Sukses

Sri Mulyani: Tak Ada Anggaran Penanganan Pandemi Covid-19 mulai 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahun 2023 pemerintah tidak akan mengalokasikan anggaran khusus penanganan pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahun 2023 pemerintah tidak akan mengalokasikan anggaran khusus penanganan pandemi Covid-19. Sebagai gantinya, pemerintah akan menambah anggaran sektor kesehatan secara umum saja.

"Anggaran kesehatan tidak lagi memberikan alokasi khusus untuk pandemi," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai Sidang Paripurna Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/8/2022).

Sri Mulyani mengatakan anggaran kesehatan reguler tahun depan akan ditambah. Rencananya pemerintah akan menaikkan anggaran kesehatan tahun depan menjadi Rp 168,4 triliun untuk memperkuat sistem kesehatan nasional.

"Anggaran kesehatan yang reguler akan naik dari Rp 133 triliun tahun ini naik ke Rp 168, triliun," kata dia.

Untuk anggaran pendidikan pemerintah masih akan mengalokasikan dalam persentase yang sama, yakni 20 persen dari total APBN tahun 2023. "Kita akan tetap menganggarkan anggaran pendidikan 20 persen," katanya.

Sementara itu, anggaran belanja kementerian lembaga tahun depan direncanakan mencapai Rp 993 triliun. Anggaran tersebut akan difokuskan ke berbagai fokus program nasional.

Mulai dari sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas nasional. Tak hanya itu, anggaran tahun depan juga akan difokuskan untuk mendukung tahapan Pemilu.

"Instruksi Bapak Presiden sebelumnya adalah untuk menyelesaikan proyek. jadi jangan sampai ada proyek baru yang kemudian tidak selesai pada akhir tahun atau tahun 2024," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Was-Was Jika Banyak Anak Indonesia Stunting

Pemerintah tahun ini mengalokasikan anggaran Rp 44,8 triliun dari APBN untuk mengatasi anak dengan stunting. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dana tersebut harus bisa menjamin tidak adanya lagi bayi yang terlahir dalam keadaan stunting.

Dia menjelaskan 1.000 hari pertama bayi sejak dalam kandungan menjadi penentu anak lahir dalam keadaan stunting atau tidak. Mengingat kondisi balita usia dini yang mengalami kekurangan gizi bisa terancam masa depannya.

"Stunting ini dimulai dari kondisi ibu yang menjalankan proses kehamilan sampai dengan melahirkan dan membesarkan anaknya," kata Sri Mulyani dalam Webinar Keterbukaan Informasi Publik, Jakarta, Kamis (4/8).

Pencegahan anak stunting bukan hanya menghindari anak kekurangan gizi dari sejak dalam kandungan. Persiapan pra kondisi ibu hamil juga perlu perhatikan.

"Tidak hanya kekurangan gizi pada anak yang kita kejar tetapi dari ibu-ibu sebelum hamil harus ada prakondisi," kata dia.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Fokus Pemerintah

Hal inilah kata Ani sapaannya, yang kini menjadi fokus pemerintah. Anak-anak yang terlahir dengan stunting dikhawatirkan tidak bisa berkembang dengan baik menjadi manusia dewasa yang bisa menjalankan fungsi-fungsi kemanusiannya secara penuh.

Mereka juga akan mengalami kesulitan dalam mencapai impian dan cita-citanya. Dalam jangka panjang ini bisa mengancam masa depan generasi muda mendatang di Tanah Air.

"Kalau lebih dari 33 persen anak stunting, mereka yang masuk ke pasar kerja ini jadi tidak optimal dan struggle. Jadi yang mempekerjakan ini akan mengalami kesulitan dari sisi produktivitasnya," kata Sri Mulyani.

Makanya, dalam rangka menghindari hal tersebut butuh komitmen antar generasi untuk mengurangi kelahiran bayi dengan stunting. Sebagaimana target Presiden Joko Widodo yang menginginkan angka stunting di Indonesia tinggal 14 persen di tahun 2024 mendatang.