Sukses

Curhat Sri Mulyani: Harga Komoditas Global Ganggu Momentum Pemulihan Ekonomi

Sri Mulyani Indrawati mengatakan, naik turunnya harga komoditas global menjadi salah satu faktor yang akan mengganggu momentum pemulihan ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, naik turunnya harga komoditas global menjadi salah satu faktor yang akan mengganggu momentum pemulihan ekonomi.

“Komoditas, walaupun hari ini harganya relatif tinggi namun kalau kita lihat tidak hanya level tapi volatilitas yang akan mengganggu banyak sekali kegiatan ekonomi,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Misalnya, harga natural gas bisa drop dari USD 9 per MMbtu ke USD 5,6 MMbtu, kemudian naik lagi USD 8 MMbtu hanya dalam hitungan bulan atau bahkan minggu. Demikian juga harga batu bara pernah mencapai USD 414 metrik ton, drop ke USD 256 metrik ton hanya dalam waktu 1 minggu dan kemudian naik lagi dan sekarang drop lagi.

“Jadi naik turunnya komoditas ini menjadi salah satu faktor yang akan mengganggu apa yang disebut momentum pemulihan,” tegas Menkeu.

Begitu juga dengan minyak Brent tertinggi ada di USD 126 per barrel, sekarang ada di USD 99,8 per barrel. Bahkan, harga CPO Indonesia pernah mencapai USD 1.700 per ton drop ke USD 866 per ton dan sekarang kembali ke USD 950 per ton.

“Jadi ini adalah fenomena yang akan menjadi perhatian, tidak hanya level namun volatilitas yang akan sangat mengganggu dan akan sangat berdampak kepada masyarakat dan perekonomian,” katanya.

 

2 dari 4 halaman

Masalah Inflasi

Disisi lain, dengan adanya kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi maka terjadi capital outflow di berbagai negara emerging. Pada tahun 2022 ini telah keluar capital outflow Indonesia sebanyak USD 50 miliar terutama dari sisi surat berharga negara.

“Ini membuat kita harus waspada karena berarti permintaan terhadap SBN terutama dari asing akan perlu dijaga untuk tidak menimbulkan kenaikan yield yang terlalu besar,” ujarnya.

Sejauh ini, Indonesia mampu menjaga stabilitas SBN karena sekarang kepemilikan asing hanya 15,56 persen. Jika kita lihat yield dari surat berharga negara Indonesia relatif justru mengalami tightening atau pengetatan.

“Inilah yang menyebabkan Indonesia cukup kompetitif tapi tidak boleh membuat kita terlena, dari SBN kita dalam hal ini mengalami koreksi 5,3 persen dan kemudian yield to date ke 9,5 oersen,  kenaikannya kalau kita lihat negara-negara lain bahkan Amerika sendiri kenaikan yield-nya mencapai 87 persen,” pungkas Menkeu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Menko Airlangga Pede Indonesia Aman dari Ancaman Hiperinflasi hingga 2023

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis Indonesia masih aman dari ancaman hiperinflasi hingga 2023. 

Optimisme itu dilontarkannya meski laju inflasi Indonesia terus menunjukan kenaikan, di mana terakhir melesat 4,94 persen per Juli 2022.

Untuk menjaga keyakinan itu, pemerintah terus mendorong tim pengendalian inflasi pusat dan daerah agar program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat. 

"Sehingga tentu tantangan hiperinflasi kelihatannya bisa kita tangani di tahun ini. Demikian pula di tahun depan," ujar Menko Airlangga dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Selain inflasi, Airlangga juga menggarisbawahi laju pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas 5 persen selama tiga kuartal berturut-turut. Terakhir mencapai 5,44 persen pada kuartal II 2022. 

"Ini tumbuh tinggi yang didukung oleh konsumsi, ekspor, dan sektor yang tumbuh positif seperti industri pengolahan, perdagangan, pertambangan, pertanian," tutur dia. 

 

4 dari 4 halaman

Terus Berlanjut

Ke depan, ia melanjutkan, prospek diperkirakan terus berlanjut. "Kita lihat dari indeks kepercayaan konsumen pada Juli masih tinggi. Penjualan ritel baik. PMI ekspansif masih di 1,3," imbuhnya.

Tolak ukur lainnya, Airlangga Hartarto juga melihat kualitas ekonomi membaik berdasarkan angka kemiskinan yang turun. 

"Di September 2020 (angka kemiskinan) 10,19 juta (turun) menjadi 9,54 juta. Demikian pula tingkat pengangguran menurun dari 7,1 persen di Agustus 2020 menjadi 5,8 persen di Februari 2022," tuturnya.