Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, komitmen pemerintah untuk menghentikan ekspor nikel hingga bauksit bukan bentuk anti asing.
Erick Thohir mengatakan, langkah tegas tersebut demi mendukung hilirisasi industri nikel hingga bauksit untuk meningkatkan nilai tambah sekaligus mendorong penyerapan tenaga kerja.
Baca Juga
"Kita tidak anti asing atau anti investasi luar negeri, tapi keseimbangan pertumbuhan yang merata harus dipastikan, pertumbuhan Indonesia harus lebih tinggi dari negara lain dengan hilirisasi industri nikel dan lainya," kata Erick dalam seminar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bertajuk "Menuju Masyarakat Cashless" di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8).
Advertisement
Erick melanjutkan, sudah terlalu lama sumber daya alam dan market besar Indonesia hanya dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi negara lain. Padahal, Indonesia berpeluang besar menjadi negara produsen baterai listrik melalui hilirisasi nikel.
"Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi, sehingga akhirnya kita hanya jadi market," ucapnya.
Untuk itu, lanjut Erick, pemerintah terus bekerja keras melakukan perubahan dengan menekan pengiriman SDA dalam bentuk bahan baku ke luar negeri, salah satunya dengan memperkuat ekosistem industri baterai listrik demi meningkatkan pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
"Sekarang saatnya kita tidak hanya menjadi market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," tandasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Presiden Jokowi: Setelah Nikel, Kita Setop Ekspor Bauksit
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen untuk tetap membentuk industri hilir di Indonesia meskipun dapat banyak tentangan dari negara asing. Sebab, NKRI akan mulai menyetop ekspor berbagai bahan baku (raw material) seperti bijih nikel.
Keputusan itu lantas dipermasalahkan oleh Uni Eropa, yang mengajukan gugatan atas larangan ekspor bijih nikel Indonesia ke Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia, atau Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO).
Presiden Jokowi tak ingin Indonesia kehilangan kesempatan untuk jadi pemain besar di kancah industri global. Menurutnya, NKRI harus lantang berbicara terhadap segala hak milik yang selama ini banyak dikuasai asing.
"Setelah nikel apa? Bauksit setop tidak bisa lagi ekspor mentahan, harus jadi aluminium. Kita harus berani saat nikel untuk mengatakan tidak, meski kita digugat di WTO, tidak apa kan nikel-nikel kita, barang barang kita mau kita jadikan kita pabrik di sini, mau kita jadikan barang di sini hak kita dong," tegasnya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10).
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kapan Pajak Ekspor Nikel Diterapkan? Ini Jawaban Kemenkeu
Kementerian Keuangan masih membahas wacana pengenaan pajak ekspor nikel. Menyusul pemungutan pajak atas olahan nikel dibawah 50 persen.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Kolrdinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melontarkan usulan pengenaan pajak ekspor nikel. Alasannya, guna mendorong hilirisasi nikel di dalam negeri.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkap menyangkut rencana ini memerlukan pembahasan lebih detail. Hingga saat ini, statusnya masih sebagai wacana.
"Saya rasa ini masih wacana, masih butuh diskusi teknis yang lebih detail, jadi belum bisa dipastikan pemberlakuannya kapan," kata dia dalam Media Briefing di kantor Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Selasa (2/8/2022).
Senada, Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut, mengenai pengenaan pajak itu masih perlu didiskusikan lebih lanjut. "Ya nanti didiskusikan," kata dia singkat.
Sekitar sebulan lalu, Menteri Bahlil mengusulkan pajak ekspor nikel berlaku untuk ekspor dengan ketentuan khusus. Misalnya, jika pengolahan bahan tambang masih berada di bawah 50 persen atau kurang dari barang setengah jadi, bisa dikenakan pajak ekspor. Tujuannya untuk menghadirkan perhatian kepada hilirisasi.
"Saya setuju bahwa hilirisasi nikel kita belum sepenuhnya kita lakukan secara baik. Jadi untuk nikel kita, saya kemarin melontarkan wacana, kalau hilirisasinya dibawah 50 persen kita kenakan saja pajak ekspor, karena ini kita dorong hilirisasi," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Jumat (10/6/2022).
Ajak Investor Tanam Dana
Wacana ini juga pernah disampaikan olehnya di Davos, Swiss beberapa waktu lalu. Disana ia mengajak investor global untuk menanamkan dananya ke pengembangan mobil listrik di Indonesia.
Bahlil menambahkan, pihaknya akan mengawal secara ketat hilirisasi terkait baterai kendaraan listrik di Indonesia. Meski, ia menyebut ada berbagai tantangan.
"Makanya, untuk baterai karena saya sendiri yang kawal gak ada cerita sekalioun negara-negara lain tidak ikhlas untuk negara indonesia ini maju untuk menjadi negara industrialis," katanya.
Dalam pengembangan baterai kendaraan listrik, salah satu yang dipilih adalah Kawasan Industri Terpadu Batang (KIT-Batang). Menteri Bahlil menegaskan dua perusahaan telah berkomitmen membangun dikawasan itu, yakni LG dan Foxconn.
Advertisement