Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan realisasi Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara atau APBN 2022 sampai bulan Juli masih mencatatkan surplus.
Hingga awal semester II-2022, tercatat APBN surplus hingga Rp 106,1 triliun atau 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
Baca Juga
"Pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi sehingga kita bisa sampai akhir Juli 2022 masih menghadapi surplus, bukan defisit untuk APBN-nya," kata Febrio dalam Taklimat Media, Jakarta, Senin (8/8).
Advertisement
Surplus APBN tersebut tercatat menjadi yang ketujuh kalinya. Artinya setiap bulan di tahun 2022 mengalami surplus.
Berdasarkan data, pendapatan negara per 31 Juli mencapai Rp 1.551,0 triliun. Berasal dari penerimaan perpajakan Rp 1.213,5 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 333,7 triliun.
Sementara itu, total belanja pemerintah sebesar Rp 1.444,8 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.031,2 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 413,6 triliun.
Dari sisi keseimbangan primer per 31 Juli tercatat Rp 316,1 triliun. Sehingga surplus APBN per Juli 2022 sebesar 106,1 triliun.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Subsidi BBM dan Listrik
Febrio juga menegaskan sampai Juli 2022, pemerintah telah membayarkan subsidi dan kompensasi BBM dan listrik. Pada Juli 2022 pemerintah telah membayar subsidi sebesar Rp 116,2 triliun. Sedangkan untuk kompensasi BBM dan listrik telah dibayarkan di bulan Juli Rp 104,8 triliun.
"Pembayaran subsidi dan kompensasi akan terus berjalan sampai akhir tahun," kata dia.
Diperkirakan sampai akhir tahun 2022, defisit APBN ada di level 3,92 persen dari PDB. Dia berharap tren pendapatan negara yang tinggi diharapkan bisa menekan defisit APBN tahun ini hingga dibawah angka yang diprediksikan.
"Ini akan terus kita pantau apakah kita bisa menjaga penerimaan atau pendapatannya tepat tumbuh kuat dan belanja digunakan seefisien mungkin," kata dia.
"Sehingga defisit di akhir tahun kita pertahankan cukup kuat di 3,92 persen atau bahkan lebih rendah lagi," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Pak Jokowi, APBN Harus Segera Diselamatkan!
Ekonom Senior INDEF, Didik Rachbini mengatakan Rabu (3/8) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi)Â tiba-tiba memanggil para ekonom ke Istana Negara. Dia mengaku mendapatkan undangan tersebut pada Selasa (2/8) malam, sehari sebelum pertemuan.
"Pada hari selasa malam saya mendapat undangan tetapi posisi berada di Kulon Progo," kata Didik dalam keterangan resminya hari ini, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Tanpa pikir panjang, Didik bergegas kembali ke Jakarta. Dia langsung memesan tiket untuk keberangkatan pagi. Sayangnya, dia gagal menghadiri undangan tersebut lantaran hasil tes PCR-nya baru selesai jam 12.30 siang.
Meskipun dia tidak sempat bertemu dengan orang nomor 1 di Indonesia itu, dia tetap memberikan masukan dengan cara lain.
Kepada Presiden dia mengingatkan agar menjaga kesehatan dan menyelamatkan APBN setelah bekerja keras sebagai tulang punggung perekonomian selama pandemi.
"Masukan pertama adalah APBN harus diselamatkan. Jika tidak pemerintah sekarang akan mewariskan kondisi APBN yang rentan dan rapuh, bahkan saat ini pun menjadi jalan menuju krisis anggaran atau bahkan resesi seperti telah dirasakan negara-negara lain," ungkapnya.
Dia menjelaskan, tekanan pada APBN datang dari setidaknya dua hal yakni subsidi yang sangat besar dan tekanan pembayaran utang. Terutama subsidi energi, karena kenaikan harga-harga.
Didik menyebut Jokowi terkenal berani mengambil kebijakan ekonomi dan keputusan rasional yang obyektif dan rasional untuk solusi bangsa meskipun sering kontroversial bagi publik.
Di awal pemerintahannya, Jokowi tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar. Namun keputusan tersebut memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin. Hanya saja, saat ini dia melihat keberanian tersebut sirna.
"Presiden pada saat ini seperti gagap untuk mengambil keputusan mengurangi subsidi besar 500 triliun rupiah pada saat ini," kata dia.
Dia melanjutkan, jumlah subsidi ini sama besarnya dengan anggaran pemerintah SBY dengan kurs rupiah relatif tidak berbeda jauh. Tim ekonomi presiden tidak juga memberikan masukan yang benar terhadap masalah ini sehingga APBN pasca pemerintahan sekarang akan rusak berat.
APBN Terancam Bengkak
Di sisi lain mulai tahun depan pemerintah dan DPR harus mengembalikan defisit di bawah 3 persen. Hal ini sesuai undang-undang yang telah disepakati bersama.
Namun Didik khawatir, APBN 2023 kembali jebol karena ancaman krisis energi dan pangan yang terjadi sekarang. Jika rencana tahun depan masuk ke target masuk ke dalam defisit di bawah 3 persen gagal, maka ini menjadi pelanggaran konstitusi yang serius bagi pemerintah.
"Atau bisa jadi sesuai karakter DPR yang sekarang akan main-main dengan konstitusi, mengubah lagi target defisit tersebut di atas 3 persen lagi," kata dia.
Kemungkinan yang kedua ini kata Didik bisa saja terjadi karena karakter kolektif kebiasaan DPR dan pemerintah. Dia menilai pelanggaran serius seperti defisit besar bisa membahayakan ekonomi negara.
"Ini bisa saja dibuat main-main karena ketiadaan pemikiran kritis dan minus check and balances yang memadai dari sistem demokrasi kita," ungkapnya.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement