Liputan6.com, Jakarta - Bantuan Langsung Tunai (BLT) masih akan terus dikucurkan pada 2023. Namun skemanya diubah, yang tadinya BLT ditujukan untuk bantuan masyarakat terdampak pandemi covid-19, namun di tahun depan ditujukan bagi warga miskin ekstrem.
Hal itu disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, dalam acara ngopi bareng Gus Menteri di Kantor Kementerian Desa - PDTT, Jakarta (11/8/2022).
Baca Juga
"Pertama BLT sekarang basisnya adalah pandemi, 2023 tetap BLT basisnya. Artinya tetap BLT, besaran tidak berubah tetap Rp 300.000," kata Menteri Abdul Halim.
Advertisement
Nantinya yang menerima BLT tersebut mengacu pada World Bank, dimana masyarakat yang berpenghasilan sekitar USD 1,99 atau setara Rp 11.900 per hari atau Rp 357 ribu per bulan layak masuk mendapatkan BLT miskin ektrem. Syarat lain untuk menerima BLT ini adalah belum pernah menerima bantuan dari program apapun.
"Belum menerima program dari apapun. Kalau dikembalikan kepada data utama, maka tidak ada lagi simpang siur. Saat ini BPS punya data sendiri, desa punya sendiri dan lain-lain. Kita minta Desa data yang lebih akurat lagi. Nah, kalau World Bank USD 1,99 per hari per orang dengan sekitar Rp 11.900. Mereka yang di bawah Rp 11.900 per hari, mereka masuk kelompok miskin ekstrem," katanya.
Lebih lanjut dalam paparannya, Dia mencatat saat ini tersedia data By Name By Address (BNBA) warga miskin ekstrem sebanyak 4.419.547 orang dari 37.869 desa di 178 kabupaten dan kota yang merupakan sasaran kegiatan tahun anggaran 2022.
"Data tersebut dapat segera dikonsolidasi pemerintah kabupaten/kota untuk ditetapkan sebagai sasaran keluarga miskin ekstrem berdasarkan hasil musyawarah desa, sebagaimana amanat Inpres Nomor 4 Tahun 2022 Diktum Ketiga Nomor 30," ujar Gus Menteri.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penghitungan Kemiskinan Ekstrem
Dia menjelaskan, warga miskin ekstrem adalah penduduk desa yang memiliki penghasilan di bawah 80 persen garis kemiskinan kabupaten dan kota setempat sebagaimana dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun langkah-langkah penghitungan kemiskinan ekstrem :
- Menghitung seluruh penghasilan tahunan anggota keluarga, menjadi jumlah penghasilan keluarga pertahun.
- Jumlah penghasilan keluarga pertahun dibagi jumlah anggota keluarga, menjadi rata-rata penghasilan warga per tahun.
- Rata-rata penghasilan warga per tahun dibagi 12, menjadi rata-rata penghasilan warga per bulan.
- Hasilnya dibandingkan dengan Rp 11.633 / kapita/ hari (setara PPP USD 1,99 dari BPS 2022): Jika < Rp11.633 / kapita/ hari garis kemiskinan kab/kota maka tergolong miskin ekstrem. Jika > Rp 11.633 / kapita/ hari maka tidak miskin.Â
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Dua Kategori
Selain itu, terdapat dua kategori warga miskin ektrem. Pertama, warga miskin ekstrem yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan. Yaitu warga miskin ekstrem yang sekaligus memiliki ciri lansia, tinggal sendirian, tidak bekerja, difabel, memiliki penyakit kronis/menahun, rumah tidak layak huni, tidak memiliki fasilitas air bersih dan sanitasi yang memadai.
Kedua, warga miskin ekstrem yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup, yaitu warga miskin ekstrem produktif (usia 15-64 tahun), tidak memiliki penyakit menahun, bukan golongan difabel.
"Jadi betul-betul mengisi kekosongan. Prediksi saya jumlahnya menurun karena jumlah warga miskin ekstrem lebih kecil daripada jumlah warga miskin. Dan kalau ngomong kemiskinan, miskin dan miskin ekstrem," pungkasnya.