Sukses

IMF hingga Bank Dunia Kompak Revisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi global menunjukkan keadaan yang tak pasti. Kenaikan harga komoditas mempengaruhi hampir seluruh lini di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi global menunjukkan keadaan yang tak pasti. Kenaikan harga komoditas mempengaruhi hampir seluruh lini di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia.

Kondisi tak menentu akibat terganggunya pemulihan ekonomi ini juga mengoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi nasional. Meski, sejumlah tokoh masih optimistis dengan langkah-langkah ekonomi Indonesia.

Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), hingga Bank Dunia mengoreksi tingkat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi ditengah beberapa negara maju yang mengalami resesi.

Pengaruh kondisi ekonomi global diperkuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menyatakan jika pertumbuhan ekonomi dunia akan makin melemah pada 2022 dan 2023 mendatang. Hal ini sesuai dengan update proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) pada pekan ini.

Pelemahan pertumbuhan ekonomi ini terjadi akibat adanya perkembangan geopolitik dan tingkat inflasi. Sehingga tanda-tanda pelemahan ekonomi global memang semakin terlihat.

"Dunia akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan. Tahun ini hanya tumbuh 3,2 persen dari tadinya 3,6 persen. Artinya turun 0,4 persen," terang Sri Mulyani.

"Sementara untuk tahun 2023 IMF memperkirakan pertumbuhan 2,9 persen. Ini turun 0,7 percentage point dari forecast sebelumnya (3,6 persen)," ujar dia.

Bukan tidak mungkin, Sri Mulyani menambahkan, kondisi perekonomian global bakal makin memburuk bila tidak ada perubahan di sisa 6 bulan terakhir tahun ini.

"Ini bahkan sudah diberikan warning, mungkin akan mengalami revisi lagi ke bawah apabila semester kedua ini akan mengalami terjadinya tren pemburukan, terutama di sisi inflasi dan respon kebijakannya," serunya.

 

 

 

2 dari 5 halaman

IMF Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi

Kendati Menkeu Sri Mulyani percaya diri, nyatanya Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 ini menjadi 5,3 persen.

Penurunan itu terjadi di tengah perekomonian global yang memasuki periode perlambatan, di tengah kekhawatiran resesi di sejumlah negara besar.

Pertumbuhan PDB global pun diprediksi melambat menjadi 3,2 persen pada 2022 dari perkiraan semula 3,6 persen pada April 2022.

Dilansir dari laman imf.org, Rabu (27/7/2022) IMF memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh lebih rendah 0,1 poin persentase dibandingkan perkiraan sebelumnya pada bulan April.

Ini menandai pemangkasan kedua sejak awal tahun 2022 setelah perkiraan pada bulan April juga sudah direvisi ke bawah 0,2 poin presentase.

"Output global berkontraksi pada kuartal kedua tahun ini, karena penurunan di China dan Rusia, sementara belanja konsumen di AS di bawah ekspektasi. Beberapa guncangan telah menghantam ekonomi dunia yang sudah melemah akibat pandemi: inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan di seluruh dunia-- terutama di AS dan negara ekonomi utama Eropa yang memicu kondisi keuangan yang lebih ketat," demikian keterangan IMF terkait laporan Work Economic Outlook terbarunya.

Untuk tahun 2023 mendatang, IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,8 poin persentase menjadi 5,2 persen, dimana tahun depan masih akan terjadi perlambatan.

Adapun negara Asia Tenggara lainnya atau negara tetangga, salah satunya Malaysia dan Thailand yang proyeksi pertumbuhan ekonominya juga dipangkas masing-masing 0,5 poin persentase tahun ini.

Ekonomi Malaysia diperkirakan tumbuh 5,1 persen tahun ini dan menurun 4,7 persen di tahun selanjutnya.

Sementara Thailand, diperkirakan hanya tumbuh 2,8 persen tahun 2022, tetapi akan menguat pada 2023 mendatang ke 4 persen.

