Sukses

Pengusaha Bangga, Ekonomi Indonesia Kini Terbaik di Dunia

Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin Indonesia) menyebut perekonomian Indonesia terbaik di dunia

Liputan6.com, Jakarta Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin Indonesia) menyebut ekonomi Indonesia terbaik di dunia. Pasalnya, dilihat dari segi pendapatan negara dari segi pajak yang mencapai target tahun 2021 lalu.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita, dalam MYEO Day 2: Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik Pascapandemi, Rabu (3/8/2022).

“Kalau kita melihat tentang ekonomi ini bisa kita buktikan dengan satu kenyataan bahwa ekonomi Indonesia ini itu terbaik Kalau menurut saya di kita di dunia. Kita melihat dari segi pendapatan negara, pajak kita tahun lalu itu bisa mencapai di atas 100 persen, ini menandakan bahwa ekonomi kita tuh cukup baik,” kata Suryadi.

Dalam paparannya, realisasi pendapatan negara 2021 mencapai Rp 2.003 triliun atau 114,9 persen dari target APBN 2021. Dari penerimaan pajak RP 1.277,5 triliun yakni 103,9 persen dari APBN, Kepabeanan dan cukai Rp 269 triliun (125,1 persen terhadap APBN), dan penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp 425 triliun (151,6 persen terhadap APBN).

Selain itu, Kadin juga melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dibanding negara-negara lain. Meskipun ekonomi Indonesia secara makro masih belum bisa kembali seperti sedia kala, namun pendapatan negara Indonesia lebih baik lantaran didorong dengan ekspor komoditas seperti batubara, CPO, Nikel, dan Timah.

“Ini telah menunjang perekonomian secara nasional. Pendapatan ekspor dan impor kita ini pun kita mendapatkan surplus yang cukup besar di tahun ini, saya berpikir juga tahun depan pun masih bisa tetap maju. Sekalipun harganya sedikit turun tetapi permintaan akan masih tetap banyak,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 tercatat tumbuh 5,01 persen secara year on year. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia jelas cukup besar.

“Kalau kita bandingkan secara year on year masih bisa di atas 5 persen, ini akan sampai akhir tahun pun tetap masih akan mencapai diatas 5 persen. Kalau kita lihat dari negara-negara lain seperti China hanya 4,8 persen, Singapura 3,4 persen, Korea Selatan 3,7 persen, bahkan Amerika hanya 4,29 persen , Jerman 4 persen . Jadi kita nih adalah yang terbaik di antara beberapa negara,” katanya.

Menurutnya, perekonomian Indonesia bisa tumbuh karena memiliki pegangan komoditas ekspor yang mumpuni. Terdapat lima komoditas ekspor yang melonjaknya cukup baik, yaitu batubara, bauksit, timah, minyak sawit, dan nikel.

“Kita punya pegangan kita untuk tahun ini dan tahun depan, bahwa lima komoditas ini yang melonjaknya cukup baik sehingga masih bisa mempertahankan kita punya devisa, cadangan devisa kita masih bisa dipertahanin,” pungkasnya. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Ini 4 Sumber Pertumbuhan Ekonomi RI Pasca Pandemi

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mulai memikirkan bagaimana caranya mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru setelah pandemi covid-19.

"Kita harus mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang baru pasca pandemi Covid-19," kata Suahasil dalam acara Mid Year Economic Outlook 2022,  Selasa (2/8/2022). 

Dia menjelaskan, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, tentunya tak jauh dari tren yang sedang dialami emerging market dan dunia internasional.

Suahasil menyebut ada 4 potensi sumber pertumbuhan ekonomi. Potensi pertama, yaitu pola hidup normal baru atau new normal yang diperoleh melalui kesadaran pola hidup sehat dan penggunaan aplikasi teknologi digital.

Kedua, peta perdagangan dan investasi baru, melalui diversifikasi supply chain, inisiasi regional supply chain, Indonesia dalam strategic global supply chain, dan fragmentasi globalisasi. 

Potensi ketiga yaitu, kesadaran ekonomi hijau melalui kebijakan progresif net zero emission, permintaan produk dan investasi ramah lingkungan. Keempat, potensi ketahanan energi dan pangan.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus mulai bersiap dan memikirkan rencana ke depan guna menata kebijakan-kebijakan yang diperlukan demi menjaga ketahanan energi dan pangan. Selain itu diperlukan alat pendukung yang mumpuni, salah satunya melalui akselerasi adopsi teknologi baru.

"Dan tentu beberapa alat dukungnya adalah akselerasi adopsi teknologi baru, revitalisasi industri yang bernilai tambah tinggi, pembangunan ekonomi hijau dan penguatan EBT, dan keberlanjutan program food estate," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Potensi Indonesia Masuk Jurang Resesi Ekonomi Cuma 3 Persen

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, potensi Indonesia jatuh ke jurang resesi ekonomi relatif kecil dibandingkan sejumlah negara. Yakni, hanya berkisar 3 persen dibandingkan Sri Lanka mencapai 85 persen.

Hal ini berdasarkan hasil survei Ekonom Bloomberg terkait proyeksi probalilitas resesi yang dipublikasikan pada 6 Juli 2022.

"Ekonomi Indonesia diproyeksikan masih menguat dan resesi Indonesia sangat kecil dibandingkan negara lain," kata Menko Airlangga dalam webinar Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (2/8).

Airlangga menjelaskan, berdasarkan leading indicator CEIC meliputi keuangan moneter, pasar tenaga kerja, dan industri. Menetapkan bahwa perekonomian Indonesia diperkirakan masih menguat. Per 22 Juni 2022, leading indikator menempatkan ekonomi Indonesia masih berada di atas tren jangka panjang (>100).

"Di mana angka 100 adalah tren jangka panjang. Dan garis dot itu Indonesia berada dalam indeks di atas 100, dan sesudah Indonesia adalah India," ujar Airlangga.

Berdasarkan capaian tersebut, lanjut Airlangga, ekonomi Indonesia dan India berpotensi terus mengalami penguatan. Sebaliknya, ekonomi Amerika Serikat, China, dan sejumlah negara Eropa lainnya berpotensi besar akan mengalami perlambatan akibat kenaikan inflasi dan lonjakan harga komoditas energi yang memukul kinerja industri.

"Ekonomi AS yang sudah dua kali negatif. Sehingga, secara teknikal sudah masuk ke dalam resesi dan menuju stagflasi," imbuhnya.