Sukses

Ketua MPR: Peningkatan Utang Signifikan Timbulkan Beban Negara

Sidang tahunan MPR-RI mengagris bawahi sejumlah kebijakan pemerintah. Salah satunya soal utang.

Liputan6.com, Jakarta Sidang tahunan MPR-RI mengagris bawahi sejumlah kebijakan pemerintah. Salah satunya soal utang. Utang menjadi satu hal yang harus diperhatikan dalam menghadapi risiko ekonomi global yang tidak menentu.

Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menjelaskan Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto, dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur.

"Selain itu, peningkatan utang yang signifikan menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan," terang Bamsoet di Gedung MPR RI, Selasa (16/8/2022).

Sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan re-alokasi anggaran secara tepat diperlukan. Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang.

Sementara itu, strategi jangka panjang membutuhkan perencanaan pembayaran utang setidaknya untuk 30 tahun kedepan, dan pada saat yang bersamaan, memastikan kondisi fiskal dan moneter tetap terjaga.

"Di sisi lain, pembayaran kupon dan jatuh tempo utang pemerintah, akan berdampak pada pengurangan cadangan devisa. Berdasarkan data bulan Juli 2022, kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia sebesar USD 21,6 miliar per bulan," terangnya.

Lebih lanjut, posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan Juli ini, masih senilai lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional

2 dari 3 halaman

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi Rp 5.924 triliun di akhir Kuartal II 2022

Bank Indonesia (BI) mencatat, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal II 2022 menurun USD 9,6 miliar, atau setara Rp 141,12 triliun (kurs Rp 14.700 per dolar AS). Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir kuartal II 2022 tercatat sebesar USD 403 miliar atau Rp 5.924 triliun, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan sebelumnya sebesar USD 412,6 miliar atau Rp 6.065 triliun.

"Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi Utang Luar Negeri sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN triwulan II 2022 mengalami kontraksi sebesar 3,4 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,9 persen (yoy)," terang Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, Senin (15/8/2022).

Erwin menyampaikan, tren utang luar negeri pemerintah pada kuartal II 2022 berlanjut. Posisi ULN Pemerintah pada triwulan II 2022 sebesar USD 187,3 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal sebelumnya sebesar USD 196,2 miliar.

Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 8,6 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,4 persen (yoy)," ungkapnya.

Penurunan posisi ULN Pemerintah, antara lain karena adanya pelunasan pinjaman bilateral, komersial, dan multilateral yang jatuh tempo selama periode April hingga Juni 2022. Pelunasan Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang jatuh tempo juga turut mendukung penurunan ULN Pemerintah di triwulan laporan.

Di samping itu, Erwin melanjutkan, volatilitas di pasar keuangan global yang cenderung tinggi juga berpengaruh pada perpindahan investasi SBN domestik ke instrumen lain. Sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor nonresiden pada SBN domestik.

"Penarikan ULN pada triwulan II 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," imbuhnya.

Dukungan ULN Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas pada kuartal II 2022. Antara lain, mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,6 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,7 persen).

"Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali, mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,7 persen dari total ULN Pemerintah," kata Erwin.

3 dari 3 halaman

Utang Swasta

Utang luar negeri swasta menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi ULN swasta pada kuartal II 2022 tercatat sebesar USD 207,1 miliar, sedikit turun dari USD 207,4 miliar pada triwulan I 2022.

Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 1,1 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,5 persen (yoy). Perkembangan tersebut disebabkan oleh ULN lembaga keuangan (financial corporations) yang terkontraksi 0,2 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar 5,0 persen (yoy).

Sementara itu, ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) mengalami kontraksi sebesar 1,3 persen (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 0,5 persen (yoy).