Sukses

Cegah Korupsi Sektor Energi dan Minerba, Sri Mulyani Bangun STI MIGAS dan SIMBARA

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membangun dua sistem sebagai upaya digitalisasi di sektor energi dan sumber daya mineral.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membangun dua sistem sebagai upaya digitalisasi di sektor energi dan sumber daya mineral. Salah satu alasan digitalisasi ini untuk mencegah terjadinya manipulasi data hingga korupsi.

Dua sistem yang dibangun adalah pertama sistem informasi terintegrasi dan pertukaran data kegiatan usaha di hulu migas dengan nama STI MIGAS. Kedua adalah sistem informasi terintegrasi untuk sektor mineral dan batu bara dengan nama SIMBARA.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dua sistem digitalisasi ini langkah pemerintah untuk membangun sebuah sistem yang makin terintegrasi dengan berbasis kepada digital teknologi.

"Dan tentu dengan mengubah proses bisnis dari hulu hingga hilir sehingga ada konsistensi data dan juga kepastian serta integritas dari sisi pelayanan," papar dia dalam acara webinar Digitalisasi Sebagai Sarana Pencegahan Korupsi, Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Adanya sistem ini mampu merapikan dan membuat konsisten pemerintah untuk mendorong penerimaan negara baik pajak, bea cukai dan PNBP. Artinya sebuah kegiatan di sektor minerba maupun migas tidak lagi harus membuat laporan berbeda atau berkali-kali untuk diserahkan kepada instansi Pajak, PNBP, Bea dan Cukai.

"Sekarang ketiganya terintegrasi," kata da.

Dia melanjutkan, sistem ini akan memudahkan bagi dunia usaha dan mencegah terjadinya kemungkinan mereka memanipulasi data. Baik untuk keperluan pajak yang berbeda dengan laporan untuk ekspor atau impor atau untuk kepentingan menghitung kewajiban PNBP-nya.

SIT MIGAS dan SIMBARA bermanfaat untuk menciptakan sebuah ekosistem pengawasan penyediaan data yang konsisten secara nasional. Dalam sistem ini juga akan tercatat data konsumsi dan harmonisasi struktur neraca komoditas.

"Ini diharapakan akan menciptakan keseragam persepsi atas data dan informasi dan menjamin keselarasan data dari hulu hingga ke hilir untuk komoditas SDA migas dan minerba," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.

Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).

Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.

Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.

Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.

Lalu, PPh Badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh Final tumbuh 81,4 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 40,3 persen.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta dampak kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi BBM).

“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 45,1 persen, perdagangan 23,4 persen tumbuh 62,8 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,5 persen tumbuh 16,2 persen, pertambangan 9,7 persen tumbuh 286,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 13,0 persen,” ujarnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Perkembangan Terkini

Lebih lanjut Suryo juga menuturkan perkembangan terkini penerimaan yang terkait UU HPP, yaitu:

1. PPS dengan realisasi PPh final sebesar Rp61,01 triliun dan harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun.

2. PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 119 pemungut berhasil menambah penerimaan PPN sebesar Rp7,1 triliun, berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp2,47 triliun.

3. Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp60,83 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp12,25 miliar.

4. Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp23,08 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp25,11 miliar.

5. Dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022, penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun di bulan April 2022, Rp5,74 triliun di bulan Mei 2022, dan Rp6,25 triliun di bulan Juni 2022.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com