Sukses

Sejauh Apa APBN Bisa Beri Subsidi?

APBN menjadi syok absorber dengan batasan tertentu. Dalam batasan ini APBN tetap dijaga agar pelebaran defisitnya tidak bertambah, sebaliknya bisa terus ditekan.

Liputan6.com, Jakarta - Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tidak selamanya bisa menekan laju inflasi di Tanah Air. Hal tersebut diungkap oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara.

Ia menjelaskan, selama ini pemerintah menggunakan APBN untuk memberikan subsidi energi dan lainnya. Dengan adanya subsidi ini maka akan menahan laju inflasi dan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.

"Jadi kalau APBN bisa absorber ya kita lakukan tapi ini tidak boleh selamanya," kata Suahasil dalam Talkshow bertajuk: Laju Pemulihan RI Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global, Jakarta, Selasa, (9/8/2022).

Suahasil menjelaskan APBN menjadi syok absorber dengan batasan tertentu. Dalam batasan ini APBN tetap dijaga agar pelebaran defisitnya tidak bertambah, sebaliknya bisa terus ditekan.

"Ini harus dalam batasan yang baik dan ekonomi secara bertahap dibuka dan APBN disehatkan," kata dia.

Penyehatan APBN dilakukan dengan menurunkan intensitas penggunaanya. Pelebaran defisit harus kembali sesuai aturan dibawah 3 persen mulai tahun depan.

Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri kalau dalam waktu mendesak APBN harus kembali maju dan menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan.

"Defisit APBN tinggi boleh tapi harus dalam situasi yang sangat kritis seperti tahun 2020 lalu," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Peran Dikurangi

Namun, saat ini ekonomi Indonesia sudah makin membaik. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 yang sudah mencapai 5,44 persen. Sehingga sudah saatnya peran APBN dalam mendorong pemulihan ekonomi dikurangi.

"APBN ini kita turunkan intensitas kerjanya dan APBN akan bersiap-siap kalau harus menangani situasi krisis lainnya. Ini lah siklus APBN yang kita lakukan," kata dia.

Sebagaimana diketahui, belanja subsidi dan kompensasi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tahun ini bengkak hingga Rp 502 triliun. Naiknya belanja pada pos anggaran ini dilakukan dalam upaya menekan kenaikan inflasi yang bisa mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung.

Selain itu, selama 2 tahun berturut-turut, APBN menjadi penggerak utama perekonomian nasional di awal pandemi terjadi. Pemerintah menggunakan APBN untuk berbagai keperluan, mulai dari penangan pandemi di sektor kesehatan hingga sektor sosial dan ekonomi.

Defisit APBN juga diperlebar. Pada tahun 2020 defisit APBN tercatat sebesar 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian di tahun 2021 mengalami perbaikan dengan defisit 4,65 persen dari PDB. Sementara itu, tahun ini pemerintah berupaya menekan defisit 3,9 persen dari PDB.

 

3 dari 3 halaman

Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Turunkan Defisit APBN Jadi di Bawah 3 Persen

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden di awal pekan ini. Salah satu bahasan dalam sidang kabinet ini adalah mengenai defisit APBN. Presiden Jokowi memberikan perintah agar defisit APBN 2023 bisa ditekan hingga di bawah 3 persen.

"Presiden tadi menyampaikan bahwa pertumbuhan defisit APBN harus di bawah 3 persen dan dijaga dari sisi sustainabilitasnya," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai Sidang Paripurna Kabinet, Senin (8/8/2022).

Jokowi juga ingin agar Sri Mulyani tetap mendukung belanja negara untuk berbagai program prioritas nasional. Beberapa diantaranya perbaikan sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan infrastruktur. Tak terkecuali pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur dan penyelenggaraan pemilu.

"Kemudian pembangunan infrastruktur termasuk IKN dalam hal ini dan juga penyelenggaraan pemilu yang harus mendapatkan prioritas dari sisi penganggarannya," ungkap Sri Mulyani.

Pemerintah akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional. Begitu juga dari sisi pembiayaan, seperti akumulasi dari dana abadi pendidikan.

"Dana abadi pendidikan akan terus dikelola sebagai juga warisan untuk generasi yang akan datang, maupun sebagai mekanisme untuk shock absorber," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com