Sukses

DMO Minyak Goreng Bakal Dicabut, Tapi Ada Syaratnya

Petani sawit kirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo yang berisi beberapa permintaan, mulai dari pencabutan kewajiban DMO hingga penghapusan pungutan ekspor.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) berniat mencabut kebijakan kewajiban pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk minyak goreng dan produk turunannya. Itu agar keran ekspor minyak goreng bisa kembali berjalan lancar.

Namun, Staf Khusus Menteri Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, Mendag Zulkifli Hasan meminta pelaku usaha minyak goreng untuk terlebih dahulu memenuhi komitmen yang diutarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Memang, Pak Menteri itu berangan-angan untuk mencabut DMO. Tetapi ada komitmen dari pelaku usaha. Komitmennya itu lah yang ditunggu Pak Menteri, untuk memastikan apa yang diarahkan Presiden itu, pastikan pasokan di dalam negeri ada dulu," ujarnya dalam sesi webinar, Senin (25/7/2022).

"Jadi kapan, adalah setelah adanya kepastian dan komitmen dari para pelaku industri minyak goreng, memastikan arahan Presiden yaitu memprioritaskan rakyat, sediakan harga minyak goreng dengan harga terjangkau. Kalau itu sudah terwujud, maka tidak ada lagi DMO," tuturnya.

Untuk diketahui, petani sawit telah kirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berisi beberapa permintaan, mulai dari pencabutan kewajiban DMO hingga penghapusan pungutan ekspor (PE).

Surat ini disampaikan oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) kepada Jokowi pada Kamis (14/7/2022). Dalam surat tersebut, terdapat 5 saran kepada pemerintah demi keberlanjutan kesejahteraan para petani dan buruh sawit.

"Perlu dilakukan langkah strategis kebijakan dalam upaya percepatan menseimbangkan antara ketersediaan, kebutuhan dan keterjangkauan minyak goreng dengan tata kelola perkelapasawitan Indonesia," demikian dikutip dari surat petani sawit kepada Jokowi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

DMO dan DPO Bikin Ekspor CPO Melempem, Pemerintah Bilang Begini

Pemerintah buka suara mengenai adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), yang dianggap telah membuat keran ekspor CPO (minyak sawit mentah) yang memang sudah dibuka menjadi terhambat.

Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenko Marves, Firman Hidayat, mengatakan kunci untuk meningkatkan harga Tandan Buah atau TBS sawit adalah akselerasi ekspor CPO.

Menurut laporannya, angka alokasi ekspor yang diberikan untuk Juni 2022 sudah mencapai 3,4 juta ton, baik melalui program transisi atau flush out.

"Angka persetujuan ekspor yang sudah terbit mencapai di angka 1,8 juta ton. Namun realisasi ekspor masih membutuhkan waktu disebabkan oleh berbagai faktor eksternal," ujar Firman dalam keterangan tertulis, Rabu (29/6/2022).

Lebih rinci, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, kebijakan DMO dan DPO telah diperbaiki sesuai dengan isi dari yang Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 997 Tahun 2022 tentang Penetapan DMO dan DPO dalam rangka Program minyak goreng curah rakyat (MGCR).

"DMO menjadi kewajiban bagi eksportir untuk menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau di masyarakat, khususnya bagi usaha kecil dan mikro. Jika pemenuhan DMO sudah terpenuhi, maka eksportir langsung dapat hak ekspor 5 kali lipat dari DMO yang sudah mereka penuhi," paparnya.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Sanksi DMO

Oke menambahkan, jika eksportir tidak menjalankan kewajiban DMO yang ditetapkan, maka hak ekspornya juga akan dikurangi.

Pada sisi yang lain sempat dijelaskan juga terkait adanya harga TBS sawit yang sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Untuk itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ditetapkan harga TBS yang harus dibeli dari petani sebesar Rp1.600 per kilogram.

"Atas arahan Presiden tersebut dan demi membantu para petani, kami mengajak pengusaha-pengusaha untuk membeli TBS pada harga Rp1.600 per kilogram. Langkah ini dilakukan oleh pemerintah agar produk sawit yang dimiliki oleh petani sawit dapat terus bersaing dan mampu menyejahterakan petaninya," tuturnya.

Â