Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan di level terendahnya 3,5 persen. Hanya saja, sewaktu-waktu BI bisa saja menaikkan suku bunga acuan itu.
Kepala Ekonom BRI, Anton Hendranata menilai, bank sentral mau tak mau harus menaikkan suku bunganya jika inflasi inti sudah lebih dari 3 persen.
Baca Juga
"Yang perlu di pertimbangkan inflasi intinya, kalau seandainya mendekati 3 persen maka suka atau tidak suka rasanya BI harus merespon kenaikan suku bunga acuannya," kata Anton dalam Taklimat Media, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Advertisement
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Juli 2022, inflasi inti masih di level 2,86 persen. Bila pada Agustus tahun ini inflasi inti tembus 3 persen, maka diperkirakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan.
"Kalau ke arah 3 persen, hitungan saya menurut saya ada kemungkinan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuannya. Tapi itu juga nanti lihat kondisi yang ada, kalau memang diperlukan," kata dia.
Sehingga bila sampai pada saatnya nanti, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan, kebijakan tersebut memang sudah sewajarnya. Anton mengingatkan kebijakan tersebut bukan berarti bank sentral mengorbankan tren pemulihan ekonomi yang semakin menguat.
"Saya pikir wajar-wajar saja kalau seandainya BI terpaksa kalau harus menaikkan suku bunga acuannya. Itu bukan berarti mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang sudah semakin baik. (Tapi) karena di globalnya jauh lebih agresif," kata dia.
Â
Banyak Bank Sentral Naikkan Suku Bunga
Sebagaimana diketahui banyak negara yang sudah menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Seperti yang dilakukan The Fed, bank sentral Amerika Serikat dengan tingkat suku bunga sudah mencapai 2,5 persen.
"Saat ini suku bunga acuan kita 3,5 persen. Kemudian suku bunga acuan AS 2,5 persen dan gap itu semakin mengecil," kata dia.
Hal ini berdampak pada tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Bahkan rupiah diprediksi bisa terus melemah dalam beberapa waktu ke depan.
"Saat ini kan memang rupiah boleh dikatakan ada tekanan tapi masih manageable di sekitar Rp 15.000. Maka kalau seandainya tekanan itu makin dalam terhadap rupiahnya," kata dia.
"Dan ini bisa menambah tekanan depresiasi rupiah secara konsisten dalam beberapa periode yang akan datang. Saya kira ini perlu diperhatikan baik-baik," sambungnya.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: merdeka.com
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Pemerintah Pede Bisa Kendalikan Inflasi Kurang dari 5 Persen
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis bisa menjaga laju inflasi tetap berada di bawah 5 persen hingga akhir 2022. Keyakinan itu dipancarkan selepas tingkat inflasi secara tahunan atau year on year (YoY) per Juli 2022 sudah menyentuh level 4,94 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, tingkat inflasi dalam beberapa bulan terakhir terus melesat akibat adanya kenaikan inflasi pangan.
Hal itu terus membuat dirinya memantau dan memperkirakan, tekanan inflasi dalam 1-2 bulan ke depan tampaknya masih akan tetap tinggi. Namun, Febrio tak ingin hal tersebut berlanjut hingga akhir tahun, sehingga semakin membebani kantong masyarakat.
"Akan tetapi mendekati akhir tahun harusnya bisa cukup kita kendalikan di bawah 5 persen. Ini yang dengan warning dari data-data yang kita lihat harus terus kita pantau, arah ini harus terus kita jaga, memastikan komoditas pangan yang juga langsung terkait kantong masyarakat," ujarnya dalam sesi taklimat media, Senin (8/8/2022).
Contoh paling jelas, Febrio menyebut tingkat inflasi harga beras yang hingga Juli 2022 masih terjaga di angka 1 persen.
"Kenapa? Karena memang kita mendapatkan suplai yang cukup berlimpah. Tidak hanya tahun ini, tapi dalan 2 tahun terakhir dengan curah hujan yang memang luar biasa," ungkapnya.
Â
Pengaruh ke Inflasi
Menariknya, ia melanjutkan, komoditas beras ini jadi salah satu dari kontributor yang paling besar sumbangsihnya dalam indeks harga konsumen (IHK). Sehingga kalau dijaga harga beras tidak bergejolak, Febrio berharap dari sisi makanan akan bisa menjaga stabilitas daya beli masyarakat.
"Ini akan terus kita pantau ke depan, seperti apa untuk bisa kita pastikan forum TPIP untuk pusat, TPID untuk daerah, dan supply/demand-nya memang terus melihat kolaborasi kuat pusat dan daerah, termasuk juga dengan sektor usahanya. Karena kita tahu, sumber inflasinya yang cukup volatile adalah dari bahan makanan," tuturnya.
Advertisement