Sukses

Indonesia Masih Selamat dari Ancaman Krisis Pangan

Secara umum kondisi pangan di Indonesia di 2022 relatif aman. Namun memang beberapa komoditas masih dipenuhi dengan impor.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa negara di belahan dunia tengah memasuki kondisi krisis pangan akibat pandemi Covid-19, konflik geopolitik dan perubahan iklim. Namun ekonom dari CORE Indonesia melihat Indonesia masih jauh dari krisis pangan.

Peneliti CORE Indonesia Dwi Andreas Santosa menjelaskan, secara umum kondisi pangan di Indonesia di 2022 relatif aman. Namun memang beberapa komoditas masih dipenuhi dengan impor.

Dampak pandemi dan perubahan iklim, produksi serealia dan biji-bijian kasar dunia diperkirakan menurun di 2022 pada kisaran 0,4 persen hingga 1 oersen.

“Untuk produksi gandum turun 1 persen dari 778,3 juta ton menjadi 770,3 juta ton, hal ini dikarenakan kekeringan yang terjadi di Uni Eropa, peningkatan produksi di Kanada dan Australia karena iklim yang mendukung,” terang Andreas, Rabu (27/7).

Sementara untuk produksi minyak nabati pada 2022 hingga 2023 akan mengalami peningkatan dari 600,33 juta ton menjadi 643,07 juta ton. Produksi kedelai juga mengalami kenaikan.

Andreas pun menerangkan harga minyak sawit dunia mengalami penurunan yang cukup tajam yang dikarenakan kebijakan pemerintah melarang ekspor.

“Harga minyak nabati dunia diperkirakan turun terus hingga 2023. Sementara turunnya harga minyak sawit dunia yang tajam merupakan akibat kebijakan pemerintah Indonesia yang menutup ekspor dan kemudian membuka lagi yang disertai program akselerasi ekspor,” terangnya.

Lebih lanjut, ia membeberkan bahwa impor pangan dan defisit neraca perdagangan pangan akan meningkat dibandingkan tahun 2021. Kemudian apabila panen padi mengalami gadu terganggu maka harga beras akan naik relatif tinggi mulai Agustus 2022 hingga Januari 2023.

“Para petani kita selalu mendapatkan harga yang sangat rendah, coba sekali-sekali naikan,” tambahnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

3 Isu Pangan Bakal Dibahas Dalam Pertemuan G20

Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir, ancaman perubahan iklim hingga konflik geopolitik yang terjadi baru-baru ini mengakibatkan ancaman krisis pangan global dan energi.

Kondisi multidimensi ini melatarbelakangi inisiatif untuk mengintensifkan komitmen bersama negara G20 dalam membangun sistem pertanian berkelanjutan serta meningkatkan ketahanan pangan.

Untuk itu, sebagai Ketua kelompok kerja pertanian (Agriculture Working Group-AWG), Kementerian Pertanian melalui pertemuan tingkat deputi (Agriculture Deputy Meeting-ADM) ke-2 mengajak negara anggota G20 membahas elemen penting draf komunike/deklarasi Menteri Pertanian G20 Presidensi Indonesia tahun 2022.

Ada tiga isu prioritas utama bidang pertanian yang akan dibahas dalam ADM Ke-2 yang digelar pada tanggal 27-28 Juli 2022 di Yogyakarta secara hybrid.

Isu pertama, Kementerian Pertanian akan mengajak negara anggota untuk mempromosikan resiliensi dan keberlanjutan dari sistem pangan global.

“ Gejolak pangan yang terjadi saat ini menguji ketahanan pangan di banyak negara, untuk itu diperlukan transformasi sistem pangan yang mampu membantu meningkatkan daya tahan terhadap ketersediaan pangan, kecukupan kalori dan protein,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian sekaligus ketua delegasi ADM RI, Kasdi Subagyono di Yogyakarta, Selasa (26/7/2022)

Selanjutnya, Kasdi menyebutkan isu kedua yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah terkait sistem perdagangan pertanian yang terbuka, adil, dapat diprediksi, dan transparan untuk keterjangkauan pangan.

“ Gejolak harga pangan yang berfluktuasi serta maraknya restriksi ekspor yang dilakukan oleh beberapa negara produsen pangan, semakin membuat disrupsi ketersediaan pangan global menjadi tidak terkendali, “ ungkapnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Prioritas Pertanian Lain

Isu prioritas pertanian ketiga yang tak kalah penting adalah pengembangan agripreneurial inovatif melalui digitalisasi pertanian untuk meningkatkan penghidupan petani khususnya di daerah pedesaan.

Menurut Kasdi pemanfaatan teknologi dan inovasi termasuk digitalisasi pertanian mempunyai peran penting dalam mendorong peningkatan produksi secara berkelanjutan.

“ Digitalisasi pertanian dapat menjadi motor penggerak untuk menarik generasi muda dan perempuan agar berpartisipasi dalam kegiatan produktif dan berkontribusi bagi kemajuan sektor pertanian, “ ungkap Kasdi

Tingginya harga energi dan pupuk yang diprediksi akan berlangsung lebih lama, turut memicu kenaikan harga pangan global.

Apabila hal ini terjadi, Kasdi mengungkapkan prediksi berbagai lembaga internasional terkait lonjakan jumlah penduduk miskin dunia merupakan sebuah keniscayaan.

“ Melalui forum G20 ini, diharapkan dapat menghasilkan komitmen yang dapat mendorong implementasi isu prioritas utama yang diangkat, “ tegas Kasdi

Dukungan terhadap isu-isu yang akan dibahas sudah dilakukan oleh Kementan sejak bulan November tahun lalu, untuk itu Kasdi berharap ADM ke-2 nantinya dapat memberikan kontribusi nyata dalam mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi serta mendukung ketahanan pangan di tingkat global.

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com