Kemudian berlanjut di Filipina, dimana ekonominya diramal naik 0,2 poin menjadi 6,7 persen tetapi bakal melambat 5 persen pada 2023.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

Ramalan ADB

Berbeda dengan IMF, Asian Development Bank (ADB) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia naik menjadi 5,2 persen tahun ini. Alasannya karena permintaan dalam negeri yang bagus dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

Dikutip dari laman resmi adb.org, Kamis (21/7/2022), revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut diberikan dalam Asian Development Outlook (ADO) Supplement yang dirilis hari ini, naik dari prakiraan ADB sebelumnya pada bulan April sebesar 5,0 persen.

Revisi prakiraan pertumbuhan dalam edisi tambahan dari publikasi ternama ADB ini juga selaras dengan naiknya proyeksi pertumbuhan Asia Tenggara. Untuk kawasan ini ADB kini memproyeksikan pertumbuhan 5,0 persen pada 2022, naik dari proyeksi pada bulan April sebesar 4,9 persen.

Laporan ini memperkirakan inflasi di Indonesia akan lebih tinggi tahun ini sebesar 4,0 persen dibandingkan dengan proyeksi ADB pada bulan April sebesar 3,6 persen, akibat tingginya harga komoditas.

Sementara, untuk 2023, ADB memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,3 persen dan inflasi mencapai 3,3 persen.

"Kegiatan ekonomi di Indonesia terus berangsur normal, sedangkan infeksi COVID-19 masih terkendali, terlepas dari naiknya jumlah kasus belakangan ini," kata Direktur ADB Jiro Tominaga untuk Indonesia.

Tominaga menjelaskan, peningkatan inflasi menurunkan daya beli rumah tangga, tetapi tingginya harga sejumlah komoditas ekspor utama mendatangkan keuntungan berupa penghasilan ekspor dan pendapatan fiskal.

Sehingga memungkinkan pemerintah untuk memberi bantuan di tengah kenaikan harga pangan, listrik, dan bahan bakar, sambil tetap mengurangi defisit anggaran.

ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota 49 diantaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.

 

4 dari 5 halaman

Proyeksi Bank Dunia

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen pada 2022 dan 5,3 persen pada 2023 mendatang.

Dilansir dari laman worldbank.org, Kamis (7/7/2022) angka itu datang seiring dengan tekanan memburuknya kondisi ekonomi global, inflasi yang tinggi, dan pengetatan keuangan eksternal, menurut laporan World Bank Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2022.

Bank Dunia mengatakan bahwa momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 berlanjut hingga awal tahun 2022, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada kuartal pertama (year-on-year), demikian laporan berjudul Financial Deepening for Stronger Growth and Sustainable Recovery.

Peningkatan permintaan domestik Indonesia sejak akhir tahun lalu memberikan kelegaan bagi sektor swasta, terutama usaha menengah, kecil, dan mikro yang terdampak secara tidak proporsional selama pandemi.

Pemulihan domestik juga memungkinkan beberapa konsolidasi fiskal, sementara kebijakan moneter tetap akomodatif. Hal ini memungkinkan peningkatan pinjaman bank untuk mendukung pemulihan.

Namun, perang Rusia-Ukraina telah menambah tantangan baru setelah pandemi, ungkap Bank Dunia.

Harga komoditas telah meningkat tajam dan Bank Dunia meramal harga akan tetap tinggi pada 2022-2023.

Sementara Indonesia telah diuntungkan dalam jangka pendek dari pendapatan komoditas, tetapi harga mulai naik dan pembiayaan asing menjadi lebih ketat.

 

5 dari 5 halaman

Tantangan

Hal ini telah meningkatkan tantangan kebijakan yang terkait dengan meningkatnya subsidi energi dan menciptakan hambatan bagi kebijakan moneter.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pandemi muncul di tengah lingkungan global yang semakin menantang," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen.

"Meskipun pertumbuhan diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2022, perkembangan global terus menimbulkan risiko penurunan yang signifikan yang dapat merusak pemulihan jangka panjang Indonesia. Penting untuk mempertahankan reformasi kebijakan struktural untuk mendukung pertumbuhan dan mengurangi ketergantungan pada stimulus ekonomi makro jangka pendek," paparnya.

Sementara subsidi energi dapat membantu menahan harga dalam jangka pendek, alasan untuk reformasi subsidi tetap kuat, menurut Bank Dunia.