Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menemukan masih lambannya pemerintah daerah merealisasikan kontrak pembangunan proyek. Padahal pembangunan diperlukan demi menyerap anggaran daerah terutama untuk pembangunan infrastruktur.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengungkap, realisasi kontrak pembangunan infrastruktur daerah baru meningkat belakangan ini. Ini terjadi setelah Kemenkeu menyurati pemda terkait.
Langkah ini berkaitan dengan penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari pemerintah pusat kepada pemda.
Advertisement
"DAK Fisik ini untuk percepatan, kita surati daerah bulan lalu, karena waktu itu kita lihat capaian lelang kontrak pembangunan proyek infrastruktur daerah masih sangat rendah, belum ada 10 persen, agak menyedihkan ini, jadi belanja daerah lambat," kata dia dalam rangkaian Press Tour, di Sentul, Bogor, Kamis (28/7/2022).
Dalam mendorong hal ini, Kemenkeu menyurati pemda untuk merealisasi lelang kontrak sebelum 21 Juli 2022. Kalau tidak, ancamannya DAK Fisik daerah tersebut akan dibekukan.
"Capaiannya cukup baik, kontrak (proyek infrastruktu daerah) semuanya 90,3 persen. Jadi kalau sudah punya kontrak, kita kasih DAK Fisik 25 persen," terang dia.
Ia menjelaskan, DAK Fisik ini sifatnya sebagai percepatan mulainya pembangunan infrastruktur daerah. Sumber utamanya berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 25 persen dari total DAU yang diterima daerah.
Sementara itu, Prima mengungkap untuk kontrak pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan akan diperpanjang. Batasnya hingga 31 Juli 2022.
"Kita perhatikan (pembangunan infrastruktur) pendidikan dan kesehatan, kita ingin ddua hal ini karena jadi core (utamanya), kita perpanjang sampai 31 Juli," kata dia.
Â
Lebih Cepat
Prima menyampaikan realisasi lelang kontrak pembangunan infrastruktur daerah ini lebih cepat dari tahun sebelumnya. Artinya, ada tahap perencanaan dari daerah yang juga semakin cepat.
"Biasanya mereka (pemda) menyelesaikan kontrak itu Agustus-September, kalau baru bikin kontrak saat itu, kapan jalaninnya (pembangunan)?," ujarnya.
"Alhamdulillah saat ini kita bisa lebih maju, paling enggak 1 bulan ini," imbuhnya.
Dibandingkan dengan capaian tahun lalu, Prima menyebut kali ini ada peningkatan. Hingga Juni 2022, penyaluran DAK Fisik mencapai Rp 5,2 triliun atau meningkat 15,3 persen dari tahun lalu.
"Tahun lalu sampai 31 Juli totalnya gak sampai 90 persen, hanya 89 persen, sekarang kita sudah dapat 90,3 persen, ini jadi suatu kemajuan," bebernya.
Â
Advertisement
Anggaran Pemda Mengendap di Bank
Kementerian Keuangan mencatat masih ada Rp 220,95 triliun saldo pemerintah daerah mengendap di bank per Juni 2022. Lambannya belanja pemda menjadi sebab utama dana ini mengendap.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menegaskan hal itu. Ia menemukan, pemda masih banyak menahan proses belanja, dan baru mulai menjelang akhir tahun.
"Daerah biasanya belum melakukan perubahan dari segi pola belanja, ini Oktober biasanya naik (jumlah dana yang mengendap), di Desember baru turun meski masih ada," kata dia dalam Press Tour di Sentul Bogor, Kamis (28/7/2022).
Ia menegaskan ini masuk pada koridor permasalahan yang struktural terkait pola belanja daerah. Utamanya terkait kontrak proyek yang dilakukan oleh Pemda.
Semakin lama kontrak dilakukan, maka penyerapan dana pun akan semakin molor. Imbasnya, banyak dana mengendap di bank.
"Pola belanja ini (masalah) struktural, gimana mempercepat kontrak, itu bisa cepat kalau perencanaannya cepat, bukan cuma masalah administrasi," terangnya.
Pria yang karib disapa Prima ini mengungkap, pihaknya melakukan monitoring ke daerah-daerah. Tujuannya, mencari penyebab lambannya penyerapan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
"Kita ada tim untuk mengecek, masalahnya apa sih? Kok enggak dibelanjain? Setelah kita cek ternyata kontraknya belum (dilakukan). Ini permasalahan yang tak mudah," ungkapnya.
Â
Libatkan 3 Unit
Prima menyebut, dalam perencanaan di daerah cukup kompleks. Bahkan, perlu melibatkan setidaknya 3 unit kerja di lingkungan pemda.
Yakni, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dinas terkait, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Ia melihat, terkadang ada kurang selarasnya tiga badan tersebut.
"Perencanaan dari Bappeda yang nentuin, ini sebetulnya bagus untuk check and balance, kemudian yang bagian ngerjain itu adalah dinas, dia belanja untuk apa, ini yang bayar nanti BPKAD," tutur Prima.
Permasalahan lainnya, belum ada petugas khusus dalam jajaran pemda yang mengawasi belanja daerah. Sehingga, penyerapan dana berangsur tak semakin baik.
Advertisement