Sukses

Buruh: Penghematan Subsidi Harus Dimulai dari Pejabat

Kelompok buruh memandang penghematan anggaran subsidi perlu lebih dulu dilakukan pejabat negara. Menyusul, angka subsidi energi mencaoai Rp 502 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok buruh memandang penghematan anggaran subsidi perlu lebih dulu dilakukan pejabat negara. Menyusul, angka subsidi energi mencaoai Rp 502 triliun.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyampaikan pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif menikmati banyak uang negara. Alhasil, APBN menjadi boros.

Mirah memandang, di sektor energi saja, untuk BBM dan konsumsi listrik, pejabat sedikitnya menikmati subsidi dari pemerintah. Maka, hal itu perlu lebih dulu dibatasi atau disetop.

"penghematan harus dimulai dari fasilitas-fasilitas apapun yang dirasakan pejabat ekskutif legislatif dan yudikatif, mereka gak boleh diberikan fasilitas gratis. saya kita mereka harus rasakan itu," katanya kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2022).

Jika keuangan negara masih menopang fasilitas itu, Mirah memandang APBN malah akan lebih kesulitan. Artinya, semakit berat dalam menopang subsidi.

"Jangan rakyat terus yang dipaksankan, rakyat itu sudah susah, upahnya murah, kemudian usaha juga sekarang sangat susah, usaha bisa tapi banyak yang gak beli," ujarnya.

Terkait alokasi subsidi, seperti listrik, ia menyebut kelompok buruh jarang mendapatkan subsidi. Alasannya, banyak yang menggunakan listrik prabayar.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Subsidi Listrik

Dengan begitu, pembelian token listrik sesuai dengan besaran pemakaian. Mirah menyebut, dengan begitu buruh tak menikmati subsidi energi khususnya listrik.

"Listrik untuk buruh ini juga kan mereka banyak menggunakan token, jadi bicara tentang (subsidi) listrik sebenarnya tak pas juga, karena banyak yang pakai token, jadi bayar tergantung pemakaian," jelasnya.

"Kalau (pembatasan/pengurangan) BBM dan listrik itu dari atasnya dulu, pengelola negara jangan dikaaih gratis, ditarik tuh subsidi (untuk) mereka," tambahnya.

Sementara untuk subsidi BBM ia meminta pemberian subsidi Pertalite misalnya, untuk kalangan buruh. Alasannya lagi-lagi berkaitan dengan pendapatan yang tak sebanding dengan biaya hidup.

"Kami usulkan berdasarkan hasil survei dilapangan secara nyata dengan kebutuhan hidup layak itu kami berikan rekomendasi, tapi tak diakomodir hanya ditentukan pemerintah di UMP 2022 lalu 0,3 sekian persen itu kan itu benar-benar minus," ujar dia.

"Jadi artinya untuk buruh untuk subsidinya jangan dihiliangkan kalua perlu digratiskan," tambah dia.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Pembatasan

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyebut, penyaluran subsidi BBM yang terlalu cepat bisa berimbas ke beban keuangan negara. Maka, pembatasan yang dilakukan bisa jadi solusi.

"Kuota BBM subsidi memang terserap lebih cepat dibanding kuota yang tersedia," kata dia kepada Liputan6.com.

Realisasi penyaluran solar di Juni telah mencapai 8,3 juta kiloliter (KL). Sedangkan, kuota yang ditetapkan pada tahun ini hanya 14,9 juta KL. Begitu juga dengan pertalite, realisasinya sudah mencapai 14,2 juta KL sementara kuota yang ditetapkan tahun ini hanya 23 juta KL.

"Sehingga, pembatasan menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan," tukasnya.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Subsidi Tembus Rp 502 Triliun

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sudah sangat besar yakni, mencapai Rp 502 triliun. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang kuat memberikan subsidi sebesar itu.

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin 1 Agustus 2022.

"Tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat. Ini yang perlu kita syukuri," sambungnya.

Dia menyampaikan bahwa harga bensin di negara lain mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per liter. Sedangkan, harga Pertalite di Indonesia Rp7.650 per liter.

"Kita patut bersyukur, Alhamdulilah kalau bensin di negara lain harganya sudah Rp31.000, Rp32.000. Di Indonesia Pertalilte masih harganya Rp7.650," ucapnya.