Liputan6.com, Jakarta Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN memutuskan untuk menghapus program studi Bea Cukai dan Pajak pada tahun ajaran baru ini. Alasan penghapusan program studi ini, karena salah satunya perilaku negatif siswa.
Ini diungkapkan Direktur PKN STAN, Rahmadi Murwanto yang menjelaskan terkait polemik penghapusan jurusan atau prodi Bea Cukai dan Pajak.
Adapun perilaku negatif yang salah satunya menjadi pertimbangan penghapusan prodi bea cukai dan pajak karena ada keinginan dari mereka memperoleh gaji besar sehingga sengaja mengincar menjadi PNS di Bea Cukai dan Pajak.
Advertisement
"Ada motivasi dari awal masuk untuk mengincar posisi menjadi pegawai pajak dan Bea Cukai karena gajinya lebih besar, bukannya mereka mengabdi jadi ASN dimanapun mereka berada. Ini termasuk perilaku negatif," ujar Rahmadi Murwanti melansir laman Belasting.id, dikutip dari Instagram Live Beasiswa OSC, Senin (25/7/2022).
Menurut Rahmadi, motivasi masuk PKN STAN dengan sengaja mengincar posisi PNS tertentu agar nantinya mendapatkan gaji tinggi saja dinilai sudah negatif.
Penghasilan PNS di Kementerian Keuangan, lanjut Rahmadi, sejatinya bisa terus menyesuaian apabila seseorang bekerja dengan serius dan mengabdi sebagai seorang ASN.
Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), pada masa lalu memang membutuhkan unit pegawai eselon 1 yang banyak dihasilkan dari mahasiswa D1 dan D3 STAN.
Sehingga PKN STAN membuka banyak porsi untuk mahasiswa di program studi pajak dan bea cukai.
Namun, seiring dengan berjalanannya waktu, motivasi dari mahasiswa ikut berubah. Mereka masuk STAN agar diterima menjadi pegawai pajak dan Bea Cukai yang memiliki gaji besar.
Saat ini, pemerintah mengeluarkan belanja untuk sistem Informasi Teknologi. Sehingga kebutuhan SDM berkurang.
PKN STAN saat ini hanya membuka 3 prodi, yakni akuntansi sektor publik, manajemen keuangan negara, dan manajemen aset publik.
Ketiganya, menurut Rahmadi masih dibutuhkan untuk mengisi kekosongan di kementerian-kementerian
Di Hadapan Mahasiswa STAN, Banyak Negara Habis-habisan Hadapi Covid-19
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan jika seluruh negara-negara di dunia sedang mengalami situasi yang sulit. Usai menghadapi pandemi Covid-19 kemudian berlanjut dengan kondisi geopolitik perang Rusia Ukraina.
Ini diungkapkan Sri Mulyani saat menghadiri acara Kick Off Kerjasama PKN STAN dan Kementerian Desa PDT di Tangerang, Rabu (22/6/2022).
Indonesia dikatakan kini sedang hidup di dunia yang sedang bergerak dan berubah. Sebagai contoh adanya perang di Ukraina yang memberikan imbas besar bagi dunia.
Ini karena negara yang sedang berperang memegang peranan penting. Mulai dari produsen energi dunia nomor tiga terbesar, produsen gandum, pupuk hingga minyak goreng nonsawit terbesar dunia.
"Hari semua negara di dunia sedang dilanda dengan situasi harga energi naik, harga pupuk naik harga pangan naik, sehingga semua decision maker di dunia ini baru 2 tahun kita menghadapi covid di mana banyak negara sudah habis-habisan menghadapi Covid habis-habisan," jelas dia.
Â
Advertisement
Kondisi Indonesia
Indonesia sendiri, kata Sri Mulyani sejatinya sedang pulih menghadapi dampak Covid-19. Di mana dampak tersebut mulai dari pendapatan negara yang turun, belanja negara naik, defisit bertambah yang bersumber dari utang. Kemudian juga angka kemiskinan yang naik.
Kemudian ketika Indonesia sedang berjuang pulih harus kembali menghadapi kondisi geopolitik Rusia Ukraina.
"Dan kita sekarang mencoba untuk pulih rakyatnya pulih kesehatannya pulih APBN nya pulih baru dalam tahap pemulihan awal dunia dihadapkan pada geopolitical situation yang luar biasa," lanjut dia.
Meski demikian, dia memastikan jika pemerintah akan menggunakan semua instrumen kebijakan regulasi termasuk APBN untuk melindungi Indonesia dari berbagai guncangan yang disebutnya sangat luar biasa.
"Kementerian keuangan sering menggunakan terminologinya APBN adalah shock absorber, hidup itu selalu penuh dengan syok," dia menandaskan.