Sukses

Industri Ritel Kena Imbas Lonjakan Harga Energi, Inflasi RI dalam Bahaya?

Kenaikan harga energi turut dirasakan oleh para pelaku usaha ritel makanan seperti restoran atau cafe yang memerlukan sumber energi yaitu gas.

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 hingga ketidakpastian global yang terjadi saat ini memberikan dampak yang cukup dalam pada sektor energi dan pangan. Tentu hal ini juga berdampak pada industri ritel atau pusat pembelanjaan.

Pasalnya dengan kenaikan harga energi, hal itu dirasakan oleh para pelaku usaha makanan seperti restoran atau cafe yang memerlukan sumber energi yaitu gas.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menjelaskan sektor tersebut mengalami dampak yang dalam atas kenaikan harga energi.

“Kalau listrik kan memang dari 2015 suka ada kenaikan tarif. Kalau harga gas dan di restoran hingga cafe merasakan dampak kenaikan harga gas tersebut,” ujar Alphonzus, dalam Konferensi Pers Indonesia Shopping Festival 2022, Jakarta, (3/8).

Alphonzus menjelaskan dengan kenaikan harga energi tentu akan meningkatkan biaya produksi yang berdampak pada kenaikan harga produk.

“Jadi barang-barang produksi naik harga produknya juga akan naik,” jelasnya.

Di sisi lain, inflasi yang terjadi di Indonesia, menurutnya tidak membuat dirinya khawatir akan dampak kepada industri ritel, karena inflasi di Indonesia masih single digit dibandingkan beberapa negara lainnya.

Dia pun optimis bahwa pemerintah juga akan berusaha menjaga inflasi dengan baik dan tidak akan terlalu berdampak terhadap kondisi para usaha keseluruhan.

“Kami optimis bahwa kondisi ini akan tetap terjaga sehingga tidak akan terlalu berdampak,” terangnya.  

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Inflasi Inti Juli 2022 Naik Dampak Orang Berlomba Beli Mobil

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka inflasi Juli 2022 di angka 4,94 persen secara tahunan atau year on year (YoY). Bank Indonesia (BI) tak ingin angka inflasi tersebut terlalu dipermasalahkan.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, BI melihat bahwa angka inflasi tersebut tidak perlu dikhawatirkan berlebih lantaran laju inflasi inti masih terjaga di bawah 3 persen.

"Inflasi inti masih sangat rendah, bahkan lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia. Pada bulan Juli, inflasi inti 2,86 persen lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia, sekitar 2,99 persen," beber Perry, dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/8/2022) sore.

Senada, Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, memperkuat pernyataan tersebut. Dia menyebut inflasi inti pada Juli 2022 terjaga rendah sebesar 0,28 persen (mtm), sebagaimana inflasi inti pada Juni 2022 yang sebesar 0,19 persen (mtm).

"Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh inflasi komoditas mobil dan sewa rumah, yang didorong kenaikan mobilitas masyarakat," jelas Erwin dalam keterangan tertulis, Selasa (2/8/2022).

"Peningkatan lebih lanjut tertahan oleh deflasi komoditas emas perhiasan seiring dengan pergerakan harga emas global," imbuhnya.

Secara tahunan, inflasi inti Juli 2022 masih terjaga rendah sebesar 2,86 persen (yoy), meski sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,63 persen (yoy).

"Terjaganya inflasi inti tersebut didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ekspektasi inflasi," ujar Erwin.

3 dari 3 halaman

Sri Mulyani: Inflasi Indonesia Tak Setinggi Thailand, India dan Filipina

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal laju inflasi pada Juli 2022 yang mencapai 4,94 persen secara tahunan atau year on year (YoY). Angka tersebut melonjak dari bulan sebelumnya (Juni 2022), dimana inflasi menyentuh posisi 4,35 persen YoY.

Inflasi sebesar 4,94 persen cenderung masih lebih terkendali dibanding guncangan yang terjadi pada negara-negara yang selevel dengan Indonesia. Dalam hal ini, ia menyebut beberapa negara seperti Thailand, India dan Filipina.

"Dengan angka tersebut, dibandingkan dengan negara-negara selevel dengan Indonesia seperti Thailand yang sudah mengalami inflasi hingga 7,7 persen, India di 7 persen, dan Filipina di 6,1 persen, maka inflasi Indonesia yang 4,94 persen year on year masih relatif moderat," papar Sri Mulyani saat konferensi pers hasil rapat KSSK, Senin (1/8/2022).

Menurut dia, laju inflasi domestik memang menunjukan tren meningkat, disebabkan karena sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga-harga komoditas dunia, dan juga ada gangguan pasokan di domestik.

"Meskipun inflasi headline meningkat, inflasi inti atau core inflasi tetap terjaga pada tingkat 2,86 persen year on year. Hal ini didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ekspektasi inflasi indonesia," ungkap Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun tak memungkiri, inflasi pada komponen bergejolak atau volatile food mengalami kenaikan akibat lonjakan harga pangan global, hingga juga terganggunya pasokan akibat cuaca.

Sementara, inflasi pada kelompok kelompok harga diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami kenaikan, dipengaruhi oleh kenaikan harga tiket angkutan udara.

Namun, Sri Mulyani menimpali, tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi di tingkat global tidak tertransmisikan ke dalam negeri pada kelompok administered price, harga minyak gas dan listrik.

"Ini merupakan hasil kebijakan pemerintah untuk mempertahankan harga jual energi di domestik melalui kenaikan subsidi listrik dan energi BBM dan LPG yang dialokasikan oleh APBN," ujar Sri Mulyani.