Liputan6.com, Jakarta - Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada 2023 ditargetkan mencapai Rp 426,3 triliun atau turun 16,6 persen dari outlook tahun 2022. Hal itu dipengaruhi oleh penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) yang menurun.
“Kalau kita lihat PNBP ini lagi lagi juga harus diperkirakan mengenai faktor komoditas. Kalau kita lihat penerimaan dari SDA penerimaan (pajaknya) melonjak tinggi waktu 2020 hanya Rp 97 triliun kemudian tahun 2021 Rp 149 triliun, jadi Rp 50 triliun naiknya, tahun ini naik lagi ke Rp 218 triliun jadi naiknya sekitar hampir Rp 70 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).
Baca Juga
Dia menegaskan, penerimaan SDA yang tinggi tahun 2022 diprediksi tidak akan terulang pada 2023, sebab tidak selamanya komoditas mengalami harga di level tertinggi seperti di tahun 2022.
Advertisement
“Makannya tahun depan yang merah itu (penerimaan SDA) akan terkoreksi lagi di Rp 188 triliun,” ujarnya.
Sedangkan PNBP lainnya yang diperoleh dari BLU dan K/L itu relatif stabil. Seiring dengan kegiatan masyarakat yang semakin pulih juga akan menunjukkan perbaikan.
Sama halnya, optimalisasi pendapatan kekayaan negara yang dipisahkan (KND) melalui perbaikan portofolio dan penguatan infrastruktur keuangan BUMN juga pulih.
“BUMN ditargetkan akan memberikan deviden lebih tinggi lagi tahun depan, yaitu Rp 44 triliun,” ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Lifting
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan alasan penerimaan negara bukan pajak dari SDA diprediksi menurun, disebabkan karena dua faktor. Pertama, liftingnya tidak naik.
“Lifting nya tidak naik, makannya kita menyebutkan penerimaan negara bukan pajak dari SDA kita turun karena dua faktor, liftingnya naik dan harganya kalau kita lihat minyak dan batubara akan turun,” ujarnya.
Dilihat dari paparan Menkeu, faktor kedua, harga CPO yang mengalami penurunan, dari sebelumnya USD 1.300 per metric ton diprediksi turun ke USD 920 per metric ton pada 2023.
Kemudian, untuk batubara dari USD 251 per ton diprediksi turun menjadi USD 200 per ton pada 2023, dan minyak dari USD 105 MBOPD diprediksi turun USD 90 MBOPD.
“Inilah suasana yang extraordinary lagi, karena gejolak dari volatilitas harga mempengaruhi postur APBN kita, tapi kita tidak boleh membiarkan gejolak ini kemudian mempengaruhi program-program pemerintah, maka kita tetap menjaga belanja Pemerintah terutama yang prioritas walaupun penerimaannya masih mengalami berbagai dinamika,” pungkas Menkeu.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sederet Tantangan APBN 2023: Konflik Geopolitik hingga Harga Minyak
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani meminta agar Pemerintah mengantisipasi berbagai faktor global dan nasional, yang dapat memberikan tekanan kepada kemampuan keuangan negara dalam melaksanakan APBN 2023.
Hal itu disampaikan Puan dalam pembukaan pidato Kenegaraan Presiden Ri Pada Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI - DPD RI, Selasa (16/8/2022).
“APBN 2023, perlu mengantisipasi berbagai dinamika global, konflik geopolitik, perkembangan kebijakan moneter global, stagflasi, perkembangan harga komoditas strategis (seperti minyak bumi), kerentanan produksi pangan global, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi kebijakan fiskal APBN dan ketahanan APBN, khususnya yang berkaitan dengan pendapatan negara, peningkatan belanja khususnya subsidi, serta pembiayaan defisit melalui SBN,” kata Puan.
Pada masa sidang sebelumnya, DPR RI bersama Pemerintah telah melakukan pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) APBN Tahun Anggaran 2023, dengan asumsi makro Pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen dan Laju inflasi pada kisaran 2 persen hingga 4 persen.
Kemudian, asumsi pendapatan Negara diperkirakan berada pada besaran 11,19 persen PDB hingga 12,24 persen PDB, dengan Pendapatan Perpajakan sebesar 9,3 persen PDB hingga 10 persen PDB; Belanja Negara sebesar 13,8 persen PDB hingga 15,1 persen PDB; serta Defisit berada pada besaran 2,61 persen PDB hingga 2,85 persen PDB.
Lebih lanjut, Puan menyampaikan, APBN 2023 ini merupakan konsolidasi APBN kembali kepada defisit dibawah 3 persen PDB. Sehingga menempatkan Pemerintah untuk dapat melakukan usaha terbaik dalam mengoptimalkan penerimaan negara, pilihan prioritas belanja, dan ruang pembiayaan yang semakin terbatas.
Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, setiap Kementerian/Lembaga ikut berkontribusi melalui upaya, kebijakan dan program yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi nasional.