mulai langka.
Advertisement
"POME ini menggunakan limbahnya sawit tapi bahan bakunya susah, makanya sekarang mengarah ke air dan surya," kata dia.
Sumartono mengatakan kendala terbesar dalam mengembangkan EBT yakni ketersediaan infrastruktur jalan. Mengingat pemanfaatan EBT saat ini lokasinya di pelosok-pelosok daerah.
Walaupun dikembangkan masih di Pulau Jawa, namun infrastruktur belum begitu memadai. Salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) di Pekalongan, Jawa Tengah.
"PLTM di Pekalongan ini pas saya coba ke lokasi dari kota waktu tempuhnya ke lokasi bisa 2,5 jam karena perjalanannya ke gunung," kata dia.
Â
Lebih Murah
Padahal secara pemanfaatan, warga setempat sangat terbantu. Mereka hanya membayar iuran Rp 20.000 per rumah untuk menggunakan listrik dari PLTM. Jauh lebi murah dari menggunakan listrik dari PLN yang minimal Rp 100.000 per bulan.
"Ini contoh PLTM yang bagus," kata dia.
Hanya saja, yang menjadi catatan Sumantono ketersediaan infrastruktur jalan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Memang pemanfaatan EBT ditujukan untuk wilayah-wilayah pelosok. Namun tidak bermakna infrastruktur jalan terabaikan.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Menko Airlangga: Pengembangan EBT Jangan Hanya Andalkan APBN
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ingin agar pengenbangan energi baru terbarukan (EBT) menggunakan pembiayaan kreatif. Selama ini memang pengembangan energi bersih maish terbatas melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu green sukuk.
"Penting buat dorong ekonomi hijau bukan hanya dengan APBN berupa green sukuk tapi ada penggabungan dana internasional untuk mengembangkan energi baru terbarukan. Ini yang didorong pemerintah," kata Airlangga dalam Webinar Investasi Berkelanjutan dan Perdagangan Karbon: Peluang dan Tantangan, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Menko Airlangga sangat ingin pengembangan EBT menggunakan pembiayaan dari lembaga internasional. Mulai dari bantuan dana dari negara donor hingga bekerja sama dengan agensi tertentu untuk mendapatkan pembiayaan.
Pada sektor keuangan, Airlangga menyebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan taksonomi hijau Indonesia untuk mendukung peta jalan keuangan berkelanjutan 2021-2025.
"Ini menunjukkan Indonesia sebagai dengan yang punya standar ekonomi nasional," kata dia.
Di pasar modal, Airlangga menyebut saat ini tengah disusun infrastruktur dan perangkat atau instrumen khsuus untuk invetasi berkelanjutan.
"Ini bisa merebut pasar ekonomi hijau agar bisa berjalan dengan cepat," kata Airlangga Hartarto.
Berbagai skema tersebut disusun pemerintah dala rangka mempersiapkan transisi perdagangan karbon. Khsusnya untuk transisi penggunaan PLTU batubara ke pembangkit berbasis EBT.