Sukses

Sri Mulyani Ingatkan Masalah Stunting Itu Tanggungjawab Semua Kementerian dan Lembaga

Saat ini, ada dua instansi yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menangani masalah stunting

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan jika persoalan stunting merupakan tanggungjawab semua Kemenetrian/Lembaga. Sebab, stunting menjadi fokus pemerintah karena menyangkut masa depan generasi penerus bangsa.

Saat ini, ada dua instansi yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menangani masalah stunting, yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan.

Kendati begitu, sudah seharusnya semua kementerian/lembaga turut berperan penting dalam memerangi masalah stunting di tanah air ini.

"Stunting tidak hanya bergantung pada dua instansi tersebut, peranan dari bahkan 17 kementerian/lembaga (juga perlu)," kata Sri Mulyani dalam webinar Keterbukaan Informasi Publik, Kamis (4/8/2022).

Diketahui, Pemerintah telah menyediakan anggaran sebesar Rp 44,8 triliun tahun 2022 untuk menangani stunting.

Rinciannya, penanganan stunting dilakukan oleh 17 kementerian/lembaga dengan dana sebesar Rp34,1 triliun, serta dana alokasi khusus melalui APBD yang mencapai Rp8,9 triliun.

Menkeu menyampaikan, berdasarkan data, angka stunting di Indonesia tadinya mencapai 30,8 persen pada 2018. Seiring berjalannya waktu, pada akhir 2021 angka stunting telah turun ke 24,4 persen.

"Presiden Jokowi berharap agar angka tersebut bisa terus turun, bahkan mencapai 14 persen pada 2022," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

2 dari 4 halaman

Butuh Mobilisasi

Menkeu menegaskan dibutuhkan suatu mobilisasi dari seluruh kementerian/lembaga pusat dan daerah, serta peranan APBN.

Tak hanya itu saja, Menkeu juga menyoroti tentang perlu adanya informasi mengenai dari 17 lembaga tersebut siapa yang menjadi pengampu dari program penanganan stunting, bagaimana mekanisme kolaborasi, sinergi dan koordinasi.

Karena, keterbukaan informasi publik menjadi sangat penting di era digital dan teknologi informasi, dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi dengan kecepatan yang tinggi dan mudah.

"Keterbukaan informasi adalah hak masyarakat untuk mendapatkan info publik. Ini adalah bagian dari HAM yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 F," pungkas Menkeu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Ma’ruf Amin Sebut Jawa Barat dan Tengah Jadi Provinsi Balita Stunting Terbanyak

Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin Rapat Kerja percepatan penurunan stunting pada 12 provinsi prioritas. Ma’ruf mengingatkan kepada 12 kepala daerah dengan stunting tertinggi dan terbanyak untuk menurunkan angka stunting di wilayah mereka.

“Kita harus menurunkan stunting sebesar 10,4 persen pada waktu yang tersisa, yaitu ini tentu menjadi tantangan kita bersama,” kata Ma’ruf membuka rapat, Kamis (4/8/2022).

Ma’ruf menyebut terdapat lima provinsi dengan tingkat balita stunting terbanyak dan ada tujuh provinsi dengan tingkat stunting tertinggi.

“Tujuh provinsi prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatra Utara,” jelasnya.

Oleh karena itu, saat ini Ma’ruf menyebut fokus percepatan penurunan stunting ada pada pada tujuh provinsi dan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak tersebut.

“Sesuai amanat bapak presiden dan telah ditetapkan melalui keputusan menteri PPN dan kepala Bapenas,” kata dia.

Selain itu, Ma’ruf juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang berisikan strategi nasional percepatan penurunan stunting.

“BKBBN juga telah menyusun rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting, indonesia pasti 2021-2024 sebagai turunan perpres 72/2021yg menjadi acuan dalam pelaksanaan program,” kata Ma’ruf.

 

4 dari 4 halaman

Kejar Target

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menargetkan angka anak dengan stunting menurun di tahun 2024 menjadi 14 persen. Sementara per 2021 tingkat angka stunting di Indonesia masih di angka 24,4 persen, lebih baik dari tahun 2018 yang ada di angkan 30,8 persen.

"Stunting anak tahun 2018 mencapai 30,8 persen dan sekarang di 2021 kemarin turun ke 24,4 persen dan tahun 2024 ini diturunkan lagi ke 14 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Webinar Keterbukaan Informasi Publik, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2022.

Sri Mulyani menuturkan untuk mencapai target presiden, dibutuhkan kerja sama dan mobilisasi dari semua kementerian/lembaga baik di pusat maupun daerah. Mengingat penanganan stunting pada anak bukan menjadi tanggung jawab satu kementerian/lembaga saja.

"Presiden memang menunjuk BKKBN sebagai instansi dan koordinator yang memiliki jajaran di lapangan. Kementerian Kesehatan dari mengomandoi posyandu sampai puskesmas," kata dia.

Namun, mengatasi stunting bukan hanya tugas 2 instansi tersebut. Setidaknya ada 17 kementerian dan lembaga yang juga bertanggung jawab dalam hal ini. Semisal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Dinas Pekerjaan Umum di daerah untuk menyediakan akses air bersih dalam rangka penyediaan sanitasi.

"Ini penting, supaya anak-anak tidak diare maka butuh air bersih dan sistem sanitasi yang sehat," kata dia.

Pihaknya pun, dari Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran Rp 44,8 triliun untuk mengatasi masalah stunting. Dana tersebut berasal dari APBN 2022 yang disalurkan melalui 17 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

"Dilakukan pada 17 kementerian/lembaga sebesar Rp 34,1 triliun dan dana alokasi khusus (DAK) (kepada Pemda) sebesar Rp 8,9 triliun," katanya.

Dana tersebut kata Sri Mulyani harus bisa menjamin tidak adanya lagi bayi yang terlahir dalam keadaan stunting. Maka, pemantauannya harus dilakukan sejak bayi dalam kandungan ibu hingga 1.000 hari.