Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memperkirakan angka inflasi Indonesia di 2022 capai 4,5 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah dalam UU APBN Tahun Anggaran 2022 yakni sebesar 3 persen.
"Laju inflasi 2022 diperkirakan 3,5 persen sampai 4,5 persen ini lebih tinggi dari proyeksi awal APBN 2022," kata Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Baca Juga
Kenaikan harga komoditas global sangat berpotensi meningkatkan harga-harga komoditas domestik. Sehingga dalam hal ini pemerintah tengah mewaspadai perkembangan harga terkini dan melakukan upaya menstabilkan harga pangan.
Advertisement
Tujuannya agar kenaikan harga komoditas ini tidak langsung berdampak kepada masyarakat atau konsumen.
"Ini adalah strategi dan arahan dari kebijakan pemerintah, bersama dengan DPR agar saat tekanan di harga global APBN sebagai shock absorber menjaga daya beli masyarakat," tutur Febrio.
Sehingga pemerintah bisa memastikan momentum pemulihan ekonomi terjaga. Dalam konteks ini kata Febrio, pemerintah telah mampu menjaga daya beli masyarakat karena kenaikan inflasi yang terjadi sekarang masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
"Dalam menjaga daya beli masyarakat tercermin di inflasi dibandingkan banyak negara tadi," kata dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Prediksi Inflasi IHK 2022 Bisa Tembus 4,6 Persen
Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi 2022, yakni inflasi Indeks Harga konsumen (IHK) di kisaran 4,2 persen hingga 4,6 persen. Sedangkan, inflasi inti diprediksi mencapai 2-4 persen.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7/2022).
Perry menjelaskan, harus bisa membedakan antara inflasi IHK dengan inflasi inti. Bulan lalu inflasi IHK di kisaran 4,35 persen tapi inflasi inti sebesar 2,63 persen. Inflasi inti adalah inflasi yang mencerminkan antara keseimbangan permintaan dan penawaran di dalam ekonomi nasional.
“Inflasi inti 2,63 persen menunjukkan meskipun permintaan di dalam negeri itu meningkat tapi masih terpenuhi dengan kapasitas produksi nasional. Disinilah kenapa tekanan-tekanan inflasi dari fundamental yang tercerminkan pada inflasi inti masih terkelola,” kata Perry.
Sementara, inflasi IHK sebesar 4,35 persen terutama diakibatkan oleh kenaikan harga pangan volatile food sebagai dampak dari harga komoditas pangan Global yang tinggi dan gangguan mata rantai pasokan.
“Pada bulan lalu inflasi volatile food mencapai lebih dari 10 persen, administered prices tentu saja tergantung dari kebijakan fiskal dalam hal ini Harga energi, listrik, gas yang disubsidi tidak naik. Tetapi ada kenaikan harga-harga energi yang non subsidi pertamax maupun yang lain-lain,” jelasnya.
Inilah sumber kenaikan inflasi dari IHK, terutama dari inflasi harga pangan karena dampak global dan juga kenaikan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sisi Penawaran
BI juga memperkirakan tekanan-tekanan inflasi ke depan akan lebih bersumber dari inflasi sisi penawaran yaitu, dari sisi harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi. Dengan perkembangan perkembangan harga komoditas dunia yang terus naik.
“Disinilah kami perkirakan inflasi akhir tahun ini bisa lebih tinggi dari 4,2 persen (bahkan) bisa mencapai 4,5 -4,6 persen itu inflasi IHK. Sekali lagi karena kenaikan harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah,” ujarnya.
Sedangkan perkiraan inflasi inti masih dapat terjaga di dalam batas sasaran 2 – 4 persen, dalam arti belum melebihi 4 persen.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com