Sukses

Kurs Rupiah Amblas 4,9 Persen, Bank Indonesia Masih Tenang

Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 20 Juli 2022 nilai tukar rupiah terdepresiasi atau melemah 4,9 persen dibandingkan posisi akhir 2021.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 20 Juli 2022 nilai tukar rupiah terdepresiasi atau melemah 4,9 persen dibandingkan posisi akhir 2021.

Kendati begitu, Kepala Grup Dept. Ekonomi & Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma, mengatakan, depresiasi rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan mata uang negara-negara berkembang lainnya.

“Namun kalau kita bandingkan tingkat depresiasi negara-negara tetangga, kita relatif lebih baik dibanding negara lain. Contoh, sampai 20 Juli secara point to point kita terdepresiasi 4,9 persen, namun negara seperti Malaysia 6,42 persen, India 7,05 persen, Thailand 8,93 persen, jadi relatif kita lebih baik dari hal itu,” kata Wira dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7/2022).

Hal itu disebabkan karena ketidakpastian di pasar keuangan yang masih tinggi, sehingga menyebabkan aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia menjadi tertahan.

“Tapi secara umum sektor eksternal kita yang digambarkan oleh neraca pembayaran Indonesia itu masih solid. Namun karena portofolio terjadi capital outflow itu menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar,” ujarnya.

Meski demikian, yang perlu diwaspadai Indonesia adalah inflasi. Sebab hingga kini inflasi terus meningkat, tercatat pada Juli mencapai 4,53 persen.

“Tapi kita lihat sumber inflasinya itu disebabkan oleh imported inflation dengan harga komoditas global yang meningkat,” katanya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Inflasi

Imported inflation adalah salah satu jenis inflasi yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar sehingga berdampak pada naiknya harga impor dari luar negeri.

Disisi lain, Wira menegaskan, untuk komponen inflasi yang lain, seperti core inflasi atau inflasi inti masih pada sasarannya. Kemudian, adanya exchange rate pass-through membuat nilai tukar yang semakin terdepresiasi.

“Hal ini juga menyebabkan menambah tekanan inflasi. Hal-hal inilah yang harus menjadi pertimbangan kita,” ujarnya.

Sebagai informasi, Exchange rate pass-through (ERPT) adalah persentase perubahan harga (domestik, impor maupun ekspor) sebagai akibat dari perubahan satu persen dalam kurs. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Rupiah Perkasa, Keluar dari Level 15.000 per Dolar AS

Sebelumnya, Nilai tukar rupiah menguat pada Senin pagi menguat seiring pelaku pasar yang menanti hasil rapat bank sentral AS The Fed yang akan digelar tengah pekan ini.

Kurs rupiah pagi ini bergerak menguat 29 poin atau 0,19 persen ke posisi 14.985 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.014 per dolar AS.

"Pelaku pasar bersiap untuk pekan tersibuk untuk pendapatan perusahaan di AS dan kenaikan suku bunga lebih lanjut yang diharapkan pada keputusan suku bunga Federal Reserve," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dikutip dari Antara, Senin (25/7/2022).

The Fed secara luas diperkirakan akan memberikan kenaikan 75 basis poin setelah menyimpulkan pertemuan kebijakan dua hari pada Rabu ini

Sementara itu, outlook melemahnya pertumbuhan ekonomi global akan memaksa banyak bank sentral untuk meninggalkan rencana pengetatan agresif

Dolar AS turun sejak awal minggu ini dan penurunan tersebut dipercepat setelah Bank Sentral Eropa (ECB) pada tengah pekan lalu bergabung dengan banyak bank sentral lainnya dalam menaikkan suku bunga, dalam fokus memerangi inflasi yang tidak terkendali daripada mencegah penurunan ekonomi.

Penurunan dolar AS pada akhir pekan lalu terjadi karena data sektor jasa AS yang lebih lemah dari perkiraan membebani sentimen dalam mata uang.

S&P Global mengatakan pembacaan pada sektor jasa terbaru turun menjadi 47 versus perkiraan 52,6 dan angka sebelumnya 52,7.

Data layanan AS yang buruk mengindikasikan ekspektasi bahwa The Fed tidak akan memaksakan kenaikan suku bunga 100 basis poin untuk Juli, setelah taruhan awal untuk rekor kenaikan tersebut.

Pada Jumat (22/7), rupiah ditutup menguat 23 poin atau 0,15 persen ke posisi 15.014 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.037 per dolar AS.

4 dari 4 halaman

BI Siap Terbitkan Rupiah Digital, Simak Tahapannya!

Bank Indonesia (BI) segera menerbitkan konseptual desain mata uang digital bank sentral, yaitu rupiah digital. Tercatat ada tiga aspek utama yang sedang disiapkan BI sebelum resmi menerbitkan rupiah digital untuk transaksi.

"Ada tiga aspek yang kami persiapkan untuk rupiah digital. Satu aspek sudah selesai, dan kami dalam tahap finalisasi untuk merilis yaitu konseptual desain dari digital rupiah," katanya Gubernur BI Perry Warjiyo seperti dikutip Jumat (22/7/2021).

Aspek kedua, BI tengah mempersiapkan untuk mengintegrasikan infrastruktur sistem pembayaran dan pasar keuangan agar terkoneksi, terintegrasi, dan interoperabilitas dengan rupiah digital.

"Nomor dua adalah mengintegrasikan infrastruktur sistem pembayaran dan pasar keuangan agar terkoneksi, interkoneksi, terintegrasi," ujarnya.

Terakhir, sebelum menerbitkan rupiah digital yang harus diperhatikan yaitu soal pilihan teknologi. "Dan yang ketiga pilihan tentu saja adalah pilihan teknologinya," imbuh Perry.

Lebih lanjut, Perry menjelaskan soal konseptual desain rupiah digital yang direncananya akan diterbitkan dalam bentuk wholesale. Dengan demikian, rupiah digital yang diterbitkan oleh bank sentral bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sama seperti rupiah dalam bentuk kertas.

"BI akan menerbitkan digital rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Alat pembayaran yang sah di negeri ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD), UU mata uang dan UU Bank Indonesia," tegasnya.