Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, mengatakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pengganti NPWP memiliki manfaat yang baik, yaitu memudahkan wajib pajak dalam mengakses pelayanan pajak.
Namun, dalam prosesnya, seringkali mendapatkan respon yang kurang baik dari masyarakat. Pihaknya pun memaklumi, karena hal itu dipengaruhi oleh pola komunikasi melalui media sosial, dimana masyarakat mudah terganggu dalam mendapatkan informasi.
Baca Juga
“Berbagai program ternyata belum tersampaikan dengan baik ke publik NIK jadi NPWP, PPS dan sebagainya. Ya memang kita akui pajak itu masih isu elitis karena jumlah wajib pajak juga belum banyak dan yang aktif juga belum banyak,” kata Yustinus dalam diskusi Indikator Politik Indonesia: Persepsi dan Kepatuhan Publik Membayar Pajak, Minggu (31/7/2022).
Advertisement
Yustinus menanggapi hasil survei Indikator Politik Indonesia, yang menyebutkan, tingkat pengetahuan publik terkait NIK jadi NPWP masih relatif rendah.
“Kita tanya apakah bapak ibu tahu NIK akan digunakan sebagai ganti NPWP. Yang tahu baru sedikit hanya 28,9 persen diantara mereka yang punya NPWP. Tetapi tingkat pengetahuan mereka yang punya NPWP yang penghasilannya diatas Rp 4 juta per bulan lebih banyak yang tahu 43,4 persen,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Siapkan Strategi Komunikasi
Kendati demikian, itu menjadi tantangan Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk mencari strategi komunikasi yang tepat agar pajak semakin dipahami banyak orang.
“Fronline kita ya pemda-pemda, Kementerian teknis yang membelanjakan uang pajak sehari-hari itu yang akan kita dorong supaya lebih proaktif,” ujarnya.
Sebagian masyarakat memandang NIK gantikan NPWP merupakan kebijakan yang bagus, tapi sebagian lagi menganggap tidak.
“Seringkali memang ya ini konsekuensi dari pola komunikasi media sosial, yang semakin Mondial dan egaliter. Seringkali Informasi yang tidak datang secara utuh,” ujarnya.
Menurutnya, seringkali kehebohan mendahului substansi sehingga banyak kebijakan yang mestinya bagus ternyata yang ditangkap publik itu justru sentiment yang negatif.
“Ini juga kita sadari. Kami percaya ini soal waktu dan saya melihat juga upaya Ditjen pajak juga Luar biasa. Bagaimana terus berupaya mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan baru dengan lebih baik,” pungkasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Ternyata, Banyak Masyarakat Tak Tahu NIK Gantikan NPWP
Sebelumnya, Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan, tingkat pengetahuan publik terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK) pengganti NPWP masih relatif rendah. Artinya, masih banyak wajib pajak yang belum mengetahui hal tersebut.
Survei dilakukan dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah Teknik memiliki sampel melalui proses pemanggilan nomor telepon secara acak kepada 1.246 responden yang dipilih melalui proses RDD. Survei dilakukan 9-12 Juli 2022
“Kita tanya apakah bapak ibu tahu NIK akan digunakan sebagai ganti NPWP. Yang tahu baru sedikit hanya 28,9 persen diantara mereka yang punya NPWP," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dalam diskusi Persepsi dan Kepatuhan Publik Membayar Pajak, Minggu (31/7/2022).
"Tetapi tingkat pengetahuan mereka yang punya NPWP yang penghasilannya diatas Rp 4 juta per bulan lebih banyak yang tahu 43,4 persen,” lanjut dia.
Dia menegaskan, secara umum pihaknya menemukan tingkat pengetahuan publik bahwa NIK akan digunakan sebagai NPWP relatif rendah.
Lebih lanjut, dari 1.246 responden, sekitar 27,5 persen memiliki NPWP, dari yang memiliki NPWP sekitar 52,4 persen pernah menyampaikan SPT pajak dan 62,6 persen mengaku membayar PPh baik secara langsung atau melalui perusahaan tempat kerjanya.
Dikelompok yang berpendapatan lebih dari Rp 4 juta per bulan, kepemilikan NPWP jauh lebih banyak yaitu, 43 persen.
Lebih Banyak Laki-Laki
Dilihat dari gender, cenderung lebih banyak laki-laki yang memiliki NPWP dibanding perempuan. Tetapi kelompok perempuan cenderung rajin melaporkan SPT dan membayar pajak dibanding laki-laki, artinya perempuan lebih patuh.
Selanjutnya, menurut usia, semakin tua maka semakin tinggi kepemilikan NPWP. Usia 17-21 tahun hanya 12,6 persen karena mereka masih kuliah karena belum punya pendapatan.
“Tapi dilihat kelompok usia kesediaan melapor SPT dan membayar pajak itu lebih tinggi dikalangan anak muda ketimbang orang tua. Ini poin bagus, jika mereka anak muda punya penghasilan maka akan lebih patuh,” ujarnya.
Dari sisi pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka semakin punya NPWP, termasuk kesediaan mereka melaporkan SPT dan pajak juga semakin tinggi.
Adapun penilaian responden soal kemudahan membayar pajak, dari yang memiliki NPWP mayoritas merasa pembayaran pajak dapat secara mudah atau cukup mudah dilakukan. Demikian pula mereka yang memiliki NPWP dan berpendapatan lebih dari Rp 4 juta per bulan.
Kemudian terkait evaluasi terhadap pelayanan petugas pajak, responden yang memiliki NPWP mayoritas merasa puas atau cukup dengan pelayanan yang diberikan petugas pajak.
Advertisement