Sukses

42 Juta NIK Bisa Jadi NPWP, Ditjen Pajak Cocokkan Data dengan Dukcapil

Cara mengaktifkan NIK jadi NPWP tergolong mudah. Wajib pajak hanya perlu login menggunakan NPWP terlebih dahulu. Setelah berhasil login, bisa mengisi kolom NIK di fitur profil.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor pokok wajib pajak (NPWP) para perayaan Hari Pajak selasa 17 Juli 2022. Dengan peresmian ini maka NIK akan bisa berfungsi sebagai NPWP.

Secara total, DJP menargetkan bisa mengintegrasikan NIK sebagai NPWP sedikitnya 42 juta wajib pajak yang sudah terdaftar.

Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, DJP akan melakukan pemadanan dengan Ditjen Dukcapil. Dengan begitu, nantinya ada 42 juta nomor KTP yang bisa dipakai sebagai NPWP untuk mengisi DJP online.

“42 juta wajib pajak terdaftar saat ini yang sudah kami coba terus lakukan pemadanan,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Kamis (28/7/2022).

Suryo melanjutkan saat ini sudah ada 19 juta NIK yang bisa dipakai sebagai NPWP. Namun dia mengaku ada kemungkinan NIK dalam master data DJP sedikit berbeda dengan milik Dukcapil.

Itu sebabnya otoritas pajak kerap melakukan pemadanan. Kendati demikian, Suryo berterus terang bahwa masyarakat bisa melakukan aktivasi sendiri untuk mengaktifkan NIK menjadi NPWP.

Dia menyatakan cara mengaktifkannya pun tergolong mudah. Wajib pajak hanya perlu login menggunakan NPWP terlebih dahulu. Setelah berhasil login, bisa mengisi kolom NIK di fitur profil.

Wajib pajak diimbau untuk memasukan NIK sesuai dengan yang diberikan Ditjen Dukcapil, klik simpan, lalu keluar atau logout. Setelah dilakukan penyesuaian, wajib pajak bisa login kembali dan kali ini memakai NIK sebagai NPWP.

Bagi yang belum terpadankan, sambung Suryo, bisa secara mandiri terintegrasi dengan sistem informasi milik DJP dengan melakukan langkah-langkah tersebut.

Suryo beranggapan hal itu juga akan memudahkan kedua belah pihak, baik otoritas pajak ataupun wajib pajak. Dia menilai semakin banyak yang terpadankan akan semakin bagus.

“Karena yang namanya NIK itu akan bergerak, bertambah dan juga berkurang, karena wajib pajak sebagian ada yang meninggal,” ungkap Suryo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

NIK Jadi NPWP, Masyarakat Tak Bisa Lagi Mangkir Bayar Pajak?

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, berharap penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) bisa mengatasi masalah kesenjangan kepatuhan (compliance gap) dalam sistem perpajakan Indonesia.

Yon Arsal menegaskan, penggunaan NIK jadi NPWP ini bisa meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal pajak (DJP).

Hal itu mengacu pada salah satu dari 4 pilar kepatuhan pajak, yakni kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan diri.

"Ini kemudahan administrasi agar di negara ini kita cuma punya 1 nomor," kata Yon Arsal dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7/2022).

Dia menjelaskan, saat ini wajib pajak yang sudah memiliki NPWP cukup melakukan validasi melalui DJP Online. Sementara, untuk wajib pajak yang baru mendaftarkan diri ke DJP akan dilakukan aktivasi NIK.

"Ketika orang sudah punya penghasilan di atas PTKP, maka kemudian tinggal diaktivasikan NIK-nya untuk menjadi NPWP sebagai sarana pemenuhan kewajiban perpajakannya," jelasnya.

Lebih lanjut, Yon menyebutkan 3 pilar lain diantaranya, pilar kepatuhan dalam melakukan pelaporan pajak, kepatuhan dalam melakukan pembayaran, dan kebenaran dari pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Peningkatan Kepatuhan

Adapun dalam upaya meningkatkan kepatuhan, Pemerintah melakukan pertukaran data dan informasi dengan instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP), serta otoritas pajak negara lain melalui automatic exchange of information (AEOI).

"Beberapa macam data itu sudah ada dalam sistem perpajakan, kita sekarang tinggal mengadministrasikan dengan baik. Kita proses data matching, kita bandingkan data dengan SPT wajib pajak," katanya.

Maka, jika terjadi selisih angka atau perbedaan antara data yang diperoleh DJP dengan informasi yang tertulis dalam SPT. DJP akan segera meminta klarifikasi dari wajib pajak yang bersangkutan.

Demikian, Yon menegaskan, apabila wajib pajak tidak bisa mengklarifikasi selisih angka yang tertera, dan ternyata diketahui terdapat kekurangan pembayaran pajak. Artinya, wajib pajak harus melunasi pajak yang kurang dibayar.