Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah menguat usai Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Rupiah menguat 72 poin atau 0,48 persen ke posisi 14.938 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.010 per dolar AS.
Baca Juga
"Kenaikan ini tampaknya sudah priced in, sehingga direspons positif oleh pasar," kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri dikutip dari Antara, Jakarta (28/7/2022).
Advertisement
Ia mengungkapkan perdagangan valuta asing (valas) global saat ini dipengaruhi kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps), sesuai ekspektasi.
Kenaikan suku bunga 75 basis poin yang diumumkan oleh Otoritas Moneter AS pada Rabu (27/7), ditambah dengan tindakan sebelumnya pada Maret, Mei, dan Juni, kini telah mendongkrak suku bunga acuan bank sentral dari mendekati nol ke level antara 2,25 persen dan 2,50 persen.
Kenaikan bunga AS tersebut adalah pengetatan kebijakan moneter tercepat sejak mantan Ketua Fed Paul Volcker berjuang melawan inflasi dua digit pada 1980-an. Penyembuhannya kemudian melibatkan resesi berturut-turut.
Kendati begitu, The Fed menambahkan sinyal kenaikan suku bunga ke depan tidak akan seagresif dua bulan terakhir yang sebesar 75 bps dan melihat kemungkinan resesi AS mengecil karena membaiknya fundamental ekonomi Negeri Paman Sam.
Dolar AS pun melemah di dekat level terendah tiga minggu terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada Kamis pagi, setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell meredakan kekhawatiran pedagang tentang berlanjutnya pengetatan moneter yang agresif.
Indeks dolar AS sedikit lebih tinggi pada 106,54 di awal perdagangan Asia setelah turun 0,59 persen semalam. Di bawah 106,1 akan menjadi yang terendah sejak 5 Juli.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Terus Tahan Bunga Acuan, Rupiah Bisa Jeblok Dalam
Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan pada RDG bulan Juli di angka 3,50 persen. Langkah yang dijalankan BI ini berpotensi mendorong penguatan dolar AS dan menekan rupiah.
Dia menjelaskan, meskipun inflasi Juni tercatat melampaui target inflasi BI yakni 3±1 persen, inflasi inti yang merupakan proxy dari inflasi fundamental belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
“Tren kenaikan inflasi domestik sangat dipengaruhi oleh faktor supply yang secara umum berpotensi mengalami normalisasi kedepannya. Selain itu, bank Indonesia juga implementasi kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Josua kepada Liputan6.com, Selasa (26/7/2022).
Lebih lanjut, surplus neraca dagang pada kuartal II 2022 yang tercatat USD 15,6 miliar, meningkat dari kuartal sebelumnya yang tercatat surplus USD 9,3 miliar, memberikan indikasi bahwa neraca transaksi berjalan pada kuartal II-2022 diperkirakan tercatat surplus.
Surplus neraca transaksi berjalan Indonesia sejak kuartal III-2021, yang ditopang oleh tren kenaikan harga komoditas mengindikasikan bahwa kondisi keseimbangan eksternal tetap solid,
Advertisement
Langkah The Fed
Dengan dipertahankan suku bunga BI artinya belum mendorong peningkatan cost of borrowing yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi.
Di saat bersamaan, akan tetap mendorong permintaan kredit atau pembiayaan dari sektor riil terhadap sektor jasa keuangan.
“Meskipun demikian, mempertimbangkan bahwa Fed berpotensi menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin pada rapat FOMC bulan ini, maka selisih suku bunga antara Fed dan Bank Indonesia cenderung melebar yang berpotensi mendorong penguatan dolar AS,” katanya.
Kendati begitu, real policy rate dari suku bunga Fed yakni suku bunga Fed nominal dikurangi dengan tingkat inflasi AS masih tercatat negatif. Dengan mengasumsikan suku bunga nominal AS pada bulan Juli ini menjadi 2,5 persen, dan dengan tingkat inflasi AS per Juni yang berkisar 9,1 persen, maka real policy rate Fed tercatat sebesar 2,5-9,1 persen = -6,6 persen.
Sementara itu dibandingkan dengan suku bunga nominal BI saat ini yakni 3,5 persen dan dengan tingkat inflasi 4,35 persen, maka real policy rate BI sebesar 3,5-4,35 persen = -0,85 persen.
Dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid dimana first line of defense, mengingat kondisi first line of defense yang diukur dengan cadangan devisa seperti rasio cadangan devisa/M2, cadangan devisa/impor, cadangan devisa/GDP dan cadangan devisa/utang jangka pendek, menunjukkan bahwa pasar keuangan indonesia memiliki buffer yang dapat menahan capital flight dari pasar keuangan Indonesia.
Lebih lanjut, Bank Indonesia juga mendorong penguatan second line of defense dengan bekerjasama dan berkoordinasi dengan bank sentral global khsusnya terkait dengan perjanjian swap bilateral yang pada akhirnya akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.