Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya misi untuk mendorong tingkat inklusi keuangan. Salah satunya bisa dicapai melalui financial technology (Fintech) atau pinjaman online (pinjol).
Ditengah pekembangan teknologi digital, pengawasan juga perlu ikut ditingkatkan. Sementara, kewaspadaan masyarakat dan kecakapan penggunaan produk keuangan digital juga perlu diakselerasi.
Baca Juga
Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkap 4 langkah penting yang diambil OJK. Diharapkan, mampu meningkatkan pemahaman masyarakat dan fintek lending atau pinjol ini.
Advertisement
"Pertama, kita melakukan program literasi dan edukasi keuangan yang masif yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat," kata dia dalam webinar bertajuk Sehat Kelola Dana Dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital, Selasa (9/8/2022).
Kedua, pengembangan produk keuangan yang inovatif dan adil untuk masyarakat. Disini, ada tiga prinsip, yakni mudah diakses, fleksibel, dan harganya terjangkau.
Ketiga, penerapan prinsip perlindungan konsumen. Artinya, penyelenggara fintech atau pinjol perlu mengedepankan keamanan dan kenyamana konsumen, sembari terus dipantau oleh OJK.
"Kami berkeyakinan bahwa perlindungnan konsumen di industri jasa keuangan merupakan salah satu fondasi dasar dalam membangun industri keuangan yang kokoh di suatu negara termasuk indonesia," ujarnya.
"Peran customer protection dalam menjaga kepercayaan masyarakat atau trust dalam hal ini sangat penting karena trust ini merupakan suatu prasyarat bagi pengembangan industri jasa keuangan kita," tambah Friderica.
Keempat, perlunya penguatan dari Satgas Waspada Investasi. Utamanya merespons tindakan pelanggaran dalam ekosistem fintech di dalam negeri.
"Mengingat tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana dan keuangan investasi itu merupakan biasanya merupakan tindakan yang lintas yusrisdiksi, maka keberadaan satgas waspada investasi ini, dari 12 K/L mutlak diperlukan dan diperkuat," terang dia.
Blokir 4.000 Pinjol Ilegal
Pada kesempatan itu, Friderica mengungkap capaian Satgas Waspada Investasi. Hingga Juni 2022, telah tercatat lebih dari 5.000 penindakan terhadap investasi, pinjol, hingga gadai ilegal.
Rinciannya, Satgas Waspada Investasi telah menutup 1.130 penawaran investasi ilegal. Kemudian, menutup 4.089 pinjol ilegal, dan menutup 165 gadai ilegal.
"Transaksi digital memang sudah memudahkan hidup kita, tetapi banyak sekali kemudian banyak kasus-kasus, OJK bersama K/L kita punya Satgas Waspada Investasi yang untuk memberantas pelaku-pelaku usaha yang ilegal," tegasnya.
Advertisement
Wanti-Wanti OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti masih rawannya penggunaan aplikasi peminjaman online (pinjol). Alasannya, masih banyak yang masyarakat yang belum cakap ditengah perkembangan teknologi di sektor keuangan.
Menurut Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah. Meski di sisi lain, tingkat inklusi keuangan sudah cukup tinggi.
"Dunia digital memiliki potensi kerawanan, dimana kalau kita lihat, memang ada gap angtara tingkat inklusi dan tingkat literasi. Kalau tingkat inklusi itu angkanya sekitar 76 persen, sedangkan literasi itu masih sekitar 38 persen," ungkapnya dalam webinar bertajuk Sehat Kelola Dana Dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital, Selasa (9/8/2022).
Kesenjangan ini, bisa diartikan ada banyaknya orang yang bisa mengakses produk keuangan. Tapi, hanya sedikit diantaranya yang telah memahami terkait produk keuangan yang diaksesnya tersebut.
Dengan demikian, pengguna pinjol atau fintek lending ini berada pada posisi rawan. Menurut Friderica ini yang perlu lebih dulu menjadi perhatian.
"Termasuk jangan-jangan penggunaan seperti fintek pun juga, karena itu menimbulkan kerawanan dan banyak dispute ya, ketidaksepakatan dan ketidaksepahaman yang nanti larinya pun ke OJK dalam hal penyelesaian sengketa dan pelaku jasa keuangan di Indonesia," tuturnya.
Memudahkan
Di sisi lain, Friderica melihat adanya peluang cukup besar dari pinjol ini. Salah satunya mendorong tingkat inklusi keuangan digital.
Ini juga menjadi momentum ketika pandemi Covid-19 l, dimana banyak transaksi beralih ke digital dengan alasan kesehatan. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang memiliki ponsel dan mengakses internet.
"Fintek sangat marak digunakana karena dengan background ini jadi produk yang sangat mudah diterima dan digunakan masyarakat. Perkembangan digitalisasi mendorong lembaga keuangan untuk terus beradaptasi menghadirkan layanan keuangan digital yang lebih efisien dan cepat," terangnya.
Dengan adanya kemudahan ini, tak serta merta menghindarkan penggunanya dari risiko. Misalnya, adanya potensi fraud atau penipuan, hingga pencurian data pribadi.
"Kalau transaksi digital itu sendiri sudah memudahkan hidup kita dan menciptakan new lifestyle, memang kita lihat, meski mudah, tentu ada risiko. Dan ini akan jadi pembahasan kita bersama walau jadi gaya hidup, ada resikonya yang ibu-ibu semua mesti aware dan hati-hati," pintanya
Advertisement