Liputan6.com, Jakarta Pengusaha pinjaman online atau fintek pendanaan bersama tak ingin buru-buru merespon prediksi kenaikan suku bunga. Namun, kelompok pengusaha mengaku telah bersiap untuk menghadapi tantangan tersebut.
Sebelumnya, Bank Indonesia diprediksi akan melakukan penyesuaian terhadap tingkat suku bunga di dalam negeri. Ini menyusul kondisi ketidakpastian ekonomi global dan sejumlah negara yang telah lebih dulu menyesuaikan suku bunga acuan.
Baca Juga
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintek Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menyebut kenaikan suku bunga akan berdampak langsung. Namun, ia mengaku pihaknya tak mau terburu-buru bersikap.
Advertisement
"Memang ini menjadi concern kita, kalau interest-nya naik akan menghantam sektor riil, pertumbuhan pinjaman juga tidak akan bisa setinggi sebelumnya, jadi itu akan selalu memberik efek kalau ada kenaikan suku bunga," terang dia dalam konferensi pers, Jumat (22/7/2022).
Kendati ada ancaman tersebut, ia mengatakan tak mau pesimis terlalu awal. Di sisi lain keadaan tersebut juga bisa datang pada waktu yang tidak ditentukan.
Hal ini mengacu pada kondisi ekonomi global yang bisa saja tiba-tiba berdampak pada ekonomi dalam negeri.
"Ini bisa datang cepat atau lambat, bisa berdampak, tapi kita gak worry dulu, itu pasti akan ada efek dalam sektor riil, tapi tentu ada upaya untuk bisa absorb itu," ujarnya.
Untuk diketahui, sejumlah bank sentral negara di dunia telah melakukan penyesuaian terharap suku bunga acuannya. Hal ini menjadi alarm bagi Bank Indonesia untuk bersiap menaikkan suku bunga acuan meski perlu menimbang barbagai faktor lainnya.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Masih Tahan Suku Bunga
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo membeberkan alasan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Salah satunya karena pertimbangan inflasi Indeks Harga konsumen (IHK) dan inflasi inti.
"Bank Indonesia membuat keputusan suku bunga BI rate didasarkan kepada assesment dan proyeksi inflasi ke depan khususnya inflasi inti dan implikasinya pertimbangannya juga pada pertumbuhan ekonomi. Inilah yang kemudian kita sering pertimbangan-pertimbangan antara stabilitas dan growth kurva pilih, itu yang kami lakukan," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7).
Dalam konteks ini, Perry menegaskan bahwa bank sentral harus membedakan inflasi IHK dengan inflasi inti. Bulan lalu inflasi IHK di kisaran 4,35 persen tapi inflasi inti sebesar 2,63 persen. Inflasi inti adalah inflasi yang mencerminkan antara keseimbangan permintaan dan penawaran di dalam ekonomi nasional.
"Inflasi inti 2,63 persen menunjukkan meskipun permintaan di dalam negeri itu meningkat tapi masih terpenuhi dengan kapasitas produksi nasional. Di sinilah kenapa tekanan-tekanan inflasi dari fundamental yang tercerminkan pada inflasi inti masih terkelola," jelasnya.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Inflasi
Sementara, inflasi IHK yang 4,35 persen terutama diakibatkan oleh kenaikan harga pangan volatile food sebagai dampak dari harga komoditas pangan Global yang tinggi dan gangguan mata rantai pasokan.
"Pada bulan lalu inflasi volatile food mencapai lebih dari 10 persen, Administered Price tentu saja tergantung dari kebijakan fiskal dalam hal ini Harga energi, listrik, gas yang disubsidi tidak naik.Tetapi ada kenaikan harga-harga energi yang non subsidi pertamax maupun yang lain-lain," ungkapnya.
Sumber kenaikan inflasi dari IHK, terutama dari inflasi harga pangan karena dampak global dan juga kenaikan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah.
Hal itu juga yang mewarnai perkiraan perkiraan inflasi Indonesia ke depan. Menurutnya, tekanan-tekanan inflasi ke depan tentu saja lebih bersumber dari inflasi sisi penawaran yaitu, dari sisi harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi.
"Dengan perkembangan perkembangan harga komoditas dunia yang terus nai, disinilah kami perkirakan inflasi akhir tahun ini bisa lebih tinggi dari 4,2 persen (bahkan) bisa mencapai 4,5 -4,6 persen. Itu inflasi ihk sekali lagi karena kenaikan harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah," jelas Perry.
Sedangkan, perkiraan untuk inflasi inti masih dapat terjaga di dalam batas sasaran 2 – 4 persen, dalam arti belum melebihi 4 persen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi terus membaik ditopang oleh kinerja ekspor, konsumsi dalam negeri dan dari investasi.
"Namun demikian, kinerja ekspor akan dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global karena permintaan Global yang tentu saja akan terpengaruh dengan perlambatan ekonomi global, dan itu juga mempengaruhi kinerja ekspor secara riil ke depan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.