Liputan6.com, Jakarta Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah melakukan kunjungan ke Kantor Pusat KSP Sejahtera Bersama (SB) di Bogor. Hal ini dalam upaya memastikan koperasi tersebut melaksanakan putusan MA terkait PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) untuk memenuhi kewajiban pembayaran tahapan homologasi.
Tim Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah diterima oleh Pengurus dan Pengawas KSP Sejahtera Bersama, yaitu Ketua Pengawas Iwan Setiawan, Ketua KSP Sejahtera Bersama Vini, beserta jajarannya di Kantor Pusat KSP Sejahtera Bersama, Bogor, Kamis (11/8).
Baca Juga
Ketua Satgas Koperasi Bersamalah Agus Santoso mengatakan tujuan kunjungan Tim Satgas adalah untuk memastikan agar Pengurus KSP Sejahtera Bersama (KSP SB) tetap memenuhi kewajiban pembayaran tahapan homologasi putusan PKPU.
Advertisement
“Kami juga meminta penjelasan dari pengurus mengenai business plan yang prospektif agar koperasi dapat memenuhi kewajiban pembayaran ke depan,” kata Agus, Jumat (12/8/2022).
Dengan adanya permohonan pembatalan perdamaian putusan PKPU yang telah diajukan oleh beberapa anggota KSP Sejahtera Bersama, Satgas menilai kepailitan bukan pilihan bagi anggota untuk proses penyelesaiannya mengingat anggota koperasi yang kedudukannya sebagai kreditur berjumlah ribuan anggota, sehingga berpotensi tidak dapat memenuhi hak-hak anggota koperasi.
“Mahkamah Agung dan hakim diharapkan berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan putusan pembatalan PKPU terhadap Koperasi Simpan Pinjam,” kata Agus
Pada kesempatan kunjungan, Satgas juga berdialog dengan beberapa anggota KSP Sejahtera Bersama yang kebetulan yang berada di Kantor KSP Sejahtera Bersama. Para anggota mengharapkan agar KSP Sejahtera Bersama bisa memenuhi tahapan pembayaran PKPU.
“Saat ini, Tim Pemantau dari Satgas terus memonitor pembayaran kepada anggota setiap hari,” kata Agus.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komitmen Koperasi
Sementara salah satu pengurus KSP SB Vini mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memenuhi kewajiban yang telah diputuskan MA terkait PKPU.
“Dipastikan tahapan pembayaran kepada anggota tetap dilakukan walaupun disesuaikan dengan cash-in, yaitu sebesar Rp200-Rp250 juta yang dibagikan merata sebesar Rp500 ribu per anggota,” kata Vini.
Disamping itu, berdasarkan hasil RAT yang telah dilaksanakan pada 6 Juli 2022, salah satu pengurus bernama Iwan mengatakan koperasi akan berupaya untuk menjual aset dan mendapatkan kerja sama dengan investor, sehingga diharapkan dapat memenuhi pembayaran skema tahap 1 dan tahap 2 pada Desember 2022.
“Kami juga berkomitmen sebelum pelaksanaan RAT tahun buku 2022 pada Maret 2023, pembayaran tahap 3 dapat diselesaikan,” kata Iwan.
Maka business plan untuk pembayaran tahapan PKPU menggunakan dua alternatif tersebut yang akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam RAT, yaitu menjual aset koperasi dengan minimal harga jual sama dengan harga beli dan tetap mengupayakan kerja sama dengan investor.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Antisipasi Koperasi Bermasalah, Revisi UU Perkoperasian Perlu Dikebut
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sangat serius untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Tujuannya, agar semakin relevan dengan perkembangan zaman seperti mencegah ulah koperasi bermasalah, salah satunya dengan semakin memperkuat kinerja Tim Penyusun Naskah Akademik RUU Perkoperasian.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menjelaskan, tim ini beranggotakan praktisi koperasi, pakar ekonomi manajemen, dan pakar hukum.
"Mereka secara maraton sedang menggodok kajian dan rancangan pengaturan dalam RUU Perkoperasian," ucap Zabadi di Jakarta, Minggu (7/8).
Ahmad Zabadi menegaskan, penyusunan RUU Perkoperasian ini sangat penting guna menjawab permasalahan dan tantangan koperasi yang terjadi saat ini.
Selain mengkaji arah pembangunan koperasi ke depan, tim juga fokus pada berbagai regulasi yang sudah ada di sektor ekonomi.
"Dalam penyusunannya, tim juga tetap memperhatikan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materiil UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sebelumnya," kata Ahmad Zabadi.
Untuk memenuhi kewajiban uji materiil ini, dia pun menegaskan akan dilakukannya meaningfull partisipasion dari publik sesuai UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di mana akan dilangsungkan Focus Group Discussion (FGD) di beberapa tempat.
"Hal tersebut bertujuan untuk menjaring aspirasi dan masukan dari publik atas dokumen yang telah disusun oleh tim," katanya.
Permasalahan Koperasi
RUU Perkoperasian sampai saat ini terus didorong hingga dapat disahkan untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.
UU Nomor 25 Tahun 1992 sendiri sudah berusia 30 tahun dengan substansi yang cenderung obsolete (ketinggalan) sehingga perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya koperasi-koperasi bermasalah, sehingga citra koperasi di kalangan masyarakat kurang baik. Ini bertolak belakang dengan prinsip koperasi, bahwa koperasi dengan azas kebersamaan, kekeluargaan, demokrasi tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada anggotanya.
Berbagai permasalahan koperasi saat ini, antara lain penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir, penyimpangan penggunaan aset oleh pengurus, di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.
Pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang.
Advertisement