Sukses

Ketika Lockdown Covid-19 Bikin Harga Rumah Mewah di Shanghai China Naik

Harga hunian kelas atas di Shanghai China melonjak setelah melonggarnya locdown Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Harga hunian kelas atas di Shanghai China  telah melonjak di tengah meningkatnya permintaan untuk apartemen yang lebih luas setelah lockdown Covid-19 selama dua bulan di kota itu.

Hunian mewah di kota itu biasanya ditawarkan dengan harga sekitar di atas 10 juta yuan atau USD 1,5 juta. 

Namun dalam beberapa minggu terakhir harga naik karena meningkatnya permintaan, dan dalam beberapa kasus, pemilik menaikkan harga hingga 1 juta yuan dalam semalam.

Ditambah lagi, ketersediaan rumah yang luas semakin langka, terutama di tengah kota Shanghai. Hal ini semakin mendorong kenaikan harga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.

"Permintaan untuk apartemen besar di lokasi yang bagus tidak akan terpenuhi,” ungkap You Liangzhou, pemilik Baonuo, agen properti di kawasan Pudong, dikutip dari South China Morning Post Rabu (10/8/2022).

"Dalam banyak kasus, beberapa pembeli harus menawar properti yang sama, memberi pemilik kesempatan untuk menaikkan harga," bebernya.

You Liangzhou membeberkan contoh, yakni sebuah flat dengan tiga kamar tidur di kawasan Pudong, yang harganya dipatok di kisaran 12 juta yuan, diperkirakan akan naik hingga 1 juta yuan jika pembeli potensial datang. 

Meski dengan mahalnya biaya untuk membeli hunian selama pandemi, seorang pemilik pabrik elektronik di China yakni  Zhang Zhou, mengakui bahwa Shanghai memang salah satu kota pilihan terbaik untuk tempat tinggal di China.

"Keluarga saya memutuskan bahwa kami perlu berpindah rumah ketika kami semua tinggal di flat dengan dua kamar tidur di waktu yang lama (saat lockdown)," tambahnya.

Sekitar 20.000 rumah tinggal berpindah tangan di Shanghai bulan lalu, 27 persen lebih tinggi dari bulan sebelumnya, menurut China Real Estate Business.

Pasar perumahan di Shanghai pun diperkirakan akan pulih secara bertahap pada paruh kedua tahun ini, karena kepercayaan masyarakat kembali pada ekonomi lokal, menurut Sherril Sheng, direktur riset untuk sektor perumahan di JLL China.

2 dari 3 halaman

Ekonomi Pulih dari Covid-19, Ekspor China Tumbuh 18 Persen di Juli 2022

 Ekspor China menunjukkan kemajuan pada Juli 2022, meski ekonomi negara itu masih menghadapi beberapa hambatan imbas kebijakan nol-Covid-19.

Dilansir dari CNN Business, Selasa (9/8/2022) ekspor China yang diukur dalam dolar AS naik 18 persen pada Juli 2022. 

Angka tersebut menandai laju pertumbuhan ekspor tercepat tahun ini, menurut statistik bea cukai China yang dirilis pada Minggu 7 Agustus 2022.

Sebelumnya, pada bulan Juni 2022, ekspor China pun sudah menunjukkan peningkatan hingga 17,9 persen.

Sementara itu, impor China tumbuh 2,3 persen dari tahun sebelumnya, sedikit meleset dari ekspektasi dan menunjukkan permintaan domestik masih lemah.

Kinerja ekspor yang kuat pada bulan Juli mendorong surplus perdagangan China ke rekor USD 101 miliar atau setara Rp 1,5 kuadriliun untuk bulan tersebut, pertama kalinya melampaui ambang batas USD 100 miliar.

Ini menandai kenaikan yang cukup signifikan, dengan surplus perdagangan China yang pada Juli 2021 hanya mencapai USD 56,6 miliar (Rp 841,7 triliun).

"Data perdagangan bulanan menunjukkan bahwa pabrik-pabrik China terus bergerak menuju kebangkitan yang kuat dari gelombang Covid-19 Omicron terbaru," kata David Chao, ahli strategi pasar global untuk Asia Pasifik di Invesco.

"Meskipun latar belakang permintaan global melemah, kemajuan ekspor sebagian besar didorong oleh normalisasi aktivitas produksi di tempat-tempat seperti Delta Sungai Yangtze ," bebernya. 

Wilayah Delta Sungai Yangtze, yang terdiri dari Shanghai dan sebagian provinsi Jiangsu dan Zhejiang, merupakan pusat perdagangan luar negeri utama China.

3 dari 3 halaman

China Beri Sinyal Pertumbuhan Ekonomi Negaranya Meleset dari Target

China mengisyaratkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi negaranya tidak akan mencapai target 5,5 persen di 2022 ini.

Itu dampak pembatasan ketat untuk meredam wabah baru Covid-19 membebani ekonomi negara itu.

Dilansir dari BBC, Senin (1/8/2022) Politbiro, badan pembuat kebijakan utama Partai Komunis China mengatakan bahwa pihaknya tengah berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dalam kisaran yang wajar.

Namun, dalam pernyataan itu, tidak disebutkan target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.

Politbiro yang beranggotakan 25 orang, yang diketuai oleh Presiden Xi Jinping, mengatakan para pemimpinnya akan "berusaha untuk mencapai hasil terbaik".

Badan itu juga menyerukan provinsi-provinsi di China untuk bekerja keras memenuhi masing-masing target pertumbuhan ekonomi mereka.

Menurut analis, kurangnya penyebutan PDB penting, meskipun para ekonom sebelumnya memperkirakan akan sulit bagi China untuk mencapai target 5,5 persen.

"Target pertumbuhan 5,5 persen tidak lagi menjadi keharusan bagi China," kata Iris Pang, kepala ekonom China di ING Bank, kepada kantor berita Wall Street Journal.

Mereka juga menambahkan bahwa China mendesak provinsi yang lebih besar untuk memulihkan ekonomi yang terdampak lockdown.

"Beijing meminta provinsi yang posisinya relatif baik harus berusaha untuk mencapai target ekonomi dan sosial untuk tahun ini," ujar analis Nomura Ting Lu, Jing Wang dan Harrington Zhang dalam sebuah catatan.

"Kami pikir Beijing menyarankan bahwa target pertumbuhan PDB untuk provinsi dengan kondisi yang kurang menguntungkan, terutama bagi mereka yang terpukul oleh varian Omicron dan lockdown, bisa lebih fleksibel,," tambah mereka.