Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin atau 1 persen di 2022. Kenaikan bunga acuan dilakukan secara bertahap.
"BI rate kita masih 3,5 persen, kemungkinan akan mengalami kenaikan sekitar 100 basis poin tahun ini sampai akhir tahun," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Berbagai negara di dunia memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed tahun ini akan kembali menaikkan suku bunga dari yang saat ini sebesar 1,75 persen. Sampai akhir 2022, tingkat suku bunga di AS bisa mencapai 2,75 persen-4,5 persen.
Advertisement
"Proyeksi suku bunga seluruh dunia untuk fed fund akan naik dari 1,75 persen mencapai 2,75 persen-4,5 persen.
Selain itu, kondisi US Treasurry tahun ini juga akan mengalami kenaikan 2 kali lipat dari yang saat ini sebesar 2,99 persen. Kenaikannya diperkirakan mencapai 200 bps. Begitu juga dengan Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia diperkirakan juga akan mengalami kenaikan.
"SUN 10 tahun juga akan mengalami kenaikan tapi kenaikannya hanya 0,300 bps," kata dia.
Untuk itu, Sri Mulyani menilai sulit jika Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen sampai akhir tahun. Sebab meski kondisi Indonesia relatif stabil, namun kondisi global justru sebaliknya.
"Jadi kalau kita lihat Indonesia bisa mempertahankan level dari interest rate meskipun tentu saja dalam situasi sunia yang sedang berguncang," kata dia mengakhiri.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Diprediksi Menaikkan Suku Bunga di Kuartal III-2022
Ekonom Bank Permata Josua Pardede, memprediksi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 75 bps, pada kuartal III hingga akhir tahun 2022.
"Hingga akhir tahun BI berpotensi menaikkan suku bunga BI7RR sebesar 75 bps mempertimbangkan inflasi fundamental yang meningkat melampaui level 3 persen pada kuartal III-2022 ini," kata Josua krpada Liputan6.com, Selasa (26/7/2022).
Menurutnya, meskipun BI menaikkan suku bunganya pada kuartal III-2022, terdapat time lag dalam hal transmisi suku bunga acuan ke suku bunga perbankan.
Hal ini berdampak terhadap sektor riil (konsumsi dan investasi) akan terefleksi pada akhir kuartal IV 2022 atau awal tahun 2023.
"Namun demikian, kenaikan suku bunga acuan akan menjangkar ekspektasi inflasi serta mendorong stabilitas nilai tukar rupiah," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menekankan, dengan dipertahankan suku bunga BI artinya belum mendorong peningkatan cost of borrowing yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi.
Di saat bersamaan, akan tetap mendorong permintaan kredit/pembiayaan dari sektor riil terhadap sektor jasa keuangan.
“Meskipun demikian, mempertimbangkan bahwa Fed berpotensi menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75bps pada rapat FOMC bulan ini, maka selisih suku bunga antara Fed dan Bank Indonesia cenderung melebar yang berpotensi mendorong penguatan dollar AS,” katanya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Hitungan
Kendati begitu, real policy rate dari suku bunga Fed yakni suku bunga Fed nominal dikurangi dengan tingkat inflasi AS masih tercatat negatif.
Dengan mengasumsikan suku bunga nominal AS pada bulan Juli ini menjadi 2,5 persen, dan dengan tingkat inflasi AS per Juni yang berkisar 9,1 persen, maka real policy rate Fed tercatat sebesar 2,5-9,1 persen = -6,6 persen.
Sementara itu dibandingkan dengan suku bunga nominal BI saat ini, yakni 3,50 persen dan dengan tingkat inflasi 4,35 persen, maka real policy rate BI sebesar 3,5-4,35 persen = -0,85 persen.
Dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid dimana first line of defense, mengingat kondisi first line of defense yang diukur dengan cadangan devisa seperti rasio cadangan devisa/M2, cadangan devisa/impor, cadangan devisa/GDP dan cadangan devisa/utang jangka pendek, menunjukkan bahwa pasar keuangan indonesia memiliki buffer yang dapat menahan capital flight dari pasar keuangan Indonesia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com