Sukses

Tengok Perbandingan Asumsi Makro dan Postur APBN 2022 dan 2023

Dalam nota keuangan 2023, Jokowi menjabarkan berbagai poin, mulai dari target pertumbuhan ekonomi Indonesia, inflasi hingga kondisi global

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membacakan pidato kenegaraan dan nota keuangan di gedung MPR DPR pada hari ini, Selasa (16/8/2022). Termasuk didalamnya gambaran RAPBN 2023.

Dalam nota keuangan 2023, Jokowi menjabarkan berbagai poin, mulai dari target pertumbuhan ekonomi Indonesia, inflasi hingga kondisi global yang tidak menentu yang bisa mempengaruhi perekonomian Indonesia.

"Dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional terkini, agenda pembangunan yang akan kita capai, serta potensi risiko dan tantangan yang kita hadapi," ujar Jokowi saat menyampaikan Pidato RAPBN 2023 beserta Nota Keuangan di Kompleks DPR-MPR RI, Jakarta, Selasa (16/8/2022). 

Sebagai gambaran, pemerintah telah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro di nota keuangan 2023, yakni:

  • Pertumbuhan ekonomi: 5,3 persen
  • Inflasi: 3,3 persen
  • Nilai tukar rupiah: Rp 14.750
  • Bunga SUN 10 tahun: 7,85 persen
  • Harga minyak mentah Indonesia: USD 90 dollar AS per barel
  • Lifting minyak dan gas masing-masing 660.000 barel dan 1.005.000 barel setara minyak per hari

Sebagai perbandingan, begini gambaran outlook asumsi makro dalam APBN 2022 yang sudah disesuaikan oleh pemerintah dengan melihat kondisi di tahun ini:

  • Pertumbuhan ekonomi: 5,1-5,4 persen
  • Inflasi: 4-4,8 persen
  • Suku bunga SUN 10 tahun: 6,85-8,42 persen
  • Nilai tukar rupiah: Rp 14.500 - Rp 14.900
  • Harga Minyak Mentah Indonesia: USD 95- USD 105 dolar AS per barel
  • Lifting minyak dan gas 625-630 ribu barel per hari dan 956-964 ribu barel per hari

Adapun postur RAPBN bisa dilihat dalam tabel berikut:

2 dari 4 halaman

Pemulihan Ekonomi Global 2023 Diprediksi Melemah, Awas Resesi!

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemulihan ekonomi dunia tahun depan akan mengalami pelemahan. Hal itu disebabkan gejolak ekonomi global.

“Kita lihat risiko bergeser sekarang dari pandemi menjadi gejolak ekonomi global, pertama inflasi global melonjak akibat disrupsi dari sisi suplai,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Menkeu menjelaskan, diketahui bersama saat itu pandemi covid-19 menyebabkan supply side atau production terdisrupsi, dalam hal ini begitu demand atau permintaan pulih dengan adanya vaksin dan mobilitas namun sisi supply-nya tidak bisa mengikuti secara sama, inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi akibat pandemi.

Namun pandemi belum sepenuhnya teratasi, muncul perang yang menyebabkan disrupsi sisi pangan dan energi yang menambah gejolak sisi produksi, sementara demand-nya sudah melonjak akibat stimulus baik fiskal atau moneter.

“Inilah yang menyebabkan inflasi global melonjak sangat tinggi, dan ini menimbulkan respons kebijakan dalam bentuk likuiditas yang ketat dan suku bunga yang dinaikkan,” ujar Menkeu.

Terutama di negara maju, karena inflasi yang tertinggi ada di berbagai negara maju seperti di Amerika dan Eropa yang memecahkan rekor dalam 40 tahun terakhir mencatatkan inflasi yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan gejolak di sektor keuangan, capital outflow terjadi, pelemahan nilai tukar terjadi.

“Dan ini menyebabkan cost of fund atau lonjakan biaya utang di semua negara di dunia. Inilah kemudian memunculkan potensi krisis utang global yang menyebabkan PBB kemudian membentuk PBB global krisis respon di mana bapak presiden menjadi anggotanya,” kata Menkeu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

3 dari 4 halaman

Gejolak Ekonomi

Adanya gejolak ekonomi yang melonjak, juga menyebabkan 60 negara berpotensi mengalami krisis utang dan krisis refinancing dari pembiayaan mereka.

“Bagi mereka (negara) yang sekarang ini sudah memiliki rasio utang cukup tinggi menjadi perhatian dunia,” ujarnya.

Di sisi lain, inflasi yang tidak menurun secara cepat namun respons kebijakan dari sisi likuiditas dan suku bunga direm, maka dari sisi fiskal bisa menyebabkan pemulihan ekonomi menjadi melemah, sehingga potensi terjadinya stagflasi yaitu inflasi dengan kombinasi resesi menjadi salah satu yang menciptakan tantangan yang rumit pada tahun ini maupun tahun depan.

“Itu konteksnya, jadi kalau kita lihat apakah terjadi tanda-tanda pelemahan ekonomi global, Ya IMF sudah menyebutkan bahwa pemulihan ekonomi global melemah,” pungkas Menkeu. 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

4 dari 4 halaman

Jokowi: Sederet Tantangan Global Jangan Bikin Indonesia Pesimistis

Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin mempercepat transformasi struktural kedepannya. Tujuannya untuk membangun mesin pertumbuhan ekonomi nasional kedepannya.

Ini sebagai salah satu respons menghadapi berbagai tantangan global yang dihadapi dunia. Jokowi ingin ada nilai tambah yang didapatkan Indonesia.

"Transformasi struktural terus kita pacu untuk membangun mesin pertumbuhan ekonomi yang lebih solid dan berkelanjutan. Hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi harus diperkuat," kata dia dalam Pidato Nota Keuangan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Joko menegaskan sederet tantangan global yang terjadi saat ini tak boleh membawa bangsa menjadi pesimistis. Bahkan ia mengkalim dalam 8 tahun terakhir telah dipupuk modal penting untuk mendiptakan ekosistem pembangunan yang kondusif.

"Pembangunan infrastruktur secara masif, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penyederhanaan aturan berusaha dan berinvestasi merupakan upaya-upaya kunci untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional menghadapi tantangan masa depan," paparnya.

Disamping itu, ia kembali menegaskan ekonomi hijau terus didorong oleh pemerintah. Penggunaan produk dalam negeri juga harus diprioritaskan, guna mengurangi ketergantungan impor.

"Ekonomi digital juga difasilitasi agar UMKM naik kelas dan melahirkan decacorn baru kelas dunia di masa depan," ujarnya.

Lebih lanjut, Jokowi menekankan dalam hal ini perlu juga diperhatikan soal keseimbangan antara kebijakan makro dan kebijakan fiskal pemerintah.

"Keseimbangan kebijakan makro-fiskal juga terus dijaga. Konsolidasi fiskal menjadi sangat krusial," ujar dia.

"Kesehatan APBN ditingkatkan agar adaptif dan responsif dalam jangka menengah dan panjang," tambah Jokowi.