Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) masih menanti pembentukan Badan Layanan Usaha batu bara (BLU batu bara) sebagai pemungut iuran batu bara. Pasalnya, pemasok batu bara mau akan mengirimkan suplai batu bara jika BLU batu bara sudah terbentuk.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Papua & Nusa Tenggara PLN Adi Priyanto seusai rapat dengan pemerintah di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Baca Juga
"BLU harus ada. Jadi BLU batu bara harus segera dibentuk," tegas Adi.
Advertisement
Adi pun berharap BLU batu bara benar-benar bisa dirilis pada Agustus 2022 ini, di samping penerapan kewajiban pemenuhan pasar domestik (DMO) untuk produsen batu bara.
"Mudah-mudahan (kelanjutannya) positif, sehingga hajat hidup orang banyak bisa terpenuhi. Secepatnya. Jangan lewat Agustus lah," ujar dia.
Pengusaha batu bara memang terus mendorong pemerintah untuk segera meresmikan pembentukan BLU batu bara. Tujuannya, untuk menjamin pasokan domestik di tengah situasi harga batu bara yang sedang melambung.
Sekretaris Jendral Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Muhammad Arif menegaskan, disparitas harga yang terjadi belakangan ini menyebabkan pasokan batu bara PT PLN (Persero) tersendat. Sebab, sebagian besar penambang batu bara lebih memilih ekspor.
"Kami mendukung pemerintah untuk segera meresmikan BLU agar jadi solusi disparitas harga," kata Arif.
Sebagai gambaran, harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada awal Agustus ini bertengger di USD 388 per ton. Sedangkan harga batu bara untuk kelistrikan dipatok sebesar USD 70 per ton.
"Tingginya harga batu bara dunia tentu membuat penambang lebih memilih ekspor. Sehingga dibutuhkan mekanisme yang bisa menjembatani agar tidak terjadi disparitas," beber Arif.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perusahaan Batu Bara Pilih Bayar Denda Ketimbang Pasok ke PLN
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap alasan perusahaan batu bara yang tak penuhi pasokan negeri. Malah, perusahaan-perusahaan itu lebih memilih untuk membayar denda sebagai pengganti domestic market obligation (DMO).
Hal ini disampaikan Menteri Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/8/2022). Poin pasokan batu bara dalam negeri menjadi konsentrasi dalam rapat kali ini.
Sebelumnya, dikabarkan pasokan batu bara ke PT PLN (Persero) mengalami kelangkaan. Untuk itu, Komisi VII memanggil Menteri Arifin untuk membahas perihal tersebut.
Menteri Arifin mengatakan, harga batu bara internasional yang cukup tinggi dipandang pengusaha menguntungkan. Ini mengakibatkan industri dalam negeri berpotensi mengalami kekurangan suplai, sebagaimana dikabarkan terjadi di PLN.
"Karena adanya disparitas harga yang besar dan mengakibatkan industru dalam negeri bisa mengalami kekurangan," kata dia Raker dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/8/2022).
Ia menyebut, tingginya harga internasional ini juga membuat perusahaan memilih menghidari kontrak dalam negeri. Alih-alih memasok, perusahaan justru memilih jalan bayar denda dan kompensasi.
"Sanksi berupaya pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak menyebabkan perusahaan batu bara cenderung untuk lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh," ungkapnya.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kebijakan Baru
Lebih lanjut, Menteri Arifin menyebut, adanya celah ini perlu ditambal dengan regulasi baru. Kendati, ia belum merinci kebijakan apa yang akan diambil kedepannya.
"Sehingga dalam hal ini perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri melalui penghimpunan, penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha dmo batu bara," paparnya.
Menteri Arifin mengungkap, pihaknya telah mengeluarkan 123 surat penugasan untuk memenuhi DMO batu bara sebanyak 18,89 juta ton. Hingga Juli 2022, pemenuhannya baru 8,03 juta ton.
Dari jumlah ini, penugasan baru dilakukan oleh 52 perusahaan. Sementara sisanya 71 perusahaan belum melakaanakan penugasan dengan berbagai alasan dan kendala.