Sukses

Waspada! Risiko Ekonomi Digital Imbas Pemblokiran Platform Digital

Pemblokiran sistem elektronik tidak bersifat permanen selama perusahaan telah menyelesaikan proses pendaftaran PSE kepada Kominfo.

Liputan6.com, Jakarta Pada Sabtu 30 Juli 2022 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir tujuh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang ada di Indonesia. Ketujuh platform digital populer yang diblokir antara lain Yahoo, PayPal, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, dan Origin. Ketujuh platform tersebut diblokir lantaran belum mendaftarkan diri ke Kominfo.

Kewajiban pendaftaran ini merupakan amanat Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Apabila perusahaan belum melakukan pendaftaran, maka pemutusan akses akan dilakukan secara berkala sesuai perundang - undangan yang berlaku.

Namun, Kominfo menjelaskan pemutusan sistem elektronik tidak bersifat permanen selama perusahaan telah menyelesaikan proses pendaftaran PSE kepada Kominfo.

Langkah ini menjadi sorotan banyak pihak, pasalnya, pemblokiran tersebut dinilai sangat merugikan, tidak hanya dari pihak platform/aplikasi, namun juga masyarakat Indonesia. Kerugian ini dirasakan masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja lepas (freelancer) dengan client dari luar negeri.

Kebanyakan pembayaran pekerjaan lintas negara tersebut, banyak menggunakan aplikasi PayPal untuk melakukan transaksi.

“Secara umum, pemblokiran ini tak hanya berdampak pada pihak tertentu saja, tetapi juga berpengaruh pada hak - hak masyarakat secara umum, terutama hak masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Banyak orang seperti freelancer yang menggantungkan hidupnya melalui PayPal," kata CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Sementara itu, untuk pemblokiran Steam dampaknya tidak hanya terasa kepada para gamers yang tidak lagi bisa mengakses game dari platform layanan distribusi digital untuk permainan tersebut. Namun, pengembang game lokal yang merilis game baru di platform itu juga bisa ikut mengalami kerugian.

"Tidak hanya itu, banyak pula masyarakat yang memanfaatkan Steam dan platform gaming lainnya untuk mendapatkan penghasilan seperti developer game lokal dan juga para atlet E-Sports yang sehari-harinya menggunakan platform tersebut untuk melatih skill mereka," tutur dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Dampaknya Terhadap Ekonomi Digital

Menurut lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), akan ada potensi penurunan tingkat investasi di sektor ekonomi digital akibat pengaturan soal Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup pribadi.

Ekonom INDEF menilai aturan PSE lingkup pribadi yang dikeluarkan Kominfo berpotensi dipandang sebagai pengekangan dan ketidakramahan Indonesia akan perkembangan digital.

Hal ini sangat terasa dengan banyaknya developer lokal yang memanfaatkan platform Steam, Origin, dan Epic Games untuk memasarkan game besutannya. Pengamat industri games Yabes Elia, menuturkan, bagi developer lokal, pemblokiran ini akan membuat developer lokal sulit menjual produknya karena mereka harus memasang VPN untuk mengakses platform - platform tersebut.

Kementerian Kominfo membuka sementara blokir PayPal dan terhitung efektif mulai Senin (1/8) hingga Jumat (5/8/2022). Pembukaan itu dilakukan untuk memberikan kesempatan untuk masyarakat yang masih menyimpan dana di PayPal agar bisa segera memindahkan dananya ke aplikasi lain.

“Kami mendukung langkah Kominfo dalam menegakkan aturan perihal pendaftaran PSE ini, namun alangkah lebih baik jika pemerintah juga mengeksplorasi berbagai opsi lain agar tidak langsung berdampak pada para pengguna.” tutup Johanna.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Kemkominfo: Pendaftaran PSE Bukan untuk Kendalikan Platform Digital

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengatakan, kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak bertujuan untuk mengendalikan platform.

Hal ini seperti disampaikan oleh Semuel A. Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemkominfo dalam konferensi persnya di kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (19/7/2022).

"Kalau dikaitkan dengan pengendalian ini lain lagi, ini benar-benar pendataan. Pengendalian sudah ada aturannya," kata Semuel.

Semuel mengatakan, pendaftaran PSE ini dilakukan agar pemerintah mengetahui siapa saja platform digital yang beroperasi secara digital di Indonesia.

"Saya rasa ini bukan hanya Indonesia, semua negara punya metodenya masing-masing dan kita modelnya adalah pendaftaran. Jadi saya rasa tidak ada kaitannya (dengan pengendalian), karena ini benar-benar tentang pendataan."

Menurut Semuel, apabila platform digital tidak melakukan pendaftaran, maka mereka sendiri yang akan rugi karena dinilai "tidak melihat Indonesia sebagai potential market mereka."

Selain itu, Semuel juga menyebut masih ada alternatif platform lain apabila sebuah PSE tidak melakukan pendaftaran serta membuka kesempatan anak bangsa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Intinya kita tegas. Ini adalah regulasi yang ada, ini adalah tata kelola, bukan pengendalian. Supaya kita tahu siapa saja yang beroperasi di Indonesia dan apa yang mereka operasikan," tegas Semuel.

Semuel dalam kesempatan sama juga menjelaskan, kekhawatiran publik terkait keberadaan tiga pasal yang dianggap rentan jadi "pasal karet" dalam Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020.

"Terkait pelanggaran atau penegakkan hukum, itu bukan hanya di Indonesia, semua seperti itu ada prosesnya. Biasanya kita minta data dulu," kata Kominfo.

4 dari 4 halaman

Soal Pasal Karet

Terkait permintaan untuk mengakses sistem, Kemkominfo mengklaim, hal ini dilakukan apabila ada kejahatan yang memang dilakukan oleh pihak perusahaan itu sendiri.

"Binomo, DNA Robot contohnya. Aparat harus bisa masuk ke sistemnya, karena secara sistem mereka melakukan kejahatan. Atau kalau ada fintech yang nakal, tiba-tiba uang pelanggan hilang sedikit-sedikit," kata Semuel.

Sementara terkait konten, Semuel menegaskan sudah ada aturan soal ini. Menurutnya, platform juga sudah memiliki tata kelola dalam hal ini. Kemkominfo pun juga tidak sembarang melakukan pemblokiran.

"Terkait konten yang mengganggu ketertiban umum, contohnya tentang agama, kan sampai ramai juga. Setelah kejadiannya baru kita minta 'tolong di-stop' karena sudah mengganggu," kata Semuel.

"Tidak mungkin kita melakukan sebelumnya. Harus benar-benar terjadi kehebohan di masyarakat, dan salah satu untuk meredam adalah melakukan pemblokiran (konten). Bukan kita tidak ada apa-apa minta di-takedown," tegas Semuel.