Liputan6.com, Jakarta - Selama kurun satu semester di Tahun 2022, Kantor Bea dan Cukai Bandung lakukan 3.000 lebih tindakan untuk mengamankan 6 juta batang rokok ilegal di wilayahnya. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan 2021 yang jumlahnya hanya 5 juta batang rokok ilegal dalam kurun waktu satu tahun.
"Memang di kita, tiga tahun meningkat hasil penindakan berkaitan dengan barang rokok ilegal. Jadi ini keprihatinan kita, ini jumlahnya makin lama makin naik, seiring dengan adanya peningkatan pada tarif cukai rokok," tutur Dwiyono Widodo, Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandung, saat Presstour 2022, di Bandung, Kamis (11/8/2022).
Baca Juga
Dari data yang diperoleh, pada 2021, petugas Bea dan Cukai Bandung melakukan penindakan 1.900 lebih, dengan mengamankan 5 juta batang rokok ilegal. Namun di tahun ini, baru memasuki semester I, dari 3 ribu lebih penindakan, petugas mengamankan 6 juta batang rokok ilegal.
Advertisement
"Ini sekarang baru semester satu, sudah sampai 6 juta batang rokok ilegal," tuturnya.
Dari penindakan tersebut, lanjut Dwiyono, petugas mendapati jutaan batang rokok ilegal berasal dari perusahaan jasa titip (Jastip) atau barang kiriman. Semuanya berasal dari luar Bandung, seperti kiriman dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebab di Bandung, tidak ada pabrik rokok, hanya ada satu perusahaan dan itupun sudah mengantongi izin serta membayar cukainya. Terlebih, Bandung pun tidak cocok untuk usaha pembuatan rokok karena kelembaban udaranya yang tinggi.
Meski begitu, Kantor Bea dan Cukai Bandung tetap berupaya untuk mengadahan untuk pencegahan rokok ilegal tersebut beredar di wilayahnya. Salah satu caranya, berkordinasi dengan perusahaan Jastip ketika menerima kiriman tersebut.
"Sehingga kita datang ke sana dulu, awalnya kita pakai mobil Xray, sebab mereka jastip barangnya bukan hanya rokok. Makanya kita ada mobil Xray, barang yang datangkan kelihatan rokok atau bukan, ketika rokok ini dibuka, bila legal nanti akan ada penjelasan bila hal itu dilakukan untuk pemeriksaan cukai," tuturnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Satu Batang Rokok Sumbang Rp 800 ke Kas Negara
Siapa sangka ternyata rokok memiliki peran besar bagi pundi-pundi kas negara. Setiap satu batang rokok yang disulut, ada Rp 800 yang akan mengisi kas negara.
Kontribusi pembakaran tembakau terhadap pendapatan negara mencapai angka yang fantastis, yakni hingga Rp 188 trilliun pada 2021.
Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananti Wibissono memaparkan pelaku industri tembakau selalu membayar dengan tertib setiap tahunnya.
“Industri rokok, tentu di dalamnya termasuk ada perokok, adalah pembayar cukai dan pajak paling tertib. Tidak ada sumber pajak lain setertib rokok,” kata Hananto Wibisono di Yogyakarta dalam pemaparannya pada acara Focus Group Discussion (FGD), Rabu (10/8/2022)
Hananto menuturkan, ekosistem pertembakauan adalah salah satu potret realita gotong royong. Mulai dari petani, pekerja, UMKM, peritel, industri hingga konsumen.
Menurut Hananto apabila satu regulasi dibuat yang ditujukan bagi satu elemen, maka yang terdampak adalah seluruhnya. Maka penting menjaga peran industri tembakau dengan melibatkan konsumen untuk menyusun regulasi tembakau di Indonesia.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Hak Konsumen
Hal ini juga ditegaskan Komisioner Ombudsman DIY Agung Sedayu. Agung menegaskan bahwa kebijakan, pengambilan keputusan terkait regulasi dalam ekosistem pertembakauan perlu dievaluasi dan dikoreksi, mulai dari sisi produksi hingga konsumsi, pemenuhan hak konsumen dirasa masih kurang elok.
“Agregasi aspirasi konsumen yang dilakukan kali ini diharapkan bisa menjadikan Yogyakarta sebagai daerah yang progresif dalam menerapkan strategi inovasi kebijakan ekosistem pertembakauan,"ucap Agung.
Andi Kartala selaku Ketua Umum Pakta Konsumen mewakili organisasi yang berkomitmen mengadvokasi hak konsumen, menuturkan konsumen tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan peraturan daerah kawasan tanpa rokok (KTR) di berbagai lokasi. Padahal, kebijakan dan regulasi tersebut secara jelas mengatur konsumen dengan sangat ketat.
Ia menegaskan konsumen produk tembakau memilki tanggung jawab pada negara dalam bentuk CHT dan pajak yang diamanatkan dalam PMK 192/PMK.010/2021.
Dosen Universitas Sanata Dharma Antonius Budi Susilo, menuturkan bahwa lemahnya data menjadi faktor yang menyebabkan hal di atas terjadi. Data kuantitatif dan kualitatif terkait jumlah konsumen tembakau membuat regulasi pengendalian tembakau semakin masif dan penuh tekanan.
Tembakau telanjur dianggap dan disudutkan sebagai komoditas yang mendapat stigma negatif.