Sukses

Nancy Pelosi ke Taiwan, Produsen Chip Terbesar Dunia Ini Terseret Persaingan AS-China

Kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan soroti pentingnya peran produsen chip terbesar di dunia asal Taiwan, TSMC dalam ketegangan geopolitik AS-China.

Liputan6.com, Jakarta - Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan, menyoroti peran penting pulau itu dalam rantai pasokan chip global dan khususnya pada produsen chip terbesar di dunia.

Di negara ini, terdapat perusahaan pemasok chip global yakni Taiwan Semiconductor Manufacturing Co., atau yang dikenal sebagai TSMC.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (4/8/3033) hal itu terlihat ketika Pelosi bertemu dengan Ketua TSMC Mark Liu dalam kunjungannya ke Taiwan. 

Mereka membahas tentang pentingnya semikonduktor bagi keamanan nasional AS dan peran integral perusahaan tersebut dalam membuat chip paling canggih.

Sebagai informasi, semikonduktor telah menjadi bagian penting dari persaingan teknologi AS dan China dalam beberapa tahun terakhir.

Baru-baru ini, kekurangan pasokan semikonduktor telah mendorong AS untuk menyusul Asia dan mempertahankan keunggulan atas China dalam industri ini.

"Status diplomatik Taiwan yang belum terselesaikan akan tetap menjadi sumber ketidakpastian geopolitik yang intens. Bahkan perjalanan Pelosi menggarisbawahi betapa pentingnya Taiwan bagi kedua negara" kata Reema Bhattacharya, kepala penelitian Asia di Verisk Maplecroft. 

"Alasan (kunjungan) yang jelas adalah kepentingan strategis yang krusial sebagai produsen chip dan dalam rantai pasokan semikonduktor global," ungkapnya kepada CNBC "Street Signs Europe".

TSMC bahkan memiliki daftar klien ternama salah satu Apple hingga Nvidia, yang merupakan perusahaan teknologi terbesar di dunia.

Ketika AS tertinggal dalam pembuatan chip selama 15 tahun terakhir, perusahaan seperti TSMC dan Samsung Electronics di Korea Selatan, terus maju dengan teknik pembuatan chip mutakhir.

Meskipun mereka masih mengandalkan alat dan teknologi dari AS, Eropa, dan tempat lain, TSMC khususnya, berhasil mengukuhkan posisinya sebagai pembuat chip ternama dunia.

2 dari 4 halaman

TSMC Bangun Pabrik Senilai Rp 179 Triliun di Arizona AS

TSMC menyumbang 54 persen dari pasar pengecoran global, menurut Counterpoint Research.

Taiwan sebagai negara yang menyumbang sekitar dua pertiga dari pasar pengecoran global ketika mempertimbangkan TSMC bersama pemain lain seperti UMC dan Vanguard.

Hal itu menyoroti pentingnya Taiwan di pasar semikonduktor dunia.

TSMC saat ini sedang membangun pabrik manufaktur senilai USD 12 miliar atau setara Rp 179 triliun di Arizona untuk membuat chip yang sangat canggih.

Pada 2020 lalu, AS memperkenalkan aturan yang mengharuskan produsen asing yang menggunakan peralatan pembuat chip Amerika untuk mendapatkan lisensi sebelum dijual ke raksasa peralatan telekomunikasi China Huawei.

Kebetulan, TSMC membuat chip prosesor untuk smartphone Huawei. Tetapi setelah langkah AS, TSMC tidak dapat lagi memasok chip ke Huawei. Akibatnya, bisnis smartphone Huawei merugi.

Abishur Prakash, salah satu pendiri firma penasihat Center for Innovating the Future menyebut, TSMC sudah berada di tengah persaingan AS-China dan dapat dipaksa untuk memihak.

Komitmennya terhadap pabrik semikonduktor canggih di .S. sudah bisa menjadi tanda dari negara mana ia berpihak.

"Semakin banyak perusahaan yang menonjolkan nada ideologis dengan siapa mereka bekerja. Pertanyaannya adalah, ketika ketegangan antara Taiwan dan China meningkat, akankah TSMC dapat mempertahankan posisinya (menjajarkan diri dengan Barat), atau akankah ia dipaksa untuk mengkalibrasi ulang strategi geopolitiknya," beber Prakash.

3 dari 4 halaman

Nancy Pelosi Berkunjung, China Bereaksi Langsung Stop Impor Makanan Taiwan

China menangguhkan impor dari ratusan pabrik makanan Taiwan menjelang kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi di wilayah tersebut.

Dilansir dari South China Morning Post, Rabu (3/8/2022) Administrasi Umum Bea Cukai China mengatakan bahwa produk makanan manis dari Taiwan di antaranya biskuit, kue kering, dan roti telah terdaftar daftar barang impor yang ditangguhkan.

Laporan outlet berita United Daily News yang berbasis di Taipei menyebut, larangan ekspor itu diberlakukan pada Senin malam (1/8) waktu setempat.

Taiwan juga mengkonfirmasi sudah mengetahui adanya larangan ekspor produk makanan manis ke China.

"Kementerian Perekonomian dan Dewan Pertanian saat ini mengetahui (larangan impor)," kata Biro Perdagangan Luar Negeri Taiwan pada Selasa (2/8).

Badan itu pun menambahkan bahwa Taipei akan membantu perusahaan yang terdampak untuk merespons larangan ekspor dengan benar.

Adapun Wei Chuan Food Corporation, produsen makanan kaleng dan minuman asal China yang juga mengkonfirmasi pihaknya "menerima kebijakan perdagangan baru".

Menyusul berita larangan impor makanan manis, harga merek populer anjlok hampir 2,5 persen di Bursa Efek Taiwan pada Selasa (2/8), 

Sejumlah perusahaan Taiwan juga mengakui masa depan impornya masih belum jelas serta produk yang diproduksi di pabrik China.

Diketahui, ini bukan pertama kalinya China memberlakukan larangan impor produk makanan dari Taiwan.

Tahun lalu, China menangguhkan impor nanas, apel gula, dan apel – tiga ekspor buah teratas dari Taiwan ke China karena terdeteksinya hama.

Adapun larangan impor ikan kerapu Taiwan pada bulan Juni 2022 karena terdeteksinya "obat terlarang".

4 dari 4 halaman

China Sebagai Tujuan Ekspor Taiwan yang Paling Menguntungkan

Ekspor ikan kerapu Taiwan ke China sebelumnya menyumbang 91 persen dari total penjualan ekspor pulau itu dan 36 persen dari total produksi di Taiwan, menurut menteri pertanian Chen Chi-chung.

"Dulu, 80 persen ekspor buah Taiwan bergantung pada satu pasar di China, tapi sekarang menyusut menjadi 45 persen," ungkapnya bulan lalu.

Pada 2021 lalu, terlepas dari ketegangan yang sedang berlangsung, China dan Hong Kong digabungkan sebagai tujuan ekspor utama Taiwan dengan 42,3 persen dari nilai ekspor keseluruhan, menurut cabang eksekutif pulau itu.

Tercatat pada Juni 2022, ekspor Taiwan ke Chin dan Hong Kong mencapai USD 15,428 miliar atau setara Rp 229,8 triliun, turun 4,5 persen YoY, sementara impor naik 14,6 persen YoY menjadi USD 7,911 miliar atau setara Rp 117,8 triliun